TANJUNG REDEB – Perbaikan Jembatan Sambaliung terus berproses. Untuk kelancaran pengerjaan, penutupan secara total sudah dilakukan sejak Senin (6/6/2023) pagi tadi.
Dampaknya terjadi penumpukan kendaraan di dermaga alternatif baik roda dua maupun roda empat yang akan menyeberang dari Sambaliung maupun Tanjung Redeb. Begitu pun di titik penyeberangan alternatif khusus pelajar dan pegawai juga terjadi penumpukan.
Menyikapi persoalan itu, DPRD Berau langsung menggelar rapat dengar pendapat, Senin (6/6/2023). Sedianya rapat ini mengundang bupati Berau. Namun bupati berhalangan hadir karena sedang menjalani perawatan kesehatan.
Dalam kesempatan ini, Ketua DPRD Berau menilai, adanya penumpukan kendaraan dan manusia yang akan menyeberang membuktikan pemerintah daerah tidak siap mengatasi dampak dari penutupan Jembatan Sambaliung.
“Seharusnya dari awal sudah disiapkan. Ini pemerintah selalu mensosialisasikan bahwa jembatan akan diperbaiki. Tapi karena kinerja tidak terukur, sehingga tidak ada persiapan,” jelasnya.
Hal itu berdasarkan fakta lapangan, di mana ribuan kendaraan terpaksa mengantre untuk menyeberang. Begitu pun masyarakat yang menyeberang tanpa kendaraan, juga masih harus menunggu.
“Artinya, kalau pemerintah betul-betul bekerja, mulai tahun 2022 harusnya sudah ada gambaran dampak penutupan ini,” ujarnya.
“Ini kan tahap perencanaan perbaikan jembatan tidak ada kajian dampak sosialnya. Sehingga solusi yang diberikan belum maksimal,” sambung Madri Pani.
Menurutnya, saat ini masyarakat butuh solusi kongkret agar tidak terjadi antrean panjang bahkan membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyeberang.
“Kalau sekarang baru sibuk rapat-rapat dan koordinasi itu sudah terlambat. Sudah dilakukan penutupan dan pembongkaran. Harusnya 4 bulan sebelum penutupan sudah ada kajian,” lanjutnya.
Apalagi selama ini pihaknya tidak pernah diajak koordinasi. “Ini harus saya katakan jangan sampai kami di DPRD dianggap tidak bersinergi,” ujarnya.
Ia mengatakan, dampak sosial yang terjadi di tengah masyarakat perlu diperhatikan. Meskipun Pemkab Berau mengatakan penganggaran untuk dampak sosial tersebut menjadi kebijakan Pemprov Kaltim. Namun hal itu bukan berarti pemerintah tidak menyiapkan secara baik langkah-langkah yang mesti ditempuh, agar keresahan di tengah masyarakat tidak terjadi.
Selain itu, dia juga meminta agar kekurangan yang ditemukan di lapangan terus dievaluasi. Seperti titik penyeberangan dan LCT, jika perlu ditambah maka hal itu harus dilakukan.
“Pemerintah kabupaten kan bisa berkoordinasi dengan pihak ketiga dan meminta mereka mengatasi kekurangan yang ada. Percuma banyak perusahaan kalau tidak bisa membantu mengatasi,” tandasnya. (dez/adv)