Kedua kaki Yuda Herlin Pratama, 22 tahun, terasa lemas sekali. Berkali-kali menelepon rumah sakit di Samarinda sejak sore, jawaban yang ia peroleh sama saja. Tidak ada yang bisa merawat neneknya, Jamaliah, 80 tahun, yang menderita sesak napas. Setelah hampir dua pekan isolasi mandiri, kondisi neneknya kian memburuk. Hari pun beranjak gelap dan Yuda yang putus asa mulai tertidur.
Senin dini hari, 26 Juli 2021, pukul 01.00 Wita, Yuda terbangun dari tidur ketika neneknya berteriak keras sekali. Pemuda itu bergegas menghubungi Call Center Siaga Samarinda 112. Satu jam kemudian, sebuah ambulans tiba di kediamannya di Blok C1, Perumahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu. Yuda yang mengendarai sepeda motor kemudian mengiringi ambulans yang membawa neneknya itu menuju RSUD Abdoel Wahab Sjahranie.
“Di depan RSUD AWS, kami tertahan di gerbang. Mereka (petugas keamanan) bilang, IGD (instalasi gawat darurat) sedang penuh,” tutur Yuda kepada reporter kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Senin malam, 26 Juli 2021.
Kondisi Jamaliah makin lemah di pintu masuk rumah sakit. Padahal, menurut Imbran, ketua Harian Relawan Masjid At-Taufiq yang mengemudikan ambulans tersebut, sudah ada koordinasi dengan pihak rumah sakit. “Bahwa, pasien ini sudah kritis sehingga harus ditangani secepatnya,” terang Imbran.
Argumen bahwa sudah ada koordinasi rupanya tak mempan. Imbran dan keluarga berupaya meyakinkan tetapi sekuriti bersikeras bahwa IGD penuh. Setelah 30 menit jual-beli kata, ambulans akhirnya diperbolehkan masuk karena kondisi Jamaliah yang semakin mengkhawatirkan.
Ambulans akhirnya tiba di depan IGD. Akan tetapi, pasien dilarang untuk diturunkan. Menurut Imbran, rumah sakit menyatakan tidak ada ketersediaan oksigen serta dokter lagi. Di tengah ketidakberdayaan itu, Imbran yang waktu itu mengenakan alat pelindung diri lengkap sempat menengok kondisi Jamaliah. Napas perempuan itu menghilang pelan-pelan.
Di depan IGD, Yuda sebagai cucu pasien disarankan menghubungi seorang pengurus rumah sakit milik Pemprov Kaltim tersebut. Kepadanya melalui sambungan telepon, pengurus rumah sakit meminta agar sang nenek diperiksa dahulu. Perawat pun turun tangan setelah Yuda menyampaikan pesan tersebut kepada sekuriti.
Sudah terlambat rupanya. Perawat berusaha membangunkan Jamaliah dengan menepuk-nepuknya. Perempuan renta itu tidak bangun lagi. Ia berpulang sekitar pukul 03.00 Wita. Pada Senin siang, Jamaliah dimakamkan di Desa Jongkang, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara.
Menurut Yuda, neneknya sebenarnya telah isolasi mandiri sejak 15 Juli 2021 setelah muncul gejala mirip Covid-19. Tidak ada tes yang menunjukkan bahwa Jamaliah positif Covid-19. Keputusan isolasi mandiri sepenuhnya kesadaran dari Yuda sekeluarga.
“Ibu saya juga isolasi mandiri dan sudah dites tadi. Hasilnya negatif,” ujarnya. Yuda menambahkan, sebelum ke RSUD AW Sjahranie, pada sore hari ia telah menghubungi RSUD Inche Abdoel Moies dan RS Samarinda Medika Citra. Semuanya menyatakan, tak mampu menerima pasien lagi.
TANGGAPAN RUMAH SAKIT
“Kemampuan kami menangani pasien sudah sampai batas maksimal. Dampak seperti ini pasti terjadi,” demikian dokter Sisi, humas RSUD AW Sjahranie. Dokter Sisi menekankan, rumah sakit tidak pernah menolak pasien.
Ketidakmampuan RSUD AW Sjahranie menerima pasien tidak hanya disebabkan jumlah pasien Covid-19 yang membeludak. Sebanyak 250 tenaga kesehatan rumah sakit juga sedang isolasi mandiri. Rumah sakit berharap, ada penambahan fasilitas kesehatan untuk mengatasi kelebihan kapasitas ini.
“Dan itu merupakan wewenang pemerintah daerah,” sebut dokter Sisi. Dengan kondisi ini, ia berharap, masyarakat mendapat edukasi, baik pencegahan penyebaran virus maupun informasi keterbatasan fasilitas kesehatan.
Di tempat terpisah, Wali Kota Samarinda Andi Harun menyampaikan permohonan maaf atas kejadian ini. Walaupun RSUD AW Sjahranie di bawah tanggung jawab Pemprov Kaltim, Wali Kota mengatakan, Pemkot Samarinda berjiwa besar. “Saya berharap kejadian ini tidak terulang lagi. Saya meminta maaf kepada warga Samarinda serta keluarga pasien. Kami terlambat menerima laporan,” tuturnya.
Andi Harun juga mengatakan, di tengah kondisi sulit seperti sekarang, rasa kemanusiaan haruslah tetap diutamakan. “Tentu kita semua lelah, capek menangani pasien Covid. Bahkan, kemungkinan rumah sakit harus menanggung beban biaya yang tidak sedikit. Tetapi kami mohon, kejadian seperti ini tidak boleh terulang,” tutup Wali Kota. (kk)