SAMARINDA – Polresta Samarinda mengungkap operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Lurah Sungai Kapih, Kecamatan Sambutan berinisial EA (53) dan rekannya RA (45), yang diduga telah melakukan pungutan liar atau pungli biaya pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Menurut Wakapolres Samarinda AKBP Eko Budiarto, pungli yang dilakukan kedua tersangka berlangsung sejak 2020. Dari hasil pemeriksaan dan penelusuran penyidik hingga awal Oktober 2021, EA dan RA berhasil mengumpulkan uang pungli Rp 678.350.000 dari 1.485 warga yang mengajukan sertifikat tanah lewat jalur PTSL.
Eko mengungkapkan, kasus ini bermula dari permohonan kelurahan untuk mengajukan 1.500 PTSL ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Prosesnya diawali dengan pendaftaran dan pendataan para pemohon. Sejak di tahap pendaftaran, lanjut Eko, para pemohon diwajibkan membayar Rp 100 ribu per orang.
“Untuk pendaftaran warga harus membayar Rp 100 ribu, kemudian meminta lagi Rp 1,5 juta per 200 meter persegi,” kata Eko saat jumpa pers pengungkapan kasus yang berlangsung di Mapolresta Samarinda, Senin (11/10/2021).
Tindak lanjut dari adanya permohonan PTSL di Sungai Kapih, pihak BPN lantas mengadakan sosialisasi kepada masyarakat terkait persyaratan dan biayanya. Sementara Kelurahan Sungai Kapih membentuk tim dan menunjuk RA yang bukan pegawai kelurahan sebagai koordinator, padahal seharusnya membentuk Satgas sesuai Perwali Samarinda No 24 Tahun 2017.
Setelah melalui beberapa tahapan, diputuskan hanya 980 pemohon yang memenuhi syarat. Jumlah ini kembali menyusut menjadi 540 pemohon yang bersedia membayar Rp 1,5 juta per kaveling tanah 10X20 meter persegi. Hanya saja, tak semua pemohon bisa melunasi uang pengurusan sertifikat PTSL itu karena tak memiliki uang.
Tindakan EA yang mengutip sejumlah uang dalam pengurusan PTSL berujung laporan polisi dari salah satu pemohon yang tak puas. Sampai akhirnya Unit Tipikor Polresta Samarinda menjemput EA dan RA di Kelurahan Sungai Kapih pada Senin (4/10/2021). Dari tangan mereka penyidik menyita uang senilai Rp 678.350.000 berbentuk tunai maupun rekening atas nama Edi Apriliansyah dan Rusli AS.
“Jadi EA otak aksi pungli sedangka RA eksekutor (makelar) di lapangan agar tidak terlalu kelihatan di publik,” ungkap Eko. EA dan RA kini berstatus tersangka kasus korupsi yang diatur dalam Pasal 12 huruf e UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (jai/red)