BONTANG – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bontang sejak Rabu (21/10/2020) telah meregistrasi dua laporan dugaan pelanggaran pidana pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bontang 2020. Dua laporan yang diregistrasi, yakni satu laporan dugaan pelanggaran pidana pemilihan yang dilakukan pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Basri Rase-Najirah, sedangkan laporan kedua terkait dugaan pelanggaran pidana pemilihan yang dilakukan paslon nomor urut 2 Neni Moerniaeni-Joni.
Koordinator Divisi Hukum Penanganan Pelanggaran dan Sengketa (HPPS) Bawaslu Bontang Aldy Artrian membeberkan, laporan pertama terkait pemberian bantuan ember cuci tangan di kawasan Pasar Ikan Tanjung Limau, yang dilaporkan pada Minggu (18/10/2020). Sedangkan laporan kedua, terkait pemberian bantuan untuk korban kebakaran di Bontang Kuala yang dilaporkan pada Senin (19/10/2020).
“Atas kedua laporan ini, kami sudah melakukan kajian untuk memastikan keterpenuhan syarat formil dan materiilnya. Setelah terpenuhi, kewajiban kami meregister dan menindaklanjutinya,” ungkap Aldy Artrian kepada wartawan, Rabu (23/10) di Kantor Bawaslu Kota Bontang.
Setelah diregister, Bawaslu Bontang langsung menindaklanjuti dengan melakukan pembahasan pertama bersama Tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang anggotanya terdiri dari unsur Anggota Bawaslu, Polres Bontang dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bontang.
Terhadap laporan terhadap kedua paslon tersebut, keduanya disangkakan larangan politik uang yang telah diatur dalam pasal 73 ayat 1 dan 4 serta pasal 187A ayat 1. “Pasal yang disangkakan keduanya sama. Hanya berbeda motif dan peristiwa,” sebutnya.
Merujuk pasal 73 ayat 1 berbunyi calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.
Kemudian di ayat 4 berbunyi selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
(a) mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih; (b) menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan (c) mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Sementara di Pasal 187A ayat 1 berbunyi setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Menurut Aldi, saat ini tim klarifikasi Sentra Gakkumdu maraton untuk melakukan klarifikasi baik dari pelapor, saksi-saksi, dan menambah bukti-bukti lainnya. “Hari ini kami juga sudah menjadwalkan mengundang 6 saksi,” terangnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Bawaslu hanya memiliki waktu maksimal 5 hari sejak laporan diregistrasi untuk bisa segera diumumkan statusnya. Apakah lanjut ke tingkat penyidikan atau tidak terpenuhinya unsur pidana.
“Saya harap kawan-kawan wartawan bersabar. Kita kedepankan semua asas praduga tak bersalah. Kami masih akan melakukan klarifikasi. Termasuk calon juga nanti kami undang datang ke Bawaslu untuk memberikan klarifikasinya,” pungkasnya. (bms)