spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Merdeka atau Resesi

Catatan Rizal Effendi

BEBERAPA hari lagi kita merayakan HUT ke-77 Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2022.  Angka menarik double 7.  Kata mitos, angka 7 itu angka keberuntungan. Satu saja sudah beruntung. Apalagi kalau 7-nya dua.  Pesohor sepakbola kebanggaan saya, Cristian Ronaldo dan David Beckham di Manchester United juga pakai  kostum nomor 7.

Nabi Muhammad SAW ketika melaksanakan Isra dan Mi’raj sampai ke langit ke-7 untuk menghadap Allah SWT. Jumlah hari kita dalam seminggu juga 7. Ketika kita  melakukan tawaf mengelilingi Kakbah, jumlahnya juga 7 kali. Umat Kristen juga meyakini angka 7. Dalam Alkitab ratusan kali angka 7 disebut.

Terlepas dari itu, hari ulang tahun ke-77 kemerdekaan kita tahun ini penuh makna. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi bahan perenungan. Pertama,  wabah Covid-19 yang belum berakhir. Kedua, di tengah kekhawatiran dunia adanya resesi global.  Ketiga, kita mulai memasuki tahapan Pemilu serentak 2024.

Karena itu tema HUT ke-77 Kemerdekaan RI diarahkan untuk menjawab ketiga hal yang krusial tadi. “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.” Maksud sederhananya, apa yang kita alami selama dua tahun terakhir berkaitan dengan wabah Covid-19 bisa kita pulihkan lebih cepat lagi. Lalu kita bisa bangkit lebih kuat daripada kondisi sebelumnya.

Kemarin pagi, saya mendengarkan acara TvOne dialog Covid-19. Sang presenter bilang sebenarnya kita sudah capek dan bosan bicara wabah ini. Masyarakat juga memberi kesan sudah cuek. Prokes sudah sangat longgar. Bahkan ada yang sudah lupa.

Tapi fakta menunjukkan angka orang terpapar Covid naik lagi. Putri dan cucu saya di Jakarta baru saja dinyatakan positif.  Meski varian Coronanya tidak seganas Delta,  ada indikasi angka kematian naik lagi. Naik dua digit. Karena itu, ada babak baru lagi dalam vaksinasi. Sudah dibuka vaksin ke-4 setidaknya untuk petugas kesehatan. Padahal vaksin ketiga atau booster pertama saja belum terlalu sukses.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi beralasan vaksin ke-4 atau booster ke-2 dibutuhkan karena masa imunitas vaksin ke-3 atau booster ke-1 hanya bertahan 6 bulan. Jadi sudah waktunya divaksin lagi. Ditambah situasi terakhir sepertinya Covid kambuh lagi.

Kalau Covid bangkit lagi, bagaimana kita mampu cepat pulih? Padahal kita sudah merasakan dampak Covid selama 2 tahun. Tidak kurang 6 juta warga Indonesia yang dinyatakan positif terpapar dan 156 ribu orang kehilangan nyawa. Tidak saja korban manusia,  bahkan ekonomi kita pun sempat lumpuh. Dana pembangunan mau tak mau sebagian besar dihabiskan untuk biaya penanganan Covid.

“Biaya penanganan Covid sangat mahal. Sekitar Rp 200 triliun. Itu pun baru biaya perawatan, belum termasuk vaksinasi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani. Presiden Jokowi memerintahkan semua daerah melakukan refocusing anggaran. Artinya anggaran yang sudah disusun untuