MAHAKAM ULU – Ratusan warga Mahakam Ulu (Mahulu) menggelar unjuk rasa menuntut ganti rugi atas lahan seluas 52 hektare yang mereka klaim sebagai milik masyarakat. Lahan tersebut digunakan oleh PT Setya Agro Abadi (SAA) untuk perkebunan kelapa sawit tanpa kompensasi yang jelas. Aksi ini berlangsung di depan kantor Bupati Mahulu dengan tuntutan agar hak masyarakat segera dipenuhi.
Massa yang tergabung dalam Gerbang Dayak Pasukan Merah Mahulu menyatakan bahwa mereka mewakili pemilik sah lahan berdasarkan bukti legalitas yang dimiliki. Mereka menegaskan bahwa meski perusahaan telah beroperasi di wilayah tersebut, masyarakat tidak pernah menerima ganti rugi.
Legal Manager PT. SAA, Rudi Ranaq, mengklaim bahwa proses ganti rugi telah dilakukan pada tahun 2021 sesuai prosedur hukum yang berlaku. Perusahaan mengaku telah membayar kompensasi kepada pihak-pihak yang berhak, termasuk melalui mekanisme yang sah.
“Semua sudah dibayarkan kepada masyarakat tiga kampung dan ada bukti pembayaran. Tapi kita tetap ikuti proses ini sampai selesai,” jelas Rudi pada Senin (24/3/2025) lalu.
Namun, warga merasa bahwa proses ganti rugi tersebut tidak transparan dan tidak melibatkan semua pemilik lahan yang sah. Mereka mendesak PT. SAA untuk membuka kembali pembahasan ganti rugi dengan melibatkan seluruh masyarakat yang terdampak.
Ketua DPC Gerbang Dayak Pasukan Merah Mahulu, Masran Idar, yang memimpin aksi, mengungkapkan bahwa sengketa ini berkaitan dengan legalitas tanah di luar Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan. Belum ada pembayaran kepada pemilik lahan yang memiliki legalitas jelas oleh pihak perkebunan.
“Ada 52 hektare yang sampai sekarang masih ditahan. Kami ingin kejelasan, ada apa di balik ini,” tegas Idar.
Menurutnya, beberapa sertifikat tanah yang dimiliki warga hingga kini belum mendapatkan ganti rugi, meskipun PT. SAA mengklaim telah melakukan pembayaran kepada pihak yang dianggap berhak menerima.
“Kami ingin kepastian. Masyarakat kami sudah diajak komunikasi dan tetap dalam koridor hukum. Kami hanya menuntut hak yang sebenarnya,” tambah Idar.
Menanggapi aksi ini, Pemerintah Daerah Mahulu turun tangan sebagai mediator. Wakil Bupati Mahakam Ulu, Yohanes Akun, memastikan akan membentuk tim khusus untuk menyelesaikan sengketa lahan antara warga dan PT. SAA. Langkah ini diambil untuk mencegah eskalasi konflik yang lebih luas.
“Tim ini harus mengecek langsung ke lapangan. Apakah benar lahan ini masuk dalam HGU atau justru sudah digarap perusahaan di luar izin yang mereka miliki,” kata Wabup.
Jika terbukti lahan tersebut adalah hak masyarakat, ada dua opsi yang bisa diambil oleh perusahaan, yakni membayar ganti rugi atau mengembalikan lahan kepada pemiliknya. Tidak boleh ada pihak yang mengintervensi atau menghambat penyelesaian masalah ini.
“Ini negara hukum, pemerintah harus tegas. Kalau ada yang mengganggu proses penyelesaian ini, harus ditindak,” tegasnya.
Tim tersebut akan terdiri dari perwakilan pemerintah daerah, DPRD, kepolisian, aparat, masyarakat, serta pihak perusahaan. Tim ini akan dipimpin oleh Asisten I Agustinus Teguh Santoso, dengan target waktu hingga tiga bulan ke depan untuk memberikan solusi terbaik bagi semua pihak.
Wakil Bupati Yohanes Akun meminta kedua belah pihak bersabar dan tidak mengambil tindakan yang dapat memicu ketegangan. Dia berjanji untuk memberikan penyelesaian yang adil dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan dan mempertimbangkan hak-hak warga, terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat adat.
Pewarta: Ichal/Ron
Editor: Nicha R