spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Putra Kaltim Berhasil Membuat Kapal Pesiar Lambung Kembar, Dibuat 2 Tahun di Kukar Habiskan Rp 26 MIliar

Matahari sebentar lagi tergelincir di ufuk barat ketika kapal pesiar bernama Swath Robin melintasi Jembatan Mahkota II, Samarinda. Menyusuri Sungai Mahakam di kala senja, bahtera bercat hijau-putih yang terbuat dari besi itu segera menepi dan buang jangkar. Tuntas sudah masa uji coba pelayaran kapal yang dibesut anak-anak Bumi Etam tersebut.

Pada Jumat, 2 Juli 2021, kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com diberi kesempatan melihat dari dekat kapal pesiar jenis small water area-plane twin hull (SWATH) tersebut. Kapal Swath Robin ini berukuran 42 meter Panjang, dengan lebar 14 meter dan tinggi 13,5 meter. Punya empat lantai, Swath Robin terlihat mentereng dari luar. “Ini adalah kapal SWATH pertama yang didesain dan diproduksi di Asia Tenggara,” terang Ridwan selaku pembuat kapal.

Yang dimaksud dengan SWATH adalah kapal dengan desain lambung kembar. Kapal jenis ini mulai diproduksi pada 1938 di Inggris. Kapal SWATH kemudian banyak dipakai untuk feri, yacht, dan kapal-kapal untuk kepentingan penelitian. Keunggulan kapal SWATH adalah lambung kembarnya yang membuat penampang di permukaan laut lebih sempit. Kapal akan lebih stabil ketika mengarungi samudera yang ganas meskipun dalam kecepatan tinggi. Selain itu, lambung kembar memberikan dek yang lebih luas dibanding lambung tunggal (Design Principles of Ships and Marine Structures, 2015). “Untuk membangun Swath Robin, diperlukan 100 tenaga kerja. Sebagian besar adalah putra-putri Kaltim,” terang Ridwan.

Lantai pertama Swath Robin terdiri dari sejumlah ruangan. Yang pertama, diisi sebuah speed boat yang bisa dipakai untuk menuju suatu pulau maupun sekadar jalan-jalan di laut. Sementara itu, fasilitas penatu ada di ruang sebelah. Kamar berikutnya adalah fasilitas pengolahan air. Ridwan menjelaskan, kapal pesiar ini dilengkapi teknologi mengubah air asin menjadi air tawar.

“Jadi tidak perlu khawatir dengan pasokan air bersih untuk minum dan mandi,” terangnya. Seraya menyusuri lorong lantai pertama, Ridwan menjelaskan beberapa fasilitas yang lain. Ada ruang pijat, ruang inap tamu, serta kru di lantai tersebut. Semuanya ada 12 ruangan di dek ini.

Balkon nan luas menyambut di lantai dua. Panjang balkon ini 14 meter dengan lebar 3,5 meter. Di sebelah balkon adalah ruangan paling besar di lantai dua. Bagian ini adalah restoran dan bar yang berukuran 12 meter x 8 meter. Dinding sisi kanan ruangan ini dilengkapi sofa. Sementara di sisi kiri, ada tiga meja yang menghadap ke bar. Selebihnya, adalah dapur. Seluruh perabotan restoran diisi interior buatan Tiongkok. Hanya kayu meranti dan bengkirainya yang diambil dari Kaltim.

Angin sepoi-sepoi berembus di ujung lorong yang terhubung dengan restoran tadi. Di sini, ada empat kamar bagi penumpang dan kru. Setiap kamar berkapasitas tiga orang ini dilengkapi toilet dan kamar mandi.

Naik ke lantai tiga, bagian depannya adalah ruang navigasi. Peralatan lengkap sudah tersedia seperti peta digital dan alat komunikasi. Di depan kemudi, sebuah pelang dengan tulisan GT. 1071 No 6898/IIK 2021 IIK No 9349/L. Nomor register tersebut adalah tanda bahwa kapal beroperasi dari Indonesia. “Kami baru saja menyelesaikan masa trial tiga hari,” terang Ridwan lagi.

