spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Nelayan Santan Ilir Tuntut Pemulihan Ekosistem Laut Pasca Dugaan Pencemaran Limbah PT EUP

BONTANG – Para nelayan di wilayah Santan Ilir, Kecamatan Bontang, mengeluhkan dampak pencemaran yang diduga berasal dari limbah PT Energi Unggul Persada (EUP), yang mengakibatkan kerugian besar bagi mata pencaharian mereka. Sejak 16 Maret 2025, pencemaran tersebut telah merusak ekosistem perairan. Dan dampaknya mulai terasa pada 19 Maret 2025, ketika nelayan menemukan ikan mati mengambang di perairan sekitar serta limbah minyak yang diduga berasal dari perusahaan tersebut.

Ketua Forum Santan Bersatu (FSB), Andi Rahman, mengatakan bahwa mereka memberikan pendampingan kepada nelayan yang terdampak di Desa Santan Ilir dan mendesak adanya pemulihan ekosistem perairan agar lokasi tangkapan ikan dapat kembali normal.

Tercatat sekitar 150 nelayan pesisir Santan Ilir terdampak dan terpaksa berhenti melaut. Karena itu, mereka juga menuntut kompensasi atas kerugian ekonomi yang mereka alami.

“Tujuh hari mereka tidak melaut, jadinya pendapatan mereka menjelang Lebaran justru berkurang drastis,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (26/03/2025).

Dugaan pencemaran ini bukanlah kejadian pertama kalinya. Sebelumnya, telah terjadi dua kali pencemaran serupa, namun kali ini dampaknya lebih luas dan signifikan. Nelayan bersama FSB mengunggah kejadian tersebut ke media sosial agar mendapat perhatian lebih luas dari publik dan pihak berwenang. Selain itu, mereka juga melaporkan kasus ini kepada pemerintah setempat melalui Desa Santan Ilir dan Anggota Komisi VII DPR RI, Syafruddin.

Lebih lanjut, nelayan dan FSB telah mengumpulkan sampel air dan ikan mati pada 22 Maret 2025, sampel ini dibawa ke laboratorium Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda untuk diuji lebih lanjut.

Andi Rahman menambahkan, pihaknya juga menyoroti pengambilan sampel air yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bontang pada 23 Maret 2025, yang dinilai tidak melibatkan nelayan dalam proses tersebut. Padahal menurutnya, nelayan lebih mengetahui titik-titik lokasi yang diduga tercemar.

Ditambah sampel yang diambil oleh DLH hanyalah air saja. Menurutnya sampel juga harus dilakukan kepada ikan yang sudah mati mengambang.

“Ikan harusnya juga diambil dan di teliti,” tambahnya.

Penulis: Syakurah
Editor: Nicha R

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

62.1k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img