Catatan Rizal Effendi
SABTU (25/6) lalu saya ke Samarinda menghadiri undangan teman-teman alumni Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman (Fekon Unmul) di Cafe Bagio’s Jl Basuki Rahmat. Saya lulusan Fekon tahun 1986. Nyaris kena DO, tapi akhirnya selamat. Maklum dulu keasyikan dengan aktivitas lain, lupa menyelesaikan kuliah.
Saya senang bisa bertemu teman-teman. Rata-rata ya sudah berumur. Setidaknya kepala lima atau malah di atas 60-an seperti saya. Ada yang sudah janda, ada juga yang jadi duda. “Ada 60-an teman-teman yang sudah almarhum dan almarhumah,” kata Syaiful M, salah satu penggagas reuni.
Saya jadi teringat rekan yang sudah mendahului. Di antaranya Anjar Rahman, Maruji Hamid (adik Pak Imdaad Hamid), Winaryati alias Wiwien (istri Syaiful M), Soehartono Soetjipto (pernah menjadi ketua DPRD Kaltim), Taufik Rusdi (suami Dwi), Ismail Meje, Wirasni Dahlan (istri mantan sekprov Syaiful Teteng), Evy Bachroel, M Ali (suami Rusdiana), Baharuddin Baraq, Khairil Fahmi (suami Andri Yama) dan lainnya.
Saya senang bisa bertemu Buyung alias Abi Wahyu Hanafi. Dia pensiunan kadis Koperasi Pemkab Kutim. Suka menyanyi. Ada Dr Jonathan Pongtuluran SE, M.Agr, dosen Fekon Unmul. Dia hadir bersama Dr Fitriadi SE, MSi, Dr PS Siburian, SE M.Agr dan Dr Anis Rahma Utari, SE, MSi (mantan dekan Ekonomi dan Bisnis). Ada Nilam, sahabat istri saya di BCA Samarinda. Ada Nanik dan Ersofyan, pasangan dari Tenggarong yang selalu mesra. Ada Agus Sunda Wiwaha, SE (mantan sekretaris Tenaga Kerja Samarinda), Wahdiah dan M Fadli.
Selain itu ada Dr H Amransyah, SE, MSi, direktur STIE Nusantara Sangatta. Ada Samuel Robert Djukuw, SE MM, mantan kadis Pariwisata Kukar. Ada H Fathul Halim, SE MM, mantan asisten III sekprov Kaltim. Abu Helmi SE, MSi (mantan asisten II sekprov Kaltim), H La Sapada SE (kabag Anggaran Pemprov Kaltim), dan H Asranudin, SE (mantan kadis Koperasi Balikpapan).
Meski reuni alumni Fekon, ada juga yang datang dari fakultas lain. Di antaranya Mamat Permana alias Aji Surya Darma, mantan kadis Pariwisata Kukar. Dia datang seperti penyanyi country. Baju kotak-kotak merah dan topi cowboy. Sempat nyanyi dan bercaca-ria dengan Yama. Juga Safur alias Syafruddin alumnus Faperta, eks Sekkab Kutim dan Erna Ijab, alumnus Fisipol.
Acara reuni diberi label “Merajut Silaturahmi dalam Kenangan. Kampus Flores Samarinda.” Dulu kampus pusat Unmul di Jl Flores untuk kuliah anak-anak Fekon dan Fakultas Sospol. Ada satu kampus lagi di Sidomulyo untuk Fakultas Kehutanan dan Pertanian.
Kami semua tidak sempat kuliah di kampus baru Gunung Kelua. Rektornya waktu itu Prof Sambas Wirakusumah. Setelah itu Prof. Sutrisno Hadi. Sedang dekan Fekon di antaranya Drs Baharuddin Agie, Drs Waris, Drs Manase Rupang, dan Drs Daniel Sambo.
Sebagai provokator acara, rekan Andi Burhanuddin, yang sekarang tinggal di Makassar. Karena memang itu kampungnya. Andi satu angkatan dengan saya. Dulu seniman dan tidak jelas juntrungannya. Suka baca puisi dan pernah main teater dengan saya, “Api di Azora.” Sutradaranya, Syaiful M, seniman dan Cassanova-nya kampus kala itu.
Tak seorang pun menyangka Andi bisa menjadi orang bank. Apalagi Bank Indonesia (BI). Mulai BI Palu sampai menjadi Deputi Pemimpin BI Kendari. Juga manajer IKU (KPI). Selama 28 tahun dia berkarier. Sempat jadi pegawai teladan, mitra teladan dan Bapak Satpam BI. Hebatnya lagi tiba-tiba minta pensiun dini di tahun 2010. Alasannya, karena merasa banyak mimpi belum terwujud. Sepertinya idealisme. Tapi bisa jadi karena sudah mapan juga. He he
Meski jadi orang bank, semangat senimannya tetap terjaga. Dia menulis novel judulnya “Bangkir.” Juga membuat buku motivasi berjudul “The Power of Your Dreams,” yang best seller di tahun 2012. Karena banyaknya permintaan sempat tiga kali cetak. Kini bersama Lembaga Masdaeng Communication, dia memberikan pelatihan kepada BPD-BPD.