Di belakang ruang kemudi, sebagian besar lantai tiga adalah kamar penumpang. Ada 11 ruang inap termasuk kamar kapten kapal dan penjaga mesin. Setiap kamar dilengkapi balkon, persis seperti suasana hotel berbintang.

Lantai empat atau yang paling atas adalah tempat berjemur dan mandi. Fasilitas ini tidak lepas dari fungsi awal kapal yang dibangun untuk wisata snorkeling. Layanan penunjang ini, kata Ridwan, disesuaikan dengan keinginan pemesan.

Ridwan bukan nama yang asing di industri perkapalan di Kaltim. Ia sudah berkecimpung di bisnis ini sejak dekade 1980-an. Menurut Ridwan, kapal Swath Robin mulai didesain pada 2011. Setelah sewindu desain kapal dikelarkan, produksi dimulai pada 2019.

Pada mulanya, produksi kapal melibatkan pembicaraan yang alot. Ridwan mengatakan, sejumlah produsen kapal dari Tiongkok, Malaysia, Indonesia, dan Maldives, sama-sama ingin membangun kapal tersebut di negara masing-masing. Masalahnya, ketika menawarkan desain kapal rakitan tersebut, negara-negara tadi tertarik menjadi investor hingga konsumen.

“Hampir saja diproduksi di Tiongkok. Tetapi kami berupaya keras memberikan kepercayaan dan pengertian agar kapal ini diproduksi di Kaltim. Alhamdulillah, disetujui,” jelasnya.

Pembangunan kapal pun dimulai pada Juli 2019 di Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara. Sebanyak 100 pekerja, hampir semuanya berasal dari Kaltim, dilibatkan dalam konstruksi. Ridwan mengatakan, total biaya pembangunan kapal sekitar USD 2 juta atau Rp 26 miliar (kurs Rp 14.000). “Ini bukti bahwa SDM dari Kaltim mampu bersaing. Kami sungguh bangga,” tutur Ridwan lagi.

Menurut rencana, kapal Swath Robin akan dikirim ke Maldives selaku pemesan pada 7 Juli 2021. Akan tetapi, jadwal disebut masih dapat berubah menyesuaikan situasi selama pandemi. Ridwan mengatakan, sebelum ke Maldives, kapal lebih dulu menuju Malaysia untuk penambahan interior.

“Kurang lebih enam hari menuju Malaysia, baru ke Maldives. Bergantung cuaca dan kondisi setiap negara saat pandemi,” imbuh kapten Kapal Swath Robin, Nicolas Singal.

Di tengah keberhasilan yang mengharumkan nama Kaltim, Ridwan mengaku risau. Masalahnya, kapal SWATH pertama yang diproduksi di Asia Tenggara ini bisa diklaim Malaysia. “Kami berharap, pemerintah setidaknya meresmikan atau menyiapkan prasasti yang menyatakan kapal ini dibuat di Kaltim,” tuturnya. “Tapi semisal tidak, juga tak apa. Kami tahu pemerintah punya kesibukan yang lain.”

Diwawancarai pada waktu yang berbeda, Sekretaris Provinsi Kaltim Muhammad Sa’bani mengapresiasi prestasi ini. Menurutnya, produksi kapal pesiar di Kaltim akan mendorong ekspor Kaltim di sektor non-migas. Sa’bani berharap, kemajuan industri perkapalan diikuti oleh sektor-sektor yang lain. “Tentu sektor lain di Kaltim ikut terpacu membuka peluang memproduksi produk ekspor,” jelas Sa’bani.

Ihwal harapan dari pembuat kapal, Sa’bani mengatakan tidak ada masalah sepanjang direkomendasikan dinas terkait, dalam hal ini Disperindagkop dan UKM Kaltim. Sekprov menyarankan agar produsen kapal berkomunikasi dengan dinas tersebut. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img