KUTAI BARAT – Petinggi Kampung Abit, Kecamatan Mook Manaar Bulatn, Kabupaten Kutai Barat, berinisial BS (75), telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang melibatkan Anggaran Dana Desa (ADD) serta Alokasi Dana Kampung (ADK) Tahun Anggaran 2022. Akibat penyelewengan tersebut, negara mengalami kerugian mencapai Rp914.719.450.
Hingga kini, penyidik Unit Tipikor Satreskrim Polres Kutai Barat telah memeriksa lebih dari 20 saksi, termasuk perangkat Kampung. Pemeriksaan tersebut melibatkan ahli pidana serta auditor keuangan dari Badan Pengawas Pembangunan dan Keuangan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Kapolres Kutai Barat, AKBP Boney Wahyu Wicaksono, melalui Kasat Reskrim yang disampaikan oleh Kanit Tipikor Satreskrim Polres Kubar, Aiptu M. Daud, membenarkan bahwa BS telah ditahan di Rutan Polres Kubar untuk penyidikan lebih lanjut.
“Yang bersangkutan sudah kita tahan di Polres, berdasarkan objektivitas dan subjektivitas penyidik,” ucap Aiptu M. Daud, Minggu (16/3/2025).
Aiptu M. Daud menjelaskan bahwa BS memiliki peran dominan dalam pengelolaan anggaran Dana Desa dan Alokasi Dana Kampung, yang mana ia tidak melibatkan perangkat desa lainnya, seperti bendahara, sekretaris desa, atau pelaksana lapangan. Setelah dana desa dicairkan bersama bendahara yang tak lain adalah adik iparnya, BS langsung mengambil alih pengelolaan dana tersebut, yang akhirnya menimbulkan penyelewengan anggaran.
“Seharusnya Petinggi Kampung sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa (PKPKD) melibatkan perangkat desa lainnya. Namun, yang bersangkutan justru mengabaikan peran mereka,” jelas Aiptu M. Daud.
Terkait dengan kegiatan proyek yang dibiayai dana desa, Aiptu M. Daud menyebutkan bahwa beberapa proyek fisik, seperti pembangunan jalan usaha tani, akses ke lokasi wisata desa, pengadaan bibit ikan untuk ketahanan pangan, dan pengadaan mobil ambulans, tidak terlaksana meski laporannya disebutkan sudah selesai. Salah satu kegiatan yang tidak dilaksanakan adalah pengadaan mobil ambulans dengan anggaran sekitar Rp300 juta lebih, namun laporannya disebutkan terealisasi.
“Beberapa kegiatan yang dilaksanakan tidak sampai 100 persen, namun dananya cair seluruhnya,” tambahnya.
Penyidik menilai bahwa pengelolaan dana desa ini tidak berdiri sendiri dan kemungkinan besar akan ada tersangka baru dalam kasus ini. Hal ini dikarenakan adanya indikasi konflik kepentingan, mengingat bendahara adalah adik ipar dari Petinggi BS.
“Rata-rata korupsi ini tidak berdiri sendiri, baik dinikmati secara langsung maupun tidak langsung. Kami akan mencari pihak lain yang patut dimintai pertanggungjawaban hukum jika alat buktinya cukup,” tegas Aiptu M. Daud.
Saat ini, berkas kasus ini telah memasuki tahap pelimpahan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk diteliti lebih lanjut. BS sendiri dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Tipikor junto Pasal 56 KUHP.
Penulis: Ichal
Editor: Nicha R