spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pinjol Ilegal Pembawa Sengsara

Pinjaman online (pinjol) kerap dijadikan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah finansial yang mendesak dan darurat. Namun bila terjerat pinjol ilegal, masyarakat akan sengsara; mendapat bunga sangat tinggi, tenor yang tak sesuai perjanjian awal, hingga cara menagih yang tak beretika.

Hidup Dewi (bukan nama sebenarnya) tak tenang. Bahkan diliputi ketakutan. Sudah beberapa hari ponsel perempuan 37 tahun itu berdering oleh panggilan sang penagih utang. Bila dia menerima panggilan itu, maka berbagai nada ancaman keluar dari sang debt collector. Telepon dari penagih utang kian gencar ketika pinjaman online (pinjol) yang dilakukan Dewi, telah jatuh tempo.

Bila Dewi tak segera membayar, si penagih mencari berbagai cara untuk mengintimidasi Dewi. Si penagih bahkan sempat menghubungi sejumlah orang yang ada dalam daftar telepon seluler Dewi. Baik melalui pesan singkat maupun sambungan telepon, hanya untuk memberitahu bahwa Dewi mempunyai utang yang belum dilunasi.

“Saya merasa dipermalukan. Saudara, teman, kenalan saya, jadi tahu kalau saya punya tunggakan. Saya juga merasa diancam karena mereka bilang kalau tak bayar, saya mau diperkarakan (dilaporkan ke polisi, Red.),” kata Dewi kepada mediakaltim.com, beberapa waktu lalu. Peristiwa yang dialami Dewi ini terjadi 2020 lalu.

Hujan teror itu membuat Dewi malu. Suaminya apalagi. Tak tahan dengan masalah itu, sang suami pergi meninggalkan Dewi. Dewi pun kian terpuruk. Dewi mengaku pernah terlintas ingin mengakhiri hidup. “Karena cara penagihan yang begitu kasar dan jahat sekali, saya sempat berpikir begitu (mengakhiri hidup, Red.),” katanya. Namun ia bertahan menghadapi sang penagih.

Dewi terjerat pinjol gara-gara iba pada temannya, seorang single parent yang sedang membutuhkan biaya. Temannya itu meminjamkan ponsel dan kartu identitasnya untuk mengajukan pinjaman ke sejumlah aplikasi pinjol. Tidak hanya satu, tapi sebelas aplikasi. Penyelenggara pinjol ternyata mengenakan bunga dan denda yang tinggi sehingga utangnya membengkak dengan cepat.

Si teman tidak mampu membayar dan Dewi yang harus menanggung akibatnya. “Saya tak mengerti apa itu pinjaman online, makanya saya kasih aja data saya ke teman dengan niat membantu. Saya pikir cuma Rp 500 ribu, tak masalah. Tapi dalam waktu dua bulan, utang itu sudah membengkak menjadi Rp 7 juta,” tutur warga Kampung Kajang, Sangatta Utara, Kutai Timur itu.

Kata Dewi, itu baru dari satu aplikasi. Sementara ibu dua anak ini, melakukan pinjaman di 11 aplikasi. “Saya tak ngerti bunganya sebesar itu. Sepertinya bunga dihitung harian. Ini lebih-lebih dari rentenir,” ujar perempuan ini. Bila tidak segera dibayar, utangnya terus membengkak, karena selain bunga juga dikenakan denda yang tinggi.

Bila tidak segera dilunasi, penyedia aplikasi mengancam akan mengumumkan utangnya ke seluruh kerabat dan teman Dewi. Bahkan juga menyiarkan di media sosial. Data KTP milik Dewi yang dikirim ke aplikasi pinjol sebagai syarat pinjaman, digunakan pelaku sebagai alat intimidasi.

Si penagih menulis pesan seperti ini; “Batas waktu kerja kami sampai jam 6 sore, jika memang tidak ada pembayaran sama sekali maka dengan terpaksa kami akan open donasi ke semua kontak dan media sosial Anda setiap hari pagi siang malam. Jadi, kami harap Anda jangan main-main dengan utang dikarenakan keterlambatan dan itikad pembayaran yang sangat buruk. Ingat NIK (Nomor Induk Kependudukan, Red.) KTP dan data Anda lebih berarti daripada utang.”

Tidak hanya itu, Dewi juga dikirimi pesan yang bernada ancaman lainnya. Bunyinya seperti ini; ”Pihak agensi dan kuasa hukum kami sedang menelusuri keberadaan Anda saat ini. Pastikan Anda tetap berada di alamat sesuai KTP. Jika kami tidak menemukan Anda, kami akan minta bantuan pihak berwenang dan RT/RW setempat.”

Dewi mengatakan beberapa aplikasi pinjol yang pernah melakukan penagihan saat itu (2020), seperti Uang Cepat, dan Dapatkanuang. Rata-rata aplikasi pinjol itu memberikan tempo pelunasan hanya seminggu dengan bunga yang besar. “Penagihannya kejam, belum jatuh tempo sudah ditagih. Telat sehari, saya ditelepon penagih dari berbagai macam nomor,” ungkapnya.

Bulan demi bulan Dewi hadapi untuk membayar pinjol. Hingga Dewi menggadaikan Bukti Pemilik Kendaraan bermotor (BPKB) sepeda motor miliknya dan ayahnya. “Teman yang pinjam itu sudah tak di sini. Semua utang dan teror saya yang tanggung sendiri, saya cari dana dengan menggadaikan BPKB,” tutur Dewi.

Sekarang Dewi mulai terlepas dari cengkraman pinjol. Dia kini berangsur-angsur melunasi gadai BPKB pada satu penyedia jasa pinjaman.

DITEROR DAN DITIPU

Warga Bontang pun ada yang mengalami pengalaman buruk dengan pinjol. Salahsatunya Mawar (bukan nama sebenarnya). Gadis yang masih berstatus mahasiswi itu terpaksa harus meminjam sejumlah uang ke penyedia pinjol untuk keperluan membayar biaya kuliah.

“Uang yang dikasih orang tua saya waktu itu habis terpakai. Saya khilaf. Jadi untuk membayar kuliah, akhirnya saya beranikan diri pinjam pada pinjol,” ujarnya kepada mediakaltim.com, Minggu (7/11/2021).

Mawar mengaku, tertarik pada jasa pinjol, saat muncul iklan di akun media sosial (medsos). Dalam iklan itu, penyedia pinjol menawarkan jasa pinjaman dengan persyaratan mudah dan cepat. Setelah tautan itu di-klik, Mawar kemudian memasukkan sejumlah data ke website pinjol. Saat proses pengajuan, Mawar juga diminta mengajukan 2 nomor telepon kerabatnya sebagai jaminan.

“Saat itu aku setorkan nomor salah satu teman dekatku, dan nomorku sendiri yang aku baru beli di konter pulsa,” bebernya.

Namun seiring berjalannya waktu, gelagat aneh pinjol tersebut mulai terlihat. Penyedia pinjol tersebut kerap meneror Mawar dan nomor “palsu” yang dia setorkan. Penagih utang meminta ia segera membayar cicilan, padahal belum waktunya membayar.

“Tiba-tiba tidak sesuai perjanjian awal. Pinjol itu minta dilunasi secepatnya. Akhirnya saya lunasi cepat karena diteror terus,” ucap Mawar.

Mawar mengaku juga pernah tertipu dengan lembaga pinjol lainnya. Saat hendak meminjam dana, dia diminta mentransfer sejumlah uang. Setelah itu penyedia pinjol baru mau memberikan pinjaman dengan jumlah yang lebih besar dari uang yang telah ditransfernya.

”Waktu itu disuruh transfer Rp 3 juta. Nanti kalau sudah, akan dipinjamkan Rp 4 juta lebih. Ternyata setelah saya transfer, pinjol itu menghilang tak ada kabar,” keluhnya. Kini, Mawar mengaku tak mau lagi berhubungan dengan pinjol.

DIANCAM PINJOL LEGAL

Pengalaman buruk lainnya dialami R, pegawai sebuah instansi pemerintah. Dia mengaku justru terjerumus pada pinjol yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena desakan ekonomi. Dia terpaksa meminjam dana akibat gaji yang harus dirapel selama 3 bulan. Pinjol dipilihnya karena tidak ada agunan dan prosesnya cepat.

Selama 3 bulan dirinya mencoba meminjam dari satu aplikasi pinjol ke aplikasi pinjol lainnya.  “Ada 3-4 pinjol yang saya gunakan buat menutupi pinjol yang lainnya.  Sekarang agak nyesal karena bunganya lumayan besar,” ungkap perempuan ini.

Warga Samarinda ini mengaku, menerima pesan singkat WhatsApp hingga telepon dari berbagi nomor telepon yang mengklaim penyelenggara pinjol tempat dia meminjam dana. Penagih utang itu meneror karena R pernah terlambat membayar tagihan bulanan.

“Ditenor ke-2 saya sempat terlambar bayar. Banyak banget yang mengaku dari pinjol atau dept collector-nya. Kata-katanya tidak enak, mau share foto saya lah, mau hubungi kontak-kontak di HP (handphone, Red.) saya lah. Padahal kan  legal ya?” terangnya. (ref/bms/ahr/eky)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti