Beranda SAMARINDA Pilu Siswa SMK 5 Samarinda Tertimpa Tiang Bendera, Keluarga Patungan Biayai Pengobatan

Pilu Siswa SMK 5 Samarinda Tertimpa Tiang Bendera, Keluarga Patungan Biayai Pengobatan

0
Ferli Zakaria dijemput tim medis untuk dibawa ke rumah sakit. (foto: samuel gading)

SAMARINDA – Watiara, 32 tahun, sedang duduk di halaman rumah ketika didatangi seorang pemuda berseragam batik dengan napas terengah-engah. Siswa dari SMK 5 Samarinda itu memberikan kabar yang membuat dahi Watiara sedikit mengernyit. Kemenekan Watiara, Ferli Zakaria, 18 tahun, dilaporkan masuk rumah sakit karena tertimpa tiang bendera di sekolah. Awalnya, Wati, demikian perempuan itu dipanggil, tidak terlampau cemas. Ia mengira, Ferli hanya mengalami luka benjol.

Pada Rabu siang, 3 Februari 2022, Wati menyalakan mesin sepeda motornya. Setelah mesin memanas, ia bergegas ke RS Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) dari rumahnya di Samarinda Utara. Betapa terkejutnya Wati saat tiba di unit gawat darurat rumah sakit tersebut. Ia melihat Ferli terbaring lemas di atas kasur. Selang oksigen menempel di hidungnya. Bajunya penuh darah. Kepalanya diperban. Wati bergegas meneleponi sejumlah sanak saudara, salah satunya Melianti, tante Ferli yang lain.

Setelah keluarga berkumpul di RS AWS, beberapa guru SMK 5 memberikan penjelasan. Kepala Ferli terluka karena terbentur tiang bendera. Insiden tersebut dialaminya saat mengangkat tiang bendera yang tersangkut di atap sekolah. Akan tetapi, Melianti gusar karena pihak sekolah mengaku tak memiliki bukti rekamannya.

“Mereka bilang, CCTV-nya enggak ada. Kepala sekolah juga mengaku, tidak melihat langsung kejadian karena sedang berada di kantor,” kata Melianti kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com Jumat, 25 Februari 2022.

Belakangan, keluarga mendapatkan sebuah video yang memperlihatkan Ferli kejatuhan tiang di SMK 5. Dalam rekaman yang diterima kaltimkece.id, terlihat, ada empat pelajar, salah satunya Ferli, mengangkat tiang bendera. Tiang tersebut hendak diberdirikan. Ketika tiang terangkat, bagian atas tiang patah dan jatuh di kepala Ferli. Seketika ia tersungkur di tengah lapangan.

Melihat kejadian tersebut membuat keluarga terpukul. Mereka berusaha mengorek informasi mengenai kejadian yang sebenarnya. Sejumlah guru dan teman Ferli ditemui. Seorang guru memberikan kabar yang mengejutkan. Ferli disebut mengangkat tiang bendara atas inisiatifnya sendiri. Ada juga guru yang menyebutkan Ferli sedang di toilet sewaktu kejadian. Keluarga skeptis dengan informasi tersebut. Lagi pula, seorang teman Ferli menyatakan, Ferli mengangkat tiang atas perintah pihak sekolah.

“Kalau memang ke toilet, terus, bagaimana bisa kepalanya bocor? Teman-temannya saja bilang, dia memegang tiang penyangga bautnya. Apalagi, ada videonya,” timpal Wayeni, 42 tahun, yang juga keluarga Ferli. Melianti kemudian menyimpulkan, terdapat informasi berbeda-beda mengenai runtun kejadian.

Sudah 22 hari Ferli terbaring di rumah sakit. Empat hari ia habiskan di ruang ICU dan dua pekan di ruang perawatan biasa. Hasil rontgen menunjukkan, tengkorak sisi kiri Ferli retak dari ubun-ubun sampai depan kepala.

Melianti mengaku, biaya berobat diperoleh dari hasil patungan keluarganya. Pada pekan kedua, duit sekitar Rp 2 juta sudah dihabiskan untuk mengobati Ferli. Keluarga menanggung biaya pengobatan karena Ferli tidak memiliki BPJS Kesehatan. Selain itu lantaran pihak sekolah disebut sempat tidak membantu biaya pengobatan.

“Rumah sakit sampai membuka akun donasi untuk biaya pengobatan. Waktu saya tanya ke administrasi rumah sakit, sekolah tidak ada membayar biaya pengobatan,” beber beber perempuan berhijab itu. Belakangan, keluarga menghubungi pihak sekolah untuk meminta pertanggungjawaban atas masalah ini.

“Diberi, lah, kami uang makan Rp 500 ribu untuk seminggu,” imbuhnya. Keluarga mengaku, tidak mengetahui total donasi dan biaya pengobatan. Semuanya diurus rumah sakit.

