spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pakai Biji Kopi asal Berau, Barista Ini Jadi Jawara East Borneo Coffee Competition

Hari sudah sore ketika Lisa Erie Yani membersihkan meja kerjanya di Puskesmas Merancang, Kecamatan Gunung Tabur, Berau. Begitu pekerjaannya beres, perempuan yang bekerja sebagai asisten apoteker itu lekas pulang. Di rumahnya di Kampung Batu-Batu, sebelah timur dari tempat kerjanya, Lisa tidak berlama-lama. Sebelum matahari terbenam, ia berangkat ke 9Eleven Coffee di Tanjung Redeb. Di kedai kopi itu, ia berlatih meracik kopi.

Demikianlah rutinitas Lisa setiap Sabtu. Sebenarnya, 9Eleven Coffee bukan usaha miliki gadis bercadar itu. Ia juga bukan karyawan di situ. Ia hanya menumpang memuaskan hobi meracik kopi saja. “Kedai itu punya teman saya,” ujar Lisa kepada kaltimkece.id, jejaring mediakaltim.com, Senin pagi, 31 Oktober 2022.

Ketekunan Lisa berlatih membuat kopi berbuah manis. Pada 27-30 Oktober 2022, ia mengikuti East Borneo Coffee Competition di Samarinda. Dalam ajang ini, Lisa meraih juara 1 kelas manual brew. Acara ini bukan kompetisi “kacangan”.

Hampir semua barista terbaik di Kaltim mengikuti agenda tersebut. Oleh sebab itu, Lisa merasa, menjadi jawara di ajang tersebut merupakan sebuah keistimewaan. “Capaian ini tidak lepas dari hasil sharing dan banyak meminta pendapat yang saya lakukan,” tutur Lisa.

Lisa memang pantas menjadi jawara di East Borneo Coffee Competition. Pasalnya, kopi buatannya memiliki cita rasa sendiri. Dalam mengolah kopi, ia memakai biji kopi asli Berau. Biji berjenis liberika dari Sembakungan, Berau, menjadi andalannya di babak penyisihan. Jenis kopi yang bisa hidup di dataran rendah ini, ia gabungkan dengan biji kopi gayo dan belantih kintamani. Berkat racikan inilah yang mengantarkan Lisa masuk babak final.

“Saat final, saya sedikit melakukan eksperimen dengan mengganti perpaduan,” ceritanya. Eksperimen tersebut yakni menambahkan kopi bubuk semendo ke liberika dan gayo. Perpaduan ini rupanya mampu memukau para dewan juri. Kopi buatan Lisa diberi nilai tertinggi. Lisa mengaku, sempat tidak percaya jika hasil racikannya meraih nilai tinggi di final. “Saya sadar, di final harus berbeda saat di penyisihan. Ini hasil diskusi dengan teman saya bahwa di final harus ada kejutan,” bebernya.

Dalam East Borneo Coffee Competition, ada dua kelas yang diperlombakan. Selain manual brew, juga ada kelas latte art. Jawara kelas latte art adalah Tyo Pradana Putra, seorang pekerja di Djandela Coffee. Kepada media ini, Tyo mengaku, menjadi seorang latte art dimulainya sejak bekerja di kedai tersebut. Ia banyak menghabiskan waktu di Djandela Coffee untuk mengasah kemampuannya dalam membuat seni latte.

Tyo bercerita kerap menggunakan sabun cuci cair dan pewarna untuk berlatih membuat latte art. Dalam sehari, ia bisa menghabiskan sekantong sabun cuci dan tiga botol pewarna hanya untuk berlatih. “Itu sebagai pengganti susu karena mahal jika dipakai untuk sekadar latihan,” kata Tyo.

Perjalanan Tyo menjadi seorang latte art dimulai sejak awal 2020. Seiring berjalannya waktu, kemahiran Tyo dalam membuat gambar di atas kopi meningkat. Ia pandai membuat espreso yang benar, steam susu, hingga membuat latte art. “Saya terus memperbaiki teknik saya. Hasilnya, Alhamdulillah memuaskan,” bebernya.

Ia pun membagikan tips membuat latte art. Dalam membuat gambar di atas kopi, ujarnya, tidak serta merta langsung dibuat begitu saja. Perlu ada sedikit coretan di atas kertas. Sembari memperkirakan gerakan tangan agar gambar yang diinginkan dapat terwujud di atas gelas. “Imajinasi tinggi memang diperlukan. Tapi, tetap harus banyak berlatih,” ujarnya.

Perkembangan Kopi di Kaltim

Dalam East Borneo Coffee Competition, turut memperlihatkan perkembangan dunia kopi di Kaltim. Cindy Herlin Marta, salah seorang juri nasional di kompetisi tersebut, menilai, kemampuan barista di Kaltim banyak mengalami peningkatan. “Saya lihat, jika dibanding tahun sebelumnya, ada peningkatan yang baik,” kata Cindy, Ahad sore, 30 Oktober 2022.

Walau demikian, ia menganjurkan, para barista di Kaltim tidak cepat puas. Sebabnya, barista di daerah lain juga terus mengasah keahlian. Para barista di Pulau Jawa disebut memiliki kemampuan yang lebih. “Jadi, memang perlu mengejar ketertinggalan. Mungkin, sesekali (barista di Kaltim) juga perlu merasakan atmosfer kompetisi nasional,” ujarnya.

Cindy menyebutkan, ada banyak aspek yang dinilai juri dari seorang barista. Tidak melulu soal rasa kopi. Kecakapan menggunakan mesin kopi, kemampuan memberikan pelayanan terhadap konsumen, hingga mengembangkan kreativitas, juga menjadi bagian yang diperhatikan.

“Atribut visual harus bisa dikembangkan lagi dan berani membuat terobosan dalam racikan atau penyajian,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, ketua panitia East Borneo Coffee Competition, Heribertus Sulistyo, mengatakan, kompetisi ini bakal menjadi agenda tahunan. Dalam kompetisi perdana ini, ia melaporkan, antusiasme peserta sudah cukup tinggi.

“Semuanya ada 41 peserta. Kategori manual brew diikuti 24 orang dan latte art ada 17 peserta,” sebutnya. Ia menyampaikan, para jawara kompetisi ini akan diikutkan ke kompetisi tingkat regional Indonesia Timur mewakili Kaltim. Jika berhasil masuk 24 besar, maka bisa mengikuti kompetisi tingkat nasional di Yogyakarta pada November ini. (kk)

Sumber: kaltimkece.id, jejaring mediakaltim.com

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti