PASER – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi Peraturan Daerah (Perda) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Paser masih berproses.
Proses Raperda yang ditujukan untuk memperjelas zonasi atau kawasan pedagang, agar penempatan lapaknya tidak menjalar kemana-kemana sehingga tidak merusak tatanan kota itu kini masuk tahap pembahasan.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Paser, Hendrawan Putra menyebutkan, kendala yang dihadapi dalam penyusunan raperda ini adalah strategi penataan dengan skema zonasi juga kriteria pengelolaan yang kini terus dikaji.
“Sementara dibahas, raperda itu menyangkut masalah penataan dan pemberdayaan PKL, baik dari segi penataan maupun teknis orang yang bisa mengelola lapak,” kata Hendrawan, Jumat (25/11/2022).
Dijelaskan, untuk saat ini pengelolaan PKL masih banyak terkendala adanya zonasi untuk pedagang. Zonasi yang dimaksud, yaitu pemecahan suatu area menjadi beberapa bagian, sesuai dengan tujuan pengelolaan, sehingga kawasan yang ditentukan terstruktur.
“Harus disesuaikan dengan rencana tata ruang, turunannya nanti sampai ke Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) apakah disini kawasan kuliner, wisata dan sebagainya,” jelasnya.
Dengan begitu, lanjut Hendrawan, area bagi PKL sudah harus ditetapkan sesuai RDTR. Itu juga sesuai dengan rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Paser, yang nantinya merelokasi PKL di tepi siring kandilo ke Desa Sungai Tuak.
“Kalau di Sungai Tuak itu berdasarkan perda provinsi, merupakan kawasan pertanian. Nanti RT/RW-nya harus diubah, termasuk wisata di Gunung Boga, kalau di RT/RW-nya itu masuk dalam bidang usaha perkebunan jadi harus disesuaikan,” paparnya.
Hendrawan menambahkan, raperda bertujuan untuk melindungi pedagang dan memiliki payung hukum yang jelas. Apalagi selama ini, ada satu orang yang memiliki beberapa lapak sehingga hal tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja.
“Artinya kita mengeluarkan raperda itu selain untuk mengatur diri, juga melindungi mereka. Jadi bukan seolah-olah mereka di marginalkan tentu tidak. Kita ingin melindungi mereka dengan payung hukum yang jelas,” papar Hendrawan.
Dalam raperda juga akan diatur secara jelas bentuk sanksi, bila terjadi penolakan dari pedagang terhadap zonasi yang ditetapkan ataupun bagi yang mengabaikan raperda. “Ada sanksi, harus tegas. Semua tertulis dalam perda itu nantinya, dan harus diterapkan,” tegasnya. (bs)