SAMARINDA – Pasca Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Timur (Kaltim) 27 November lalu, Rudy Mas’ud dan Seno Aji hampir resmi keluar sebagai pemenang kontestasi setelah mendapatkan 56 persen suara dari hasil Quick Count.
Namun euforia kemenangan tak bisa berlarut-larut. Menurut Purwadi, Akademisi Ilmu Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul), tantangan pelaksanaan makan siang gratis akan jadi beban di awal pemerintahan Rudy-Seno.
Program yang dicetuskan oleh presiden terpilih, Prabowo Subianto tersebut tentunya akan memerlukan tidak sedikit anggaran.
Menurut Purwadi, dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim sebesar Rp 25 triliun, perlu dimaksimalkan. Bahkan Kaltim seharusnya bisa mensubsidi kekurangn anggaran makan siang yang hanya Rp. 10.000 saja.
“Misalnya Rp.15.000 hingga 25.000 per-anak, bukan hanya Rp.10.000. Ini bukan soal porsi, tetapi soal kualitas gizi,” ujarnya.
Alasannya, makan siang bergizi akan berfokus kepada pembangun Sumber Daya Manusia (SDM). Sebagaimana visi dari Rudy-Seno itu sendiri, yaitu menuju kaltim emas 2045.
“Ketika gizi anak terpenuhi, anak-anak akan lebih siap untuk menerima pendidikan yang berkualitas,” tekan Dosen di Fakultas Ekonomi Bisnis tersebut.
Lebih lagi, Purwadi menekankan dengan pelaksanaan yang baik, lingkaran kemiskinan hingga stunting bisa diputus.
Namun ia pun menyadari pelaksanaan program tersebut tidaklah mudah. Tantangan utamanya adalah mengalokasikan anggaran hingga koordinasi dari segala pihak.
“Sebagai contoh, beberapa kabupaten di Kaltim seperti Kutai Timur memiliki APBD Rp14 triliun, sementara daerah lain jauh lebih kecil. Subsidi dan sinergi menjadi kunci agar kebijakan ini tidak hanya menjadi janji politik semata,” terangnya.
Tantangan bukan hanya itu, Purwadi melihat kepentingan antar lini dari Pemerintah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), bisa menjadi faktor lain penyebab kebuntuan pelaksanaan program itu.
“Jika setiap OPD (Organisasi Pemerintah Daerah) hanya fokus pada kepentingannya masing-masing, kebijakan ini tidak akan berjalan efektif,” katanya.
Merealisasikan janji-janji politik Gubernur baru, juga jadi masalah lainnya. Pendidikan, kesehatan gratis jika dapat direalisasikan, pastinya akan memberi perbedaan dari pemerintahan sebelumnya. Akan tetapi jika tidak, maka janji-janji itu hanyalah wacana.
“Gubernur harus berani mengurangi alokasi untuk perjalanan dinas atau proyek infrastruktur yang bukan prioritas. Tujuannya untuk memaksimalkan anggaran,” tutup Purwadi.
Pewarta: K. Irul Umam
Editor : Nicha R