SIDANG di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, masih berlangsung ketika Izedrik Emir Moeis hanya terpekur di kursi pesakitan. Mengenakan jas berpadu dasi merah tua, anggota DPR RI daerah pemilihan Kaltim itu akhirnya diberi kesempatan membacakan nota pembelaan. Emir Moeis dalam pleodi kemudian meminta maaf kepada partainya, PDI Perjuangan, atas perkara korupsi yang menjeratnya.
Kamis, 20 Maret 2014, hanya empat bulan menjelang pemilihan presiden, Emir Moeis menjalani sidang sebagai terdakwa korupsi proyek PLTU Tarahan, Lampung. Emir Moeis didakwa menerima rasuah sebesar USD 357 ribu dalam proyek yang berjalan pada 2004 tersebut. Pengadilan tipikor memutuskan Emir Moeis bersalah. Ia dihukum tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam pembelaannya, Emir Moeis sempat mengaku, memiliki kedekatan dengan ketua umum partai, Megawati Soekarnoputri. Mereka berdua pernah satu sekolah. Sejak kecil pula, masih dalam pledoi, Emir Moeis mengaku bisa hilir-mudik masuk Istana Negara pada zaman Presiden Soekarno berkuasa (Emir Moeis Minta Maaf kepada Megawati Soekarnoputri, artikel Berita Satu, 2014).
Emir Moeis lahir di Jakarta pada 27 Agustus 1950. Sebentar lagi, ia berulang tahun yang ke-71. Tiga tahun lebih muda dari Megawati, Emir Moeis pernah satu sekolah dengan putri Bung Karno di tingkat SD dan SMP. Keduanya menuntut ilmu di Sekolah Rakyat (setingkat SD) Perguruan Cikini dan SMP Perguruan Cikini. Mereka berpisah saat SMA. Mega melanjutkan ke SLTA Perguruan Cikini, Emir Moeis masuk SMA 3 Jakarta.
Lulus dari Institut Teknologi Bandung pada 1975, Emir Moeis menjalani karier sebagai dosen fakultas teknik di Universitas Indonesia. Sebelumnya, ia sempat menjabat direktur PT Garuda Mahakam dan PT Emdevco, sebagaimana tercatat dalam Wajah DPR dan DPD 2009-2014 (hlm 282). Kader Partai Nasional Indonesia ini menjadi pengurus PDIP yang diampu Mega setelah Orde Baru tumbang.
Sebagai orang dekat Mega, Emir Moeis dipercaya memimpin partai di tingkat lokal. Sejak 2005, ia menjadi ketua DPD PDIP Kaltim. Karier politiknya juga moncer. Emir Moeis menjadi anggota DPR RI daerah pemilihan Kaltim selama tiga periode. Ia bahkan pernah duduk di posisi penting yakni ketua panitia anggaran DPR pada 2009.
Peraih gelar doktor dari Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat, tersebut, empat kali melaporkan harta kekayaan sepanjang duduk sebagai legislator. Sebagaimana dokumen Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Emir Moeis punya harta Rp 8,52 miliar pada 2002, Rp 8,89 miliar pada 2004, Rp 9,16 miliar pada 2006, dan Rp 11,41 miliar pada 2010. Karier politiknya di Gedung Senayan selama 13 tahun berakhir karena kasus korupsi.
Sekeluarnya dari menjalani hukuman, Emir Moeis kini menjadi perhatian nasional. Status sebagai bekas koruptor dipersoalkan manakala Menteri BUMN Erick Thohir menunjuknya sebagai komisaris PT Pupuk Iskandar Muda. Perusahaan yang beroperasi di Aceh tersebut adalah anak usaha BUMN PT Pupuk Indonesia (Persero).
Penunjukan Emir Moeis sebagai komisaris perusahaan milik negara telah memantik kritik luas. Satu di antaranya adalah akademikus Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah. Menurut pria yang akrab disapa Castro ini, ada syarat formal dan syarat materiil dalam pengangkatan komisaris. Kedua syarat tersebut dimuat dalam Peraturan Menteri BUMN 3/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Komisaris BUMN.
“Dari dua kualifikasi itu, Emir Moeis tidak memenuhi syarat,” jelas Castro. Pertama, syarat formal menyebutkan, calon komisaris tidak pernah dihukum karena tindak pidana korupsi dalam kurun lima tahun sebelum pencalonan. “Kalau tidak salah, Emir Moeis baru bebas pada Maret 2016. Sedangkan pengangkatannya pada Februari 2021. Jadi jeda lima tahun tidak terpenuhi,” ulasnya.
Kedua adalah syarat materiil. Calon komisaris harus memiliki integritas yakni tidak pernah terlibat dalam perbuatan melawan hukum. Sebagai contoh, menguntungkan diri sendiri termasuk bertentangan dengan prinsip perusahaan yang sehat. Perkara korupsi, kata Castro, jelas bertentangan dengan syarat tersebut.
Aspek yang jauh lebih penting adalah rekam jejak. Castro menilai, bagaimana bisa orang yang cacat integritas justru diberi ruang menjabat komisaris BUMN. Hal itu bertentangan dengan nalar publik. Dalam banyak kasus, sambungnya, orang dengan integritas bermasalah punya kecenderungan mengulangi perbuatannya.
“Jadi lebih baik memilih komisaris BUMN dengan rekam jejak bagus, integritas teruji, dan bebas dari konflik kepentingan,” tegasnya.
kaltimkece.id bersama mediakaltim.com berupaya mengonfirmasi Emir Moeis perihal kritik yang ia terima melalui putrinya, yang juga politikus PDIP di Kaltim, Ananda Emira Moeis. Pertanyaan media ini telah dibaca Ananda melalui aplikasi percakapan WhatsApp pada Jumat petang, 6 Agustus 2021. Akan tetapi, Ananda masih mengikuti kegiatan sehingga belum sempat membalasnya. Emir juga tak membalas saat ponselnya dihubungi. Berita ini segera diperbarui begitu Ananda maupun Emir Moeis memberikan pernyataan. (kk)