UJOH BILANG – Sekretaris Daerah Mahulu sekaligus Kepala ex-officio Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mahulu Stephanus Madang menekankan, pentingnya mitigasi bencana baik alam dan non-alam. Upaya ini sebagai bagian pengurangan risiko dan dampak kerugian akibat bencana. Oleh karena itu, dia mengimbau kecamatan dan kampung segera menguatkan dan membentuk Satuan Tugas (Satgas) bersama BPBD Mahulu.
“Semoga di kampung- kampung dibentuk satgas BPBD karena didukung alokasi anggaran sudah tersedia melalui Anggaran Belanja Kampung (ABK) itu juga ada untuk menghadapi potensi bencana,” tutur Sekda di sela-sela menghadiri Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) tahun 2022 di Kota Balikpapan, beberapa waktu lalu.
Upaya ini, jelas Madang, bertujuan agar kampung dan kecamatan tidak terlalu lama menunggu anggaran dari pemerintah kabupaten untuk penanggulangan bencana. Untuk itu, dibutuhkan koordinasi tingkat kampung dan kecamatan menyepakati langkah apa saja yang bisa dilakukan. “Bisa kita gunakan anggaran ABK itu,” ujarnya.
Upaya penguatan mitigasi, struktur dan anggaran penanggulangan bencana, sambung Madang, berkaca pada pengalaman banjir besar yang melanda dua kampung di Kecamatan Long Pahangai yakni Long Lunuk dan Long Lunuk Baru sebulan yang lalu.
“Ini yang harus kita pikirkan ke depan untuk mitigasi bencana, supaya sebelum terjadi bencana itu kita sudah bisa mengantisipasi apa yang harus kita lakukan,” pesannya.
Oleh karena itu, Sekda menegaskan harus tetap dibangun sinergi antara pemerintah kabupaten, kecamatan dan kampung. Secara umum langkah ini dapat digunakan ketika menghadapi bencana yang bersifat alam dan non-alam.
Non-alam seperti wabah penyakit seperti Covid-19. Sedangkan potensi besar bencana alam di Mahulu seperti banjir, longsor dan kebakaran hutan. Ia juga berpesan kepada seluruh warga tetap mewaspadai potensi iklim ekstrem di Mahulu.
“Tetap waspada menyikapi kondisi alam. Jangan dianggap remeh,” kuncinya.
Langkah yang dijabarkan Sekda ini sejalan dengan amanat Bupati Mahulu Bonifasius Belawan Geh, yang meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mahulu segera membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) menangani bencana. Mulai dari SOP langkah-langkah mitigasi bencana, langkah penyelamatan, bantuan darurat, pendirian pos komando, inventarisasi bantuan dan kerusakan serta penanganan pasca bencana.
“BPBD harus membuat SOP menghadapi bencana sampai selesai bencana,” pesan bupati, usai mengikuti rapat koordinasi penanggulangan banjir di Long Pahangai di Bappelitbangda Mahulu.
SOP yang diminta bupati itu tercantum dalam dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB). KRB merupakan komitmen Badan Nasional Penanggulangan Bencana maupun daerah dalam menjalankan amanah Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Penyusunan KRB di daerah sangat bermanfaat. Selain membantu mendukung analisa kejadian bencana, dokumen ini juga membantu menentukan upaya penanggulangan bencana serta sebagai acuan Bappeda dalam penyusunan RPJMD di daerah sehingga terintegrasi dan berjalan optimal.
Bupati juga menekankan pentingnya penanganan pasca-bencana. Oleh karena itu, bupati
menekankan pentingnya sinergi lintas instansi dan pemangku kepentingan mengatasi masalah pasca-banjir di dua Kecamatan di hulu Mahakam. Bupati meminta agar benar-benar dihitung apa saja kebutuhan dasar masyarakat terdampak dan keluhan agar cepat ditangani.
Agar kampung semakin mandiri dan parisitipatif, BPBD Mahulu juga akan mendorong Kampung/Desa Tanggap Bencana (Destana). Rencana ini disampaikan Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana BPBD Mahulu Agus Darmawan.
Secara umum, Destana adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan. Setidaknya ada 20 indikator untuk menggambarkan ketangguhan. (adv)