Oleh : Muhammad Asyrafi Syandana
Mahasiswa Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur
MPASI adalah makanan dan minuman yang diberikan kepada anak usia 6–24 bulan untuk pemenuhan kebutuhan gizinya. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) atau susu formula salah satu periode yang berpengaruh dalam 1000 hari pertama kehidupan anak. Pada masa transisi, banyak bayi mengalami gagal tumbuh sehingga masa tersebut (sekitar 6 bulan) biasanya bayi akan mengkonsumsi makanan pendamping ASI. Kegagalan tumbuh pada bayi tersebut disebabkan oleh kualitas MPASI yang kurang baik. Gagal tumbuh atau stunting akan nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Stunting adalah kondisi dimana balita mempunyai panjang atau tinggi badan yang tidak sesuai umurnya. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kondisi stunting disebabkan banyak faktor salah satunya permasalahan kekurangan gizi dalam waktu lama (kronis), terutama pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dimana waktu tersebut krusial untuk penentu tumbuh kembang anak. Oleh sebab itu, pencegahan stunting dimulai dengan pemenuhan gizi pada bayi.
Pohsangit Tengah merupakan desa yang berada dikecamatan wonomerto menjadi lokasi khusus stunting dimana adanya program kerja MPASI bertujuan untuk menganalisis serta mengedukasi masyarakat yang memiliki bayi berusia 0-12 bulan guna mengetahui karakteristik masyarakat Desa Pohsangit Tengah serta mengedukasi bagaimana tata cara pemberian MPASI serta ASI Eksklusif berdasarkan literatur yang sudah dipelajari dan guna mewujudkan Sustainable Development Goals (SDG) ke-2 Indonesia yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik, dan mendukung pertanian berkelanjutan serta target yang termasuk didalamnya adalah penanggulangan masalah Stunting yang diharapkan akan turun pada tahun 2025.
Pada program kerja MPASI dan ASI, kelompok 13 KKN Tematik UPN “Veteran” Jawa Timur melakukan survei sekaligus sosialisasi dalam bentuk wawancara perseorangan yang dilaksanakan di rumah Ibu Kepala Desa Pohsangit Tengah pada Selasa, 25 Oktober 2022. Pada program kerja tersebut, terdapat 10 orang yang hadir untuk diwawancari dimana dalam pemberian MPASI dini terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pengetahuan dan pengalaman sedangkan faktor eksternal meliputi sosial budaya, petugas kesehatan dan informasi.
Hasil wawancara pada sepuluh (10) narasumber pada program kerja pemberian MPASI dan ASI Eksklusif didapatkan kesimpulan bahwa pada faktor pengalaman, rata – rata ibu bayi yang terdapat di Desa Pohsangit Tengah telah memiliki pengalaman untuk masalah pemberian MPASI pada balita , seperti misal rata – rata ibu bayi sudah memiliki 2 anak, sehingga ibu bayi sudah bisa di katakan telah memiliki cukup pengalaman dalam pemberian MPASI dan ASI Eksklusif yang dilakukan pada anak pertama.
Pada faktor kedua ialah faktor pengetahuan, dimana pada faktor pengetahuan ibu – ibu bayi yang terdapat pada Desa Pohsangit Tengah dapat disimpulkan bahwa rata – rata masih kurang atau masih minimnya pengetahuan dalam pemberian MPASI dan ASI Eksklusif pada balita, yang nantinya pastinya akan memiliki risiko. Semakin baik pengetahuan tentang MPASI dan ASI Eksklusif maka nantinya ibu-ibu akan semakin sadar pula tentang betapa pentingnya pemberian MPASI dan ASI Eksklusif. Pengetahuan merupakan awal dari perubahan perilaku sehingga jika ingin mengubah perilaku ibu menyusui, maka mulailah dari meningkatkan pengetahuan ibu hamil terlebih dahulu.
Faktor Ketiga pada pemberian MPASI dan ASI Eksklusif yaitu sosial budaya. Sosial budaya ialah tradisi atau kebiasaan berlaku pada lingkungan setempat. Pada pemberian MPASI dan ASI Eksklusif yang dimaksudkan ialah kebiasaan atau tradisi yang menghambat pemberian MPASI dan ASI secara eksklusif, seperti pemberian lontong dan pisang sebelum usia 6 bulan. Pada wawancara terkait faktor sosial budaya dapat disimpulkan bahwa faktor sosial budaya sangat berpengaruh terhadap pemberian MPASI dimana saran baik ataupun buruknya yang diberikan dari kebiasaan setempat akan dilakukan oleh ibu-ibu setempat secara turun-temurun.
Sangatlah sulit dalam mengubah tradisi dan kebiasaan masyarakat setempat, apalagi tradisi itu sudah turun-temurun dan diyakini oleh masyarakat. Dimana petugas kesehatan harus berupaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya ibu menyusui sehingga faktor keempat pada pemberian MPASI dan ASI Eksklusif yaitu petugas kesehatan. Pada hasil wawancara terkait faktor tersebut, disimpulkan bahwa petugas kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan informasi. Informasi juga menjadi faktor terakhir yang juga berpengaruh dalam pemberian MPASI dan ASI Eksklusif, dimana informasi mengandung penjelasan secara fakta yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca. Namun beberapa masyarakat masih ada yang tidak menghiraukan dan lebih percaya terhadap tradisi dan kebiasan yang sudah turun-temurun dilakukan oleh masyarakat setempat. (**)