Termasuk kepada BPD Kaltimtara, ketika dia di Samarinda kemarin. Sambil nyelam minum air. Jadi honornya bisa bayar tiket dan nginap. Dalam istilah bank dan teori ekonomi, itu namanya “break even point (BEP).”
Andi menjadi inspirasi hidup yang menarik. Dari seniman yang acak-acakan menjadi orang bank yang tertib dan profesional. Bahkan bisa menyandingkan dua profesi yang jauh bumi dari langit. Sesuatu yang luar biasa.
Ada kata-kata motivasi dari dia, yang sangat inspiratif. “Jangan pernah takut untuk menjadi hitam ataupun putih. Jangan takut kehilangan warna. Jika itu pilihan kebaikan.”
Selain Andi, yang menarik perhatian juga kehadiran Harry Bachroel lengkapnya Dr H Aji Harry Bachroel, SE, MM bersama istrinya Dayang Telchief Suryani. Dia lebih senior dari saya. Kariernya di pemerintahan cukup baik. Pernah menjadi sekretaris daerah (Sekda) Kabupaten Kutai tahun 2013, di era kepemimpinan Bupati Rita Widyasari
Karena Harry keluarga bangsawan Kesultanan Kutai, dia sempat diangkat menjadi Menteri Sekretaris Kedaton Kutai Kertanegara Ing Martadipura. Diberi gelar Pangeran Harry Gondo Prawiro. Sedang istrinya bergelar Raden Putrowati. Dia bertugas di zaman Sultan Haji Adji Mohamad Salehuddin II.
Sewaktu menjadi wali kota Balikpapan tahun 2012, saya pernah diberi gelar oleh Sultan Salehudin II. Gelar saya Raden Nata Praja Anum. Saya juga sempat bertemu sultan sekarang, Adji Muhammad Arifin, Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura XXI.
Meski Harry terutama istrinya lebih banyak duduk di kursi roda, tapi dia sangat semangat di arena reuni. Salah satu penggagasnya juga. Dia sempat bernyanyi, yang memang salah satu hobby-nya. Dia sudah pernah menerbitkan beberapa album lagu. Mulai di kampus, dia memang sering tampil menjadi penari Kutai dan penyanyi. Sering terlibat dalam berbagai kegiatan kesenian kampus.
Saya sempat diberinya Majalah Warisan Budaya Nusantara terbitan Jakarta. Kebetulan laporan utama dan sampul mukanya foto Pangeran Harry Gondo Prawiro. Ada delapan halaman isinya tentang Pangeran Harry berikut foto-fotonya. Ada bersama keluarga dan juga dengan Sultan Kutai. Juga dengan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Jokowi.
“Sekarang saya aktif sebagai penjaga seni dan budaya Kutai. Budaya kepemimpinan Kutai Ing Martadipura tetap harus dipelihara baik untuk kepentingan menjaga adat istiadat, juga untuk kepentingan ekonomi dan pariwisata,” katanya bersemangat.
Bicara soal Kutai, saya jadi teringat “dingsanak” saya, H Zairin Fauzi, adiknya Wirasni Dahlan alias Kak Wiwi. Saya sama-sama waktu SMEA. Ayahandanya adalah Drs Achmad Dahlan, bupati Kutai (1965-1975). Kalau lagi pesta Erau, saya tidur di rumah bupati. Saya mengagumi tari ganjar ganjur di Kedaton, yang pernah juga dibawakan oleh Pangeran Harry. Saya juga suka nasi bekepor-nya bersama sambal raja.
Zairin yang tinggal di Jakarta baru pulang ke Samarinda. Adiknya, Dr Erwin Resmawan Dahlan MSi, dosen Fisipol Unmul meninggal karena stroke.
Dalam acara reuni, saya sempat didaulat menyanyi. Padahal saya lebih suka bercerita humor. Untunglah bisa lulus menyanyikan lagu Anji, “Menunggu Kamu.” Meski tak selalu enak didengar. Saya lebih suka cerita-cerita yang membuat rekan-rekan tertawa segar. “Wah, Pak Rizal berhenti jadi wali kota alih profesi ya? Sekarang jadi stand up comedy,” kata teman-teman.
Tidak puas di Cafe Bagio’s, sebagian bergeser ke Warung Kong Jie di Citra Niaga. Saya ikut bergabung karena di sana ada wadai kesukaan saya, lempeng, yang dibuat dari tepung dan pisang mahuli atau pisang kepok. Di Balikpapan belum ada café yang jualan lempeng. Padahal bikinnya sangat mudah.
Mereka tidak sadar sampai sore di sana. Mendengarkan cerita lucu macam-macam dari saya. Termasuk setengah berbau he ….he. Selain melepas kangen, saya juga berkepentingan dengan mereka. Maklum saya perlu dukungan karena akan mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2024. “Oh jangan khawatir. Kita semua siap jadi tim sukses gratis,” kata Syaiful menyemangati saya. (**)
Penulis adalah Wali Kota Balikpapan 2011–2016 dan 2016–2021 dan Pengurus PWI Kaltim