Industri perhotelan telah menerima pukulan berat sepanjang pandemi Covid-19. Sebelum gelombang pandemi terbesar datang pada Juli 2021 lalu, sektor ini sebenarnya sempat bangkit. Akan tetapi, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak pertengahan Juli mengempaskan tingkat hunian kamar. Industri perhotelan pun di ambang kematian.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik Kaltim, okupansi hotel berbintang di Kaltim sempat menyentuh 57,76 persen pada Juni 2021. Angka tersebut naik 10,90 poin dibandingkan Mei 2021. Adapun bila dibandingkan dengan Juni 2020, okupansi pada Juni 2021 lebih tinggi 23,05 persen.
BPS melaporkan, okupansi hotel berbintang satu pada Juni 2021 adalah 61,23 persen. Selanjutnya hotel berbintang dua sebesar 54 persen, berbintang tiga 57,49 persen, dan berbintang empat 60,71 persen. Laporan BPS menunjukkan, tingkat hunian kamar di Kaltim pada Juni adalah yang tertinggi di Pulau Kalimantan. Okupansi di Kalimantan Utara adalah 51,67 persen, Kalimantan Barat 39,86 persen, Kalimantan Tengah 47,18 persen, dan Kalimantan Selatan 41,45 persen.
Kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kaltim, Zulkifli, membenarkan adanya kenaikan pada bulan tersebut. Akan tetapi, kenaikan ini masih dapat dikatakan jauh dari standar. Sebelum pandemi, okupansi hotel di atas 60 persen atau 70 persen.
Penyebab naiknya okupansi pada Juni ditopang berbagai kegiatan pemerintah. Zulkifli mengatakan, hampir 30-35 persen pangsa pasar sektor perhotelan di Kaltim adalah kegiatan pemerintah.
“Jadi, berbicara usaha perhotelan, tidak hanya okupansi. Kegiatan rapat di hotel, terkadang ada yang menginap dan memengaruhi okupansi,” terang Zulkifli, Kamis, 5 Agustus 2021. Okupansi hotel dapat dilihat secara utuh. Biasanya, sambung dia, okupansi hanya tinggi di hotel berbintang yang memiliki beragam fasilitas. Tidak demikian halnya untuk pelaku usaha perhotelan non-berbintang.
PHRI kini hanya berbuat sebisanya. Satu di antaranya dengan mendorong industri perhotelan untuk memperketat protokol kesehatan agar dapat membuka jasa. Ada jaminan sertifikasi untuk hotel yang menerapkan cleanliness, health, safety and environment sustainability (CHSE) yang dicetuskan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
“Itu saja yang bisa kita lakukan. Setidaknya, usaha perhotelan yang memiliki sertifikasi telah terjamin menerapkan protokol kesehatan,” terangnya.
NYARIS MATI
Kondisi perhotelan di Kaltim bak hidup segan mati tak mau. Zulkifli menyebutkan, pelaku usaha sudah pasrah. Sepanjang PPKM sejak Juli-Agustus 2021, okupansi hotel diprediksi jeblok lagi.
“Kemungkinan, okupansi pada Juli hanya di kisaran 30-35 persen. Bahkan bisa lebih rendah,” duganya. Pertimbangan tersebut berdasarkan laporan dari pelaku usaha perhotelan. Sejak lonjakan kasus Covid-19 pada akhir Juni, banyak pengunjung membatalkan kegiatan. Mulai pernikahan hingga agenda rapat.
Kondisi itu menyebabkan pelaku perhotelan tidak dapat berbuat banyak. Zulkifli menjelaskan, hanya beberapa hotel yang masih bisa bertahan. Sebagai contoh, sebuah hotel di Samarinda yang menjadi pusat latihan atlet PON kontingen Kaltim. Di luar itu, kata Zulkifli, tak banyak yang bisa bertahan.
Untuk menekan kerugian yang lebih banyak selama PPKM, PHRI se-Indonesia telah mendorong pemerintah melalui Kemenparekraf menurunkan stimulus. Kendati demikian, belum ada kepastian. “Saya tidak mau PHP (harapan palsu). Kita lihat saja ada atau tidak bantuan tersebut,” akunya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Provinsi Kaltim, Muhammad Sa’bani, mengatakan bahwa terpuruknya sektor perhotelan terjadi sejak awal pandemi. Jadi, kata dia, tidak hanya karena PPKM.
Mengenai bantuan, Sa’bani bilang, Pemprov Kaltim tidak bisa membantu langsung. Kewenangan ada di pemerintah pusat atau kabupaten atau kota. Hal itu sesuai rujukan institusi perhotelan membayar pajak. Pemprov Kaltim sejauh ini hanya dapat membantu dengan cara mengadakan kegiatan di hotel. Dengan demikian, perekonomian di sektor perhotelan dapat terangkat. Membantu, kata dia, tidak mesti dana tunai.
“Di samping itu, dana provinsi masih berfokus untuk penanganan Covid-19 seperti memperkuat rumah sakit, tenaga kesehatan, dan vaksin,” tutupnya. (kk)