PPU – Polemik permasalahan Hak Guna Bangunan (HGB) PT International Timber Corporation Indonesia Kartika Utama (ITCI KU), yang dimiliki oleh adik Presiden RI Prabowo Subianto, Hasjim Sujono Djojohadikusumo, dengan warga Desa Telemow, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), masih terus berlanjut.
Buntut kasus ini, terdapat empat warga yang ditangkap oleh Kejaksaan Negeri PPU pada Kamis (14/03/2024), hasil pelimpahan P21 dari Kejaksaan Tinggi Kaltim. Hal ini berdasarkan pelaporan terhadap warga sejak Juli 2023, dengan alasan bahwa warga diduga menjual lahan HGB milik PT ITCI KU.
Kepala Kejaksaan Negeri PPU, Faisal Arifuddin, membenarkan penangkapan tersebut. Pihaknya berdalih bahwa hal tersebut hanya merupakan pelimpahan tahap dua dari Polda Kaltim.
“Ada empat warga, Saparudin, Hasanudin, Syahdin, dan Rudiansyah. Ini pelimpahan tahap dua dari Polda Kaltim. Kronologinya terkait dengan penyerobotan tanah dan pengancaman (Pasal 335),” ungkapnya, Jumat (15/03/2025).

Faisal mengatakan terdapat dua berkas yang dilimpahkan ke pihaknya. Berkas pertama atas nama Saparudin, Rudiansyah, dan Hasanudin yang didakwa melanggar Pasal 385 atau 372. Selanjutnya, Saparudin dan Syahdin yang didakwa melanggar Pasal 335 atau pengancaman.
“Iya, ini dengan PT ITCI KU. Jadi, kurang lebih tanah yang masuk dalam HGB PT ITCI KU itu dijual oleh para tersangka tanpa alas hak. Mereka membuat surat keterangan penggarapan tanpa seizin PT ITCI KU dan menjualnya kepada orang lain,” terangnya.
Terkait waktu pelaporan, Faisal mengatakan bahwa hal tersebut langsung ditangani oleh Polda Kaltim. Ia berdalih hanya menerima pelimpahan dan sedang memproses berkas ke pengadilan.
“Ya, ini sedang kita proses, biasanya satu minggu setelah pelimpahan. Luasnya bermacam-macam. Yang pasti, mereka membuat surat keterangan dan melakukan penjualan. Itu yang jadi perkara,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa dalam dakwaan, para tersangka menjual tanah HGB milik PT ITCI KU pada waktu yang berbeda-beda, diduga sebelum berakhirnya masa HGB PT ITCI KU pada 2014.
“Jadi, tidak bersamaan. Ada yang di 2011, 2012. Walaupun dalam satu berkas, kronologinya berbeda-beda. Jadi, nanti kita lihat fakta persidangan,” terangnya.
Sementara itu, Tim Hukum Koalisi Tanah untuk Rakyat, Fathul Huda, mengatakan bahwa sejak awal PT ITCI KU tidak pernah melibatkan masyarakat dalam penerbitan HGB. Sejak tahun 1993, saat pertama kali HGB diterbitkan, warga merasa tidak pernah dilibatkan atau mendapat sosialisasi.
Bahkan, Fathul menjelaskan bahwa HGB tersebut seharusnya telah selesai pada 2014, namun tanpa sosialisasi ataupun persetujuan warga, HGB seluas 83,55 hektare itu diperpanjang pada 2017.
“Masalahnya, HGB PT ITCI KU ini tidak hanya mengenai rumah warga, tetapi juga fasilitas umum, termasuk kantor desa, puskesmas, dan rumah gakin (warga miskin). Warga tidak pernah tahu ATR/BPN melakukan pengukuran, tahu-tahu lahan mereka masuk HGB, dan mereka baru menyadarinya saat perpanjangan pada 2017,” jelasnya, Minggu (16/03/2025).
“Ada bangunan yang dibiayai dari APBD, kok bisa dibangun di atas HGB? Seharusnya kan di atas tanah negara. Dengan gampangnya PT ITCI KU mengatakan lahan tersebut nantinya akan dihibahkan. Loh, memangnya mereka siapa kok bisa menghibahkan ke negara?” tanyanya.
“HGB itu terbit di atas tanah negara. Jika negara ingin membangun fasilitas negara, mereka berhak mencabut HGB atau HGU kapan pun, apalagi jika lahannya sudah tidak produktif,” tegasnya.

Ia menduga hal ini merupakan upaya kriminalisasi terhadap warga. Sebelumnya, pada 2020, warga juga sempat dilaporkan ke Polres PPU, tetapi dibebaskan karena berdasarkan keterangan ahli, belum memenuhi unsur tindak pidana sebab warga memiliki SKT.
Fathul menjelaskan bahwa pada 2023, warga kembali dilaporkan ke Polda Kaltim, kemudian Kecamatan Penajam mencabut SKT yang diterbitkan oleh desa tersebut, sehingga warga dapat diperkarakan.
“Mereka sudah sempat punya SKT, karena Desa Telemow sudah sah sejak 2010. Begitu kan modusnya,” tegasnya.
Saat dikonfirmasi terkait tahun 2011 dan 2012, ketika warga diduga melakukan penjualan lahan, Fathul menegaskan bahwa warga tidak mengetahui jika lahan mereka masuk dalam HGB. Apalagi, pada 2010, Desa Telemow diresmikan sebagai desa sendiri setelah pemekaran dari Kelurahan Maridan.
“Karena memang belum tahu kalau ada HGB di tahun itu. Padahal, HGB yang diterbitkan itu tidak pernah digarap atau dikonsesi oleh PT ITCI KU. Itu pemukiman warga. HPH (Hak Pengusahaan Hutan) -nya ya di hutan, yang dikelola PT IHM dan masuk wilayah KIPP IKN,” jelasnya.
Untuk diketahui, pemekaran Desa Telemow berdasarkan Perda Kabupaten PPU Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pembentukan Desa Telemow dan Desa Binuang. Luas Desa Telemow kurang lebih 481,6 hektare, terbagi menjadi tiga dusun dan 14 RT.
Penulis: Nelly Agustina
Editor: Agus Susanto