SAMARINDA – Target menurunkan angka stunting di Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi benang merah dalam pelaksanaan Pelatihan & Tatalaksana Gizi Buruk bagi Tenaga Pelayanan Balita di Puskesmas dan Rumah Sakit Tingkat Provinsi Kaltim di Hotel Ibis, beberapa waktu lalu.
Dalam upaya penanggulangan gizi buruk dan tatalaksana balita sakit, Kementerian Kesehatan telah menyusun Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Balita Gizi Buruk pada Balita yang mengintegrasikan pelayanan rawat inap dan rawat jalan serta pemberdayaan masyarakat serta melaksanakan pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita (end-user) mengacu pada pedoman sejak Tahun 2019.
Kepala Dinkes Kaltim Dr. dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ, M. Kes, MARS, pada momen tersebut menekankan bahwa pada 2020 dan 2021, Kementerian Kesehatan juga telah melakukan revisi pada pedoman dan buku bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Modul Gizi Buruk. Untuk memberikan tatalaksana balita sakit secara komprehensif sesuai pedoman tersebut, diperlukan peningkatan kapasitas bagi fasilitator dan tenaga kesehatan pelayanan kesehatan pada anak di Puskesmas agar sesuai dengan standar.
“Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dan tahun 2018 menunjukkan terjadi penurunan prevalensi balita kurang gizi (underweight) dari 16,6% menjadi 14,7%, penurunan prevalensi balita gizi kurang (wasting) dari 11,6% menjadi 7,5%, penurunan prevalensi balita gemuk (overweight) dari 12,6% menjadi 9,4%, namun terjadi peningkatan prevalensi balita pendek dari 27,6 % menjadi 29,4%,” paparnya.
Sementara itu, pada Riskesdas 2018, ia menunjukkan capaian kinerja gizi yang masih kurang optimal seperti proporsi BBLR pada anak 0 – 59 bulan sebesar 7,1%, proporsi risiko KEK pada ibu hamil sebesar 11,5%, persentase IMD pada bayi dan anak usia 0-23 bulan sebesar 66,1%, persentase bayi 0-6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif sebesar 55,2%, dan persentase balita yang mendapat vitamin A mencapai 55,7%.
“Hasil Survei Status Gizi Balita tahun 2021 dan 2022 di Kabupaten Kutai Kartanegara menunjukkan prevalensi stunting mengalami peningkatan yaitu sebesar 27,1% dari tahun 2021 sebesar 26,4%. Prevalensi gizi kurang (wasting) dari 7,1% menjadi 7,7%. Prevalensi underweight dari 17,0% menjadi 17,1%. Adanya peningkatan masalah gizi untuk 3 indikator,” sebutnya.
Menurutnya, balita gizi buruk masih ditemukan di beberapa tempat, baik dalam bentuk kwashiorkor, marasmus, atau marasmus kwashiorkor. Hal ini merupakan masalah yang perlu dicegah dan ditanggulangi bersama. Oleh karena itu, perlu upaya pencegahan dan penanggulangan secara profesional sesuai kompetensi masing-masing tenaga kesehatan.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan dalam pencegahan dan penanggulangan kasus gizi buruk, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur akan melaksanakan Pelatihan Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita agar tenaga kesehatan mampu melakukan pencegahan dan tatalaksana gizi buruk pada balita.
“Kami menyambut baik diadakannya kegiatan Pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk bagi Tenaga Pelayanan Balita di Puskesmas dan Rumah Sakit yang nantinya diharapkan setelah kegiatan ini peserta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dari kegiatan ini,” harapnya. (RLS/ADV)
Editor: Adhi Abdhian