Oleh:
Akbar Ciptanto, SHut, MPSc
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kaltim
Setelah mengalami penundaan karena pandemi Covid-19, akhirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pemilihan kepala daerah serentak yang dilaksanakan 9 Desember 2020. Khusus di Kaltim, ada enam kabupaten dan tiga kota yang akan melaksanakan hajat besar demokrasi tersebut dalam waktu bersamaan.
Mau tidak mau, suka tidak suka, pada akhirnya pandemi Covid-19 mengubah pola penyebaran informasi terkait pelaksanaan pilkada serentak tersebut. Baik oleh penyelenggara seperti KPU dan Bawaslu, hingga bakal pasangan calon yang akan bersaing memperoleh dukungan.
Bagi pelaksana pemilihan, diperlukan strategi dan langkah-langkah yang matang hingga kreativitas para pelaksana serta inovasi kegiatan yang andal, agar informasi seputar pelaksanaan pilkada serentak tersebut benar-benar tersampaikan kepada masyarakat.
Pola penyebaran informasi secara konvensional dengan cara mengumpulkan massa sudah selayaknya ditinggalkan. Digantikan dengan pola baru memaksimalkan teknologi informasi.
Pola baru memiliki hambatan dan tantangan yang sudah harus dipetakan sejak dini. Tantangan utamanya terkait peran aktif masyarakat dalam penggunaan teknologi informasi tersebut.
Agar lebih detail dan terperinci, pelibatan peran aktif para pakar dan pejuang demokrasi harus diutamakan untuk menganalisis hambatan dan tantangan tersebut, serta mencari solusi yang tepat. Ibarat penyakit, harus diberi penanganan tepat serta obat mujarab.
Di era kenormalan baru, tentu penyelenggara pemilihan tidak dapat bekerja sendiri dengan menggunakan pola lama. Bahkan mata anggaran yang telah dirancang mungkin harus mengalami perubahan akibat pandemi ini.
Akan tetapi, tidak semua pola lama harus diganti. Justru ada pola lama yang dapat membantu penyelenggara pilkada memaksimalkan salah satu fungsi mereka untuk menyebarkan informasi, yakni memaksimalkan penggunaan ruang udara (frekuensi).
Menurut catatan penulis, ada tiga agenda pelaksanaan pilkada yang dapat memaksimalkan peran tersebut; sosialisasi, kampanye, hingga debat kandidat. Negara sebagai pemilik frekuensi, hingga saat ini telah meminjamkan ruang udara tersebut kepada lembaga penyiaran melalui jasa penyiaran televisi maupun radio.
Harus diakui, penggunaan ruang udara pada situasi pandemi saat ini efektif dan aman bagi penyelenggara pemilihan untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan penyebaran informasi seputar pilkada. Apalagi regulasi pemilihan yang berkaitan dengan penyiaran telah mendukung hal tersebut.
Penyelenggara pemilihan juga dapat melibatkan peran aktif peserta pemilihan atau bakal pasangan calon dalam memaksimalkan peran dan fungsi ruang udara tersebut melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, hingga kegiatan lain yang tidak melanggar aturan kampanye.
Pelanggaran ini tentu dapat dicegah melalui kesepakatan bersama antara penyelenggara pemilihan dan peserta pemilihan, tentunya dengan memerhatikan peraturan perundang-undangan sebagai dasar kesepakatan.
Bahkan penyelenggara pemilihan juga dapat memaksimalkan anggaran yang dimiliki untuk memaksimalkan ruang udara tersebut melalui sosialisasi, debat publik atau debat terbuka antarpasangan calon, penyebaran bahan kampanye, serta pemasangan alat peraga.
Sebagai lembaga negara independen, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kalimantan Timur telah memetakan bentuk penyiaran pemilihan, meliputi talk show, iklan kampanye, debat terbuka, pemberitaan, serta program lainnya.
Semua bentuk penyiaran inilah yang terus diawasi untuk mencegah pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran. Meski KPID Kaltim merupakan ujung tombak pengawasan pilkada serentak di penyiaran dengan melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran selama 24 jam, lembaga ini tidak dapat bergerak sendiri untuk melakukan pengawasan. Perlu sinergisitas antarlembaga, terutama penyelenggara pemilihan, yakni KPU dan Bawaslu, serta peran lembaga negara lainnya terutama Dewan Pers. Bahkan, peran aktif masyarakat dalam proses pengaduan juga sangat penting pada seluruh tahapan pelaksanaan pilkada.
Meski hal ini telah diatur dalam regulasi, memaksimalkan penggunaan frekuensi selama tahapan pelaksanaan pilkada perlu dikuatkan lagi. Penguatan regulasi terutama memberikan ruang yang lebih luas untuk penggunaan lembaga penyiaran dalam pilkada serentak. (***/dwi/k16)
Sumber: prokal.co