Sejumlah anggota polisi menyambangi kantor Kelurahan Sungai Kapih, Sambutan, Samarinda, Selasa, 5 Oktober 2021, pukul 10.00 Wita. Mereka membawa Lurah Sungai Kapih, EA, ke kantor polisi karena dituding melakukan pungutan liar. Saat itu, polisi disebut-sebut tengah melakukan operasi tangkap tangan.
Seorang sumber kaltimkece.id jaringan mediakaltim yang mengetahui kejadian tersebut mengatakan, polisi juga mengamankan uang tunai Rp 30 juta dari tangan EA pada hari itu. Fulus sebanyak itu ditengarai hasil EA dan koleganya, RL, memeras warga yang hendak mengurus sertifikat tanah lewat program pendaftaran tanah sistematik lengkap atau PTSL. RL adalah panitia pengurusan PTSL di Sungai Kapih. Ia lebih dulu ditangkap polisi di lokasi berbeda.
“RL yang menyerahkan uang tersebut kepada EA,” kata sumber, Jumat, 8 Oktober 2021.
Kepala Bagian Pemerintahan, Sekretariat Kota Samarinda, Nofiansyah, mengatakan, EA ditahan di Markas Kepolisian Resor Kota Samarinda. Akan tetapi, dia mengaku belum mengetahui detail kasusnya. Penjelasan resmi dari polisi belum diterimanya. “RL itu orang luar (bukan orang kelurahan),” jelas Nofiansyah via telepon.
Wakil Kepala Polresta Samarinda, Ajun Komisaris Besar Polisi Eko Budiarto; serta Kepala Satuan Reserse dan Kriminal, Komisaris Polisi Andika Dharma Sena, membenarkan, timnya tengah mengusut kasus dugaan pungli terkait PTSL. Akan tetapi, keduanya kompak belum mau menjelaskan kasus ini lebih rinci karena masih dalam penyelidikan. Mereka berjanji mengumumkan kasus tersebut dalam waktu dekat.
“Senin depan, kami rilis (konferensi pers), ya,” tulis AKBP Eko Budiarto melalui pesan.
PTSL adalah program percepatan pendaftaran tanah atau obyek pendaftaran tanah. Program yang digagas Joko Widodo ini bertujuan memberikan kepastian hukum atas tanah dan meminimalisasi sengketa lahan. Pelaksananya Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Program inilah yang diduga dimanfaatkan Lurah EA dan RL meraup kuntungan haram.
Sumber kaltimkece.id, jejaring mediakaltim.com yang lain menjelaskan cara kerja EA dan RL melakukan pungli lewat program PTSL. Misalnya, ada warga Sungai Kapih mengajukan berkas pembuatan sertifikat hak atas tanah lewat PTSL. Setelah dilakukan pengukuran tanah, proses pembuatan sertifikat masuk ke tahap pemeriksaan administrasi di kantor Kelurahan Sungai Kapih.
Pada tahap inilah, EA dan RL melancarkan aksinya. Mereka mengirim utusan untuk meminta biaya Rp 1,5 juta kepada pembuat sertifikat sebagai syarat membuat sertifikat hak atas tanah. Selain itu meminta biaya administrasi senilai Rp 250 ribu. Duit yang Rp 1,5 juta itu disebut masuk ke kantong pribadi EA dan RL.
“Aksi ini sudah berlangsung sejak 2019,” ungkap sumber ini.
Akan tetapi, tidak semua pembuat sertifikat hak atas tanah yang diperas EA dan RL. Mereka membuat ketentuan. Syaratnya, harga satu kaveling tanah yang hendak disertifikasi harus di atas Rp 60 juta. Di bawah harga tersebut, EA dan RL disebut tidak melakukan pungli. “Warga juga dibolehkan mencicil pembayarannya,” beber sumber tadi.
Seorang ketua RT di Sungai Kapih, mengaku pernah mendengar cerita serupa. Namun, ia tidak mengetahui, apakah pernah atau tidak warganya dimintai duit secara ilegal oleh EA dan RL. Yang pasti, sepanjang tahun ini, sekitar 50 warganya pernah mengajukan PTSL. “Saya cuma pernah mendengar kabar, di atas Rp 60 juta, baru dikenakan biaya tambahan,” ucap ketua RT.
Kabag Pemerintahan, Setkot Samarinda, Nofiansyah, menjelaskan, biaya mengurus berkas PTSL maksimal Rp 250 ribu. Harga tersebut tercantum dalam diktum ketujuh surat keputusan bersama tiga menteri Nomor 34/2017. Ketiga menteri tersebut adalah, Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Administrasi. “Kalau lebih dari harga tersebut, tidak ada peraturannya,” jelas Nofiansyah.
Di sisi lain, Nofiansyah merasa heran dengan kasus yang menjerat Lurah EA ini. Bisa-bisanya, kata dia, ada kelurahan yang bisa ‘menyelewengkan’ program PTSL. Selama ini, hanya Badan Pertanahan yang memiliki kewenangan menerbitkan sertifikat tanah.
Wakil Wali Kota Samarinda, Rusmadi Wongso, mengaku geram mendengar masalah ini. Dugaan pungli Lurah EA dinilai telah merusak citra positif pemerintah. Padahal, pemerintah disebut sudah memberikan insentif yang cukup kepada seluruh aparatur negara. Oleh karena itu, Pemkot Samarinda akan menindak tegas Lurah EA jika terbukti bersalah. Tindakan ini mengikuti aturan yang berlaku. “Tidak ada maaf terhadap pelanggar hukum,” tegas Rusmadi pada kesempatan yang berbeda.
Dia menyampaikan, Pemkot Samarinda sudah sering melakukan koordinasi kepada camat dan lurah se-Kota Tepian. Koordinasi ini bertujuan mencegah kasus pungli. Demi terciptanya Samarinda yang aman dan kondusif, Rusmadi menyerukan agar warga tidak pernah takut melaporkan kejahatan apapun kepada pihak berwajib. (kk)