spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pembajakan Peran Politik Perempuan dalam Demokrasi

Oleh: Ismariah, S.Hut (Aktivis Muslimah)

Pemerintah, DPR, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menyepakati tanggal pemungutan suara Pemilu Serentak dan Pilkada Serentak 2024. Pemilu akan digelar 14 Februari, sedangkan Pilkada dihelat 27 November 2024. Keputusan itu diambil dalam rapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/1/2022). “Penyelenggaraan pemungutan suara Pemilu serentak untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta anggota DPD RI dilaksanakan pada Rabu, 14 Februari 2024,” ucap Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia pada rapat tersebut. (cnnindonesia. com, 25/1/2022).

Sementara itu, pendidikan politik untuk meningkatkan partisipasi Pemilu Serentak tahun 2024 yang menjadi tugas bersama dan Pemerintah Provinsi dalam hal ini Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) diharap juga mampu menyasar kaum perempuan. Kaum perempuan sebenarnya mempunyai peluang dan kesempatan yang besar untuk berpartispasi dalam dunia politik, tidak hanya sebagai penggembira seperti selama ini. “Saat ini peluang perempuan semakin terbuka untuk menjadi pemain, bukan lagi sekedar partisipan pasif,” tutur Plt Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Riza Indra Riadi pada Sosialisasi Pendidikan Poltik Bagi Perempuan Dalam Rangka Peningkatan Partisipasi Pemilih pada Pemilu Serentak 2024 di Hotel Aston, Rabu (8/6) (kaltim.tribunnews.com ,17/6/2022).

Yang menjadi pertanyaan, ada apa dibalik pendidikan politik perempuan ini?  Apakah ada pembajakan peran politik perempuan dalam pemilu  pada sistem demokrasi? Bagaimana sesungguhnya peran politik perempuan dalam pandangan Islam?

BACA JUGA :  RSPB Lapangan Merdeka

Pembajakan Peran Politik Perempuan dalam Demokrasi

Kenapa pendidikan politik pada perempuan sangat penting saat ini? karena sesuai dengan Pasal 65 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat, DPD, dan DPRD

menyatakan: ‟Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.” Sementara itu partisipasi perempuan Indonesia dalam Parlemen masih sangat rendah. Menurut data dari World Bank (2019), negara Indonesia menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen. Rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen sedikit banyak berpengaruh terhadap isu kebijakan terkait kesetaraan gender dan belum mampu merespons masalah utama yang dihadapi oleh perempuan. (kemenkopmk.go.id, 14/04/2022).

Padahal pada faktanya, negara-negara yang keterwakilan perempuannya sudah tinggi sekalipun masalah perempuan juga tidak ada habisnya, kesejahteraan masih rendah, pelecehan terhadap perempuan terus terjadi. Karena sumber permasalahan yang dihadapi perempuan sesungguhnya bukan pada jumlah keterwakilan perempuan di parlemen, tapi aturan yang diterapkan adalah sistem sekuler demokrasi yang memisahkan agama dengan aturan kehidupan.

Keterwakilan perempuan di parlemen pun hanyalah sekadar untuk melanggengkan sistem sekuler demokrasi, sebagaimana yang disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia untuk menguatkan demokrasi yang senantiasa memberikan gagasan terkait perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang publik, padahal sistem demokrasi yang sekuler ini bukanlah solusi masalah yang dihadapi perempuan. Justru itu merupakan sistem yang batil dan terbukti gagal. Dengan demikian, terlibatnya perempuan dalam politik yang tepat bukanlah dalam sistem sekuler demokrasi hari ini melainkan politik yang sesuai dengan pandangan Islam.

BACA JUGA :  Judi Berkedok Ketangkasan

Peran Poltik Perempuan dalam Pandangan Islam

Islam adalah agama yang sempurna, yang tidak hanya mengatur ibadah ritual, tapi juga seluruh aspek kehidupan, termasuk di dalamnya masalah politik. Berkaitan dengan politik perlu kita luruskan dahulu bagaimana pandangan Islam tentang politik. Menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, dalam pandangan Islam, politik adalah as-siyaasah yaitu ri’ayatu syu’unil ummah (mengurusi semua urusan umat). Artinya, semua urusan umat adalah urusan politik. Selanjutnya bagaimana peran perempuan muslimah dalam Islam?

Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan, keduanya adalah makhluk Allah yang punya kedudukan yang sama di hadapan Allah. Allah SWT berfiman dalam Alquran surah an-Nahl ayat 97 berbunyi, “Man amala shalihan min dzakarin aw untsa wa huwa mukminun falanuhyiyannahu hayatan thayyibatan”. Yang artinya, “Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” Walaupun ada beberapa hukum yang dikhususkan bagi perempuan seperti hamil, menyusui, mengasuh anak dan bagi laki-laki sebagai pemimpin keluarga, penanggungjawab nafkah keluarga. Selain itu banyak sekali hukum yang bersifat umum berlaku untuk laki-laki dan perempuan seperti shalat, puasa, haji, termasuk berpolitik.

BACA JUGA :  Perkembangan Komunikasi Multikultural di Media Sosial Saat Era Normal Baru

Berkaitan dengan peran perempuan muslimah, Islam membaginya menjadi dua, yaitu peran domestik dan peran publik. Pada wilayah domestik, muslimah berperan sebagai ibu dan pengatur rumahnya, sementara pada wilayah publik inilah peran politik seorang muslimah. Peran muslimah dalam politik adalah mengurusi urusan umat agar diterapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, bukan hanya untuk kepentingan perempuan saja tapi untuk seluruh umat. Namun dengan tidak melalaikan amanahnya di wilayah domestik.

Sepanjang masa penerapan sistem Islam yakni Khilafah Islamiyah, muslimah pun aktif berpolitik, menjadi pengemban dakwah, guru, kepala departemen kemaslahatan umat, bahkan menjadi anggota majelis umat yang bertugas mengoreksi kebijakan penguasa, hanya saja muslimah dilarang menduduki jabatan seperti Khalifah ataupun Wali. Dengan diterapkannya syariat Islam oleh Khalifah semua peran bisa dilaksanakan secara seimbang, karena keduanya adalah peran yang diwajibkan oleh Allah SWT pada setiap muslimah.

Wallahu a’lam

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
Html code here! Replace this with any non empty raw html code and that's it.