spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pengelola MLG-Marimar Minta Setoran Diturunkan, DPRD Samarinda Usul Evaluasi Ulang

SAMARINDA– Komisi II DPRD Samarinda menyoal sikap PT Samaco, selaku pengelola Mahakam Lampion Garden (MLG) dan Mahakam Riverside Market (Marimar), yang meminta penurunan setoran ke Pemkot Samarinda. Pasalnya menurut para legislator yang berkantor di Jl Basuki Rahmat itu, keadaan di lapangan tak sesuai dengan permintaan pihak pengelola.

Kepala Bapenda Samarinda, Hermanus Barus menyatakan, sesuai kontrak kerjasama, PT Samaco harusnya menyetorkan Rp 237 juta per tahun. Kenyataannya sejak tahun 2018, PT Samaco hanya menyetor Rp 50 juta per tahun.

Jika sesuai perhitungan, PT Samaco baru menyetor Rp 350 juta dari tahun 2018 sampai tahun ini. Masih ada kekurangan atau tunggakan sekitar Rp 200 juta sebagai kontribusi ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) Samarinda.”Harusnya segitu (Rp 237 juta per tahun), tapi kami juga tidak tahu kenapa yang disetor hanya Rp 50 juta,” ungkapnya.

Terpisah Priyanto Dirut PT Samaco mengatakan, pihaknya memang meminta pengurangan setoran tahunan. Pasalnya MLG dan Marimar ikut terdampak pandemi Covid-19. Kendati demikian, Priyanto memastikan PT Samaco akan membayar sisa tunggakan walau dengan cara mengangsur.

“Pandemi masuk force majeure (kejadian tak terduga), ya normal saja. Itu maksud saya jangan dihitung. Persoalannya ‘kan, itu masih dihitung. Kemudian soal tunggakan, saya kira kita membutuhkan waktu untuk membayar, apalagi sekarang juga masih pandemi,” jelasnya.

Sementara, anggota Komisi II DPRD Samarinda Laila Fatihah menilai PT Samaco seharusnya mampu menyetor Rp 237 juta tiap tahunnya. Hal tersebut melihat hasil penjauan kondisi MLG dan Miramar yang dilakukan pihaknya pada November 2021. Komisi II bahkan memperkirakan pendapatan MLG selama satu bulan berkisar  Rp 70 juta – Rp 80 juta.

Anggota Komisi II DPRD Samarinda Laila Fatihah

“Itu saat bukan akhir pekan, karena kalau akhir pekan pasti lebih ramai lagi. Harusnya MLG mampu membayar pengelolaan kerjasama tahunan tanpa adanya kendala berarti,” ungkap politisi PPP ini.

Ketua Komisi II Fuad Fakhruddin sepakat dengan Laila, bahwa sepinya pengunjung akibat pandemi tak cukup dijadikan dalih PT Samaco. Ia menginginkan agar kerjasama antar Pemkot Samarinda dan PT Samaco dievaluasi.  Menurutnya, permasalahan ini membuktikan MLG dan Marimar tidak memberikan kontribusi besar terhadap PAD Samarinda.

“Walaupun dalam perjanjian kerja sama itu disebutkan berjalan 25 tahun, tak menutup kemungkinan dalam 5-6 tahun bisa ditutup. Kalau dari Komisi II ingin itu diputus, tapi masih akan terus bergulir. Kami minta diselesaikan dulu (tunggakannya),” tegasnya.

Sementara itu Agus, salah satu pemilik usaha makanan yang berdagang di Marimar menjelaskan, untuk berjualan atau menyewa tenan di Marimar dikenakan biaya sewa Rp 1,5 juta per bulan. Angka tersebut belum termasuk pajak dan retribusi yang dibebankan kepada para penjual. Hal ini diakuinya menjadi beban tersendiri baginya dan pengelola tenan lain.

“Sewa per bulan Rp 1,5 juta, terus masih dikenakan pajak restoran sebesar Rp 250 ribu. Retribusi Rp 300 ribuan. Ini jadi pertanyaan juga sih buat kami, kami ‘kan UMKM ya kok kena pajak restoran,” ungkapnya.

Terkait tingkat pengunjung yang datang ke MLG dan Miramar, Agus mengaku sejak mulai berjualan di akhir tahun 2020, hampir setiap hari destinasi wisata dan kuliner itu tak pernah sepi pengunjung. Terbukti dari omzet per hari yang mencapai Rp 700 ribu di hari biasa,  dan lebih dari satu juta rupiah pada akhir pekan atau hari libur.

Namun ia mengungkapkan, saat pemberlakuan PPKM, usahanya sedikit kena imbas. Saat itu tak banyak pengunjung yang menyebabkan omzet penjualan menurun. Praktis penjualan via online menjadi opsi yang dilakukan pihaknya.

“Alhamdulillah sekarang rame aja sih, omzet lumayan. Kalau ditanya waktu pandemi, sudah pasti sepi tapi ya ada aja (pengunjungnya). Kendalanya kemarin (PPKM) pembatasan jam malam aja. Pas lagi rame disuruh tutup,” pungkasnya.(eky)

16.4k Pengikut
Mengikuti