JAKARTA – Operasional kegiatan pemrosesan gas alam menjadi LNG dan LPG di Kilang LNG Badak yang terletak di Bontang, Kalimantan Timur dijalankan berdasarkan sebuah perjanjian yang disepakati oleh para pihak yang kemudian disebut dengan perjanjian pemrosesan gas atau yang lebih dikenal sebagai Bontang Processing Agreement atau (BPA).
BPA sendiri telah mengalami beberapa perubahan dalam perancangannya, dimulai dengan BPA generasi pertama pada tahun 1974. Perubahan ini didasari oleh adanya perubahan komposisi gas producers dan perubahan pengelolaan kilang.
Di tahun 2018, BPA kembali mengalami perubahan. Masuknya gas producers baru dan perubahan pengelolaan kilang, menyebabkan perlunya penyusunan perjanjian pemrosesan gas yang baru atau yang disebut New BPA.
Setelah melalui proses penyusunan selama 62 bulan, para pihak terkait sepakat menandatangani fully terms perjanjian pemrosesan gas di Kilang LNG Badak menggantikan perjanjian-perjanjian pemrosesan gas sebelumnya. Bertempat di Fairmont Hotel (13/2), penandatanganan ini dihadiri oleh Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi Wiko Migantoro, President Director & CEO Badak LNG Gema Iriandus Pahalawan, Manajemen SKK Migas, dan KKKS.
Dalam sambutannya, Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto memberikan apresiasi kepada seluruh pihak, terutama PT Pertamina (Persero) yang telah memberikan dukungan kepada Badak LNG atas ditandatanganinya perjanjian ini.
“Kerja sama dan niat baik yang telah ditunjukkan selama ini akhirnya tertuang dalam underlying document yang resmi ini, pasca terbitnya Surat Menteri Keuangan tahun 2018 yang lalu. Hal ini tidak hanya dapat menjadi payung hukum bagi para pihak, namun juga dapat memberikan kepastian dalam pelaksanaan operasional serta sebagai implementasi dari prinsip tata kelola migas yang baik.” kata Dwi Soetjipto.
Menurut Dwi, Kilang LNG Badak memegang peranan yang sangat krusial dalam upaya pencapaian lifting gas nasional, dimana pada tahun 2022 sekitar 41% dari volume produksi LNG nasional atau sebesar 81 kargo diproses di Kilang LNG Badak. Dan dari penjualan LNG tersebut, mampu menghasilkan penerimaan negara sebesar US$2,76 milyar atau sekitar Rp 41 triliun.
Pada kesempatan tersebut Dwi juga meminta PT Badak LNG untuk melakukan upaya efisiensi penggunaan gas (own use) untuk operasional kilang LNG sehingga penerimaan negara dapat lebih dioptimalkan.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengucapkan terima kasih kepada SKK Migas karena selalu mendorong peningkatan produksi migas di hulu, sehingga kemandirian energi dapat ditingkatkan bersama, untuk itu menurutnya Kilang LNG Badak di Bontang harus dioperasikan secara optimal.
Menurut Nicke, ke depan peran gas sangat penting dalam transisi energi, “Kita memerlukan transisi energi yang sifatnya handal yaitu gas dan kita memiliki potensi gas yang masih bisa kita tingkatkan. Apalagi Kilang LNG Badak Bontang juga telah melakukan inovasi LPG Production Booster System (LPBS) di tahun lalu, sehingga produksi LPG dapat meningkat secara signifikan. Tentu hal ini merupakan suatu potensi besar yang harus kita dukung untuk memenuhi kemandirian energi ” kata Nicke.
Saat ini, lanjut Nicke, kebutuhan gas terus mengalami peningkatan, baik dari industri, rumah tangga kelistrikan dan transportasi. Diharapkan kemandirian energi dapat terwujud melalui gas, karena gas memiliki potensi yang besar serta emisi karbon yang rendah dibandingkan minyak.
Pada kesempatan yang sama, President Director & CEO Badak LNG Gema Iriandus Pahalawan juga turut menyampaikan terima kasihnya kepada para pihak yang terus mempercayakan pengelolaan Kilang LNG Bontang kepada PT Badak NGL. “Terima kasih, kami akan memanfaatkan amanah ini sebaik-baiknya dan bekerja bersama untuk mewujudkan kemandirian energi,” tutup Gema. (adv)