Pada Senin, 14 Februari 2022, atas anjuran dokter, Ferli dibawa ke rumahnya. Akan tetapi, kondisi fisiknya masih lemas. Ia hanya terbaring di kasur di sebuah ruangan. Keluarga yang merawatnya.

“Makan hanya bisa lewat selang yang dipasang di hidung. Itu pun harus diblender. Dimasukkan dengan suntikan 200cc,” urai Melianti. “Badannya dulu besar dan bugar, sekarang sudah dari kondisi biasanya. Kalau kondisinya sudah stabil, dia harus dioperasi nanti.”

Selama di rumah, mayoritas biaya pengobatan harian seperti antibiotik, pampers, dan tabung oksigen, kata Melianti, ditanggung  keluarga. “Kalau dari sekolah, diganti lewat nota. Selama ini, baru tiga guru yang menjenguk Ferli. Saya heran, tetangga sampai nanya,” ucapnya.

Senin, 21 Februari 2022, keluarga meminta bantuan kepada Tim Repons Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC-PPA) Kaltim. Kuasa hukum TRC-PPA Kaltim, Sudirman, mengatakan, sekolah harus bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan Ferli. Ia mengaku sudah berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim.

Disdikbud disebut memberi jaminan bahwa sekolah akan menanggung seluruh biaya pengobatan Ferli. Ferli juga akan mendapat biaya pendidikan hingga kuliah ketika sudah sembuh nanti. Jika Ferli berakhir disabilitas, Disdikbud akan memberikan pelatihan kerja sesuai kompetensi dan memberi modal usaha. Dikonfirmasi pada kesempatan berbeda, Kepala Disdikbud Kaltim, Anwar Sanusi, membenarkan seluruh keterangan tersebut. Ia juga menyampaikan rasa perihatinnya kepada keluarga Ferli.

“Biaya sekolahnya sampai lulus juga gratis. Ke mana dia kuliah, akan kami masukan dalam (program) beasiswa orangtua tidak mampu. Saya mendapat laporan, dia orangnya baik dan aktif di sekolah, pasti kami bantu,” ucap Anwar.

Bagian hubungan masyarakat SMK 5 Samarinda, Husaini, juga memastikan, sekolahnya akan bertanggung jawab terhadap biaya kesehatan Ferli. Ia mengklaim, sekolah sudah aktif memberi bantuan sejak Ferli di rumah sakit hingga di rumah.

“Biaya kami yang bertanggung jawab, termasuk kebutuhan sehari-hari. Mudah-mudahan, ananda Ferli bisa cepat sembuh. Anaknya aktif dan baik, kami merindukan dia,” ucapnya saat ditemui di halaman rumah Ferli. Dia turut mengklarifikasi keterangan yang menyatakan, Ferli disuruh guru mengangkat tiang. Menurutnya, keterangan tersebut tidak benar.

“Guru tidak ada menginstruksikan siswa terlibat. Jadi, pas mau menurunkan tiang, anak-anak inisiatif membantu. Keamanannya juga terjamin. Kemarin, ada satu pembina dari pencinta alam yang mengawasi. Jadi, standarnya sudah sesuai. Ini murni kecelakaan,” urai Husaini.

Ferli Zakaria adalah siswa jurusan perkantoran kelas XII di SMK 5. Ibunya meninggal dunia sewaktu Ferli masih kecil. Sang ayah jarang pulang karena mencari nafkah. Saat ini, ia tinggal di rumah bapak dari ibunya di RT 09, Jalan Karyabaru, Samarinda Utara. Ibu dari ayah Ferli, Mbah Asi, 75 tahun, mengungkapkan, cucunya itu adalah orang yang aktif dan senang membantu sesama. “Dia sering nginap di sekolah. Aktif juga di OSIS dan Rohis,” ungkapnya.

Melianti menambahkan, kemenakannya itu juga menjadi guru mengaji untuk anak-anak di lingkungan rumah. Setiap Jumat, Ferli kerap  menjadi instruktur senam bagi ibu-ibu kelurahan. Tahun ini, setelah lulus sekolah, Ferli seharusnya mendaftar kuliah. “Dia bercita-cita menjadi guru olah raga,” sebut Melianti.

Pada Jumat siang, 25 Februari 2022, sebuah mobil ambulans TRC-PPA tiba di kediaman Ferli. Mereka hendak membawa Ferli ke RS AWS untuk mendapat perawatan tambahan. Ketika Ferli akan dibawa, Mbak Asih menengok langit-langit rumah dengan tatapan kosong. Pelan-pelan, ia berucap sambil sesenggukan, “Ril, ayo bangun. Sudah waktunya salat.” (kk)

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version