Beranda NASIONAL Nilai-Nilai Agama dan Peta Jalan Pendidikan Nasional

Nilai-Nilai Agama dan Peta Jalan Pendidikan Nasional

0
Hetifah Sjaifudian, anggota DPR RI dapil Kaltim.

Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tugas konstitusional Pemerintah dan Negara Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 31 ayat 3 dengan jelas menyebutkan bahwa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, yang diatur dengan undang-undang.

Masih dalam pasal yang sama, terdapat ayat yang berbunyi “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.

Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa tujuan dari pendidikan yang diamanatkan para pendiri bangsa bukan hanya sekadar kecerdasan ilmu pengetahuan, keterampilan, teknologi, namun yang juga tak kalah penting atau bahkan lebih utama adalah membentuk pribadi- pribadi yang beriman, bertakwa, serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Hal ini juga sesuai dengan nilai yang terkandung dalam butir pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Atas dasar itulah, perencanaan pembangunan dunia pendidikan di Indonesia tidak boleh melupakan hal tersebut. Kita perlu menyesuaikan diri sesuai perkembangan zaman, menjawab tantangan-tantangan global, namun tetap tidak meninggalkan akar kepribadian kita, termasuk didalamnya nilai-nilai luhur ajaran agama yang tersebar di seluruh nusantara. Dengan akar yang kuat, generasi muda kita tidak akan mudah goyah dengan gempuran berbagai macam pengaruh nilai-nilai dan ideologi yang tidak sesuai, atau bahkan merugikan bagi kehidupan bangsa ke depan.

[irp posts=”8490″ name=”Hetifah Minta Kepala Daerah Segera Bersikap soal PJJ, Pelajar Balikpapan Putuskan Kembali Belajar Daring”]

Saat ini, Pemerintah sedang menyusun Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035, yang diharapkan dapat menjadi acuan kebijakan pendidikan yang terarah. Dengan adanya peta jalan ini, diharapkan kita memiliki acuan kebijakan pendidikan yang konsisten, dan tidak berubah-ubah terlepas dari bergantinya rezim. Dalam rangka mendapatkan masukan dari berbagai kelompok masyarakat, kami dari Komisi X DPR RI menggelar berbagai diskusi, termasuk dengan perwakilan dari organisasi kemasyarakatan di bidang keagamaan. Pada 12 Januari kemarin, saya bersyukur dapat berdiskusi dan mendapatkan langsung masukan dari perwakilan MUI, Muhammadiyah, PBNU, KWI, PGI, WALUBI, PHDI, dan MATAKIN, yang mewakili 6 kelompok agama yang ada di Indonesia. Dari diskusi yang saya tangkap, sebagian besar mereka memiliki kegelisahan yang serupa, yaitu kurangnya pengintegrasian nilai-nilai agama dalam rancangan Peta Jalan Pendidikan yang sedang dibahas.

Dalam draft terakhir yang saya terima dari Kemendikbud, memang terdapat 7 karakteristik Pelajar Pancasila yang ingin dikembangkan, yang salah satunya adalah “Beriman, Bertaqwa kepada tuhan YME, dan Berakhlak Mulia”. Namun demikian, klausul tersebut belum tergambar dengan jelas dalam penjelasan-penjelasan selanjutnya. Belum ada strategi konkret bagaimana cara untuk menanamkan karakteristik tersebut kepada anak-anak kita, dan kebanyakan strategi yang dipaparkan masih sangat condong kepada hal-hal yang bersifat praktikal, seperti meningkatkan keterampilan dan memenuhi kebutuhan lapangan kerja. Kedua hal ini tentu penting, namun harus juga diimbangi dengan peningkatan nilai-nilai spiritual dan pembangunan karakter dengan porsi yang sama besarnya.

[irp posts=”8362″ name=”Hetifah Dukung Tunda Pembelajaran Tatap Muka”]

Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh para tokoh agama tersebut, saya mendorong Kemendikbud untuk lebih mengintegrasikan lagi nilai-nilai agama dalam Peta Jalan Pembangunan Pendidikan tersebut, karena dokumen itulah yang akan menjadi acuan utama kebijakan pendidikan 15 tahun kedepan. Seyogyanya, hal tersebut tidak hanya sekadar disebutkan sebagai formalitas, namun disertai dengan langkah-langkah konkret, program- program strategis, yang tentunya nanti diikuti dengan penganggaran yang memadai.

Kemendikbud sebaiknya turut melibatkan secara aktif para tokoh agama dalam pembuataan naskah peta jalan ini. Diskusi berkala dan mendalam harus dilakukan, karena mereka yang paling paham bagaimana cara yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai luhur tersebut kepada umat penganutnya masing-masing. Pendapat mereka tidak kalah pentingnya dari lembaga-lembaga penelitian, praktisi pendidikan, pihak swasta, maupun konsultan-konsultan kelas dunia yang ikut urun rembuk dalam penyusunan peta jalan pendidikan ini.

Dalam RDPU kemarin, saya mendapatkan masukan yang saya rasa sangat baik dari Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, yang meminta Kemendikbud memasukkan komponen Rumah Ibadah dalam pembangunan pendidikan Indonesia, disamping keluarga dan sekolah. Hal ini sangat sejalan dengan pernyataan Mas Nadiem di awal masa jabatannya, dimana pembangunan pendidikan harus menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya dari sekolah, namun juga keluarga dan masyarakat.

Rumah ibadah memiliki peran sentral dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai masyarakat, terutama di daerah rural dan sub-urban. Tidak hanya di agama Konghuchu, namun di agama-agama lainpun saya kira demikian. Di Sumatra Barat misalnya, sejak dulu, surau berperan besar dalam mendidik generasi muda Minangkabau. Tidak hanya sebagai tempat salat dan mengaji, di surau mereka juga dapat belajar berbagai macam ilmu, seperti bela diri, etika bersosialisasi, dan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Karena perannya yang sangat strategis, sudah sewajarnya negara menggandeng mereka dalam pembangunan pribadi-pribadi yang paripurna.

Saya memiliki optimisme yang besar bahwa penyusunan Peta Jalan Pendidikan Nasional ini merupakan sebuah langkah yang signifikan dalam proses pembenahan dunia pendidikan kita. Saya harap, peta jalan ini dapat mengantarkan kita menjadi bangsa yang unggul, tidak hanya secara ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi juga dalam akhlak, adab, dan etika.

Hetifah Sjaifudian, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dapil Kalimantan Timur

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version