Beranda SAMARINDA Seharusnya Ditangkap Malah Mengajak Damai, Penambang Ilegal di Muang Dalam Minta Warga...

Seharusnya Ditangkap Malah Mengajak Damai, Penambang Ilegal di Muang Dalam Minta Warga Beri Jalan Angkut Batu Bara  

0
Kegiatan pertambangan di kawasan Muang Dalam, Lempake, Samarinda Utara, diduga ilegal. Jatam Kaltim berharap kepolisian dan Pemerintahan Daerah proaktif dalam mengawasinya.

Sorak-sorai ratusan warga membahana setelah sebuah spanduk  berukuran 2 meter x 4 meter berdiri tegak di perempatan Jalan Ambalut-Rapak Serda-Pampang. Kain pengumuman itu telah dibubuhi sekitar 150 tanda tangan. Bukti tertulis mengenai pernyataan terbuka masyarakat setempat menolak aktivitas tambang ilegal di Muang Dalam, Kelurahan Lempake, Samarinda Utara.

Pada Ahad, 3 Oktober 2021, pukul sepuluh pagi, warga dari lima rukun tetangga di Muang Dalam ramai-ramai menandatangani petisi tersebut. Penolakan aktivitas ilegal makin kuat setelah pada Sabtu malam, 25 September 2021, warga mendatangi penambang dan menutup jalan hauling. Dua orang yang datang dengan Mitsubishi Triton waktu itu mengklaim sebagai pemimpin tambang. Keduanya meminta waktu kepada warga untuk mengangkut batu bara dan diperbolehkan beroperasi selama satu bulan.

Permintaan penambang ditolak mentah-mentah. Warga bersikeras, seluruh aktivitas pertambangan harus dihentikan. Tidak boleh lagi ada kendaraan pengangkut batu bara yang melintasi jalan di permukiman. Alat berat untuk mengeruk emas hitam, tuntut warga, dikeluarkan dari lokasi penambangan. Pada malam itulah, warga pertama kali bertemu dengan pemain tambang ilegal di wilayah mereka.

Pertemuan kedua berlangsung pada Jumat, 30 September 2021. Ada empat lelaki yang mengaku perwakilan penambang. Mereka mengatakan, sudah menyiapkan ganti rugi atau uang debu bagi perwakilan warga di lima RT di Muang Dalam. Jumlahnya sekitar Rp 70 juta. Syaratnya, penambang bisa diberi izin mengeluarkan batu bara dan alat berat dari lokasi tambang. Warga bersikukuh dengan sikap mereka. Permintaan itu ditolak.

“Kami sampai mau baku hantam gara-gara nada suara mereka tinggi,” tutur sumber kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com yang mengikuti pertemuan tersebut.

Pertemuan ketiga pada Ahad, 3 Oktober 2021. Perwakilan penambang baru datang lewat empat jam dari janji temu yang telah ditentukan. Para penambang itu berjanji mengeluarkan alat berat dalam lima hari. Warga akhirnya menyepakati, jika tidak dikeluarkan tepat waktu, alat berat tersebut disita masyarakat.

Galian batu bara di Muang Dalam telah dipastikan ilegal oleh Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, Christianus Benny. Dari pencitraan Satelit Sentinel 2, aktivitas pertambangan yang sudah berjalan tiga bulan  itu tidak masuk konsesi perusahaan manapun.

Dengan demikian, aktivitas pertambangan murni tanpa izin dan bersifat pidana. Temuan ini bahkan sudah diteruskan kepada Tim Satuan Tugas Lintas Kementerian/Lembaga Penanganan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Komoditas Mineral dan Batu Bara.

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim, Pradarma Rupang, menegaskan bahwa warga Muang Dalam tidak main-main menolak tambang ilegal. Saat ini, persatuan warga Muang Dalam menjadi kunci melawan tambang ilegal yang seperti sudah tak takut dengan hukum.

“Kami dukung warga yang berinisiatif menahan alat berat dan mengumpulkan bukti-bukti kejahatan lingkungan tersebut,” kata Rupang.

Di tempat terpisah, Lurah Lempake, Nurharyanto, membenarkan bahwa warga menandatangani petisi karena sudah lelah merasakan dampak kerusakan lingkungan. Lurah mengaku, tidak mengetahui adanya mediasi maupun tawaran dana dari penambang. “Yang pasti, masyarakat menolak aktivitas tambang ilegal,” jelasnya.

Sementara itu, Camat Samarinda Utara, Syamsu Alam, mengaku, sudah mendengar petisi tersebut dari Kelurahan Lempake. Kecamatan akan mengikuti prosedur dan meneruskan laporan tersebut secara berjenjang. “Sesuai mekanisme, dari lurah (dulu) laporannya. Saya terima, baru bisa saya bawa,” imbuhnya.

Kepala Kepolisian Sektor Sungai Pinang, Komisaris Polisi Muhammad Jufri Rana, juga membenarkan bahwa masyarakat menandatangani petisi menolak tambang. Kepolisian juga sudah menurunkan personel Bhabinkamtibmas untuk mengawal aspirasi masyarakat.

Meskipun demikian, Kompol Jufri Rana menyarankan, aspirasi bisa disampaikan melalui laporan resmi kepada aparat berwenang. Kapolsek menyebut, kepolisian setempat belum pernah menerima aduan atau laporan resmi dari warga mengenai aktivitas tambang ilegal di Muang Dalam.

“Menyampaikan petisi boleh saja, tetapi lebih baik jika melaporkannya secara resmi kepada kepolisian. Kami belum pernah menerima laporan terkait aktivitas tersebut,” terang Kompol Jufri Rana.

Penjahat lingkungan yang jelas-jelas melanggar hukum dan melakukan tindak pidana masih bebas dan bertemu para korban, dalam hal ini warga. Demikianlah situasi di Muang Dalam. Menurut akademikus Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, keadaan ini merupakan paradoks. Aparat penegak hukum dan pemerintah disebut pasrah, sementara warga yang menjadi korban justru berani melawan. Sikap pihak berwenang yang cenderung permisif, diam, dan pasif, terang dosen yang akrab disapa Castro ini, adalah pertanda ada persoalan yang lebih serius.

“Tidak salah jika publik menangkap sinyal bahwa ada “main mata” di sini. Apalagi jika aktivitasnya sudah berlangsung lama,” ulasnya.

Castro menambahkan, aparat penegak hukum semestinya sudah bisa bertindak tanpa menunggu laporan. Kualifikasi dalam delik ini adalah tindak pidana tambang ilegal, bukan delik aduan. Tanpa laporan pun, Castro menambahkan, tambang ilegal bisa diproses secara hukum.

“Informasi itu sudah jadi rahasia umum. Lokasinya jelas. Kegiatannya bisa dilihat dengan mata telanjang. Bagaimana bisa, maling mengajak berunding pemilik rumah yang ia jarah? Maling itu harusnya ditangkap, bukan didiamkan,” tegasnya. (kk)

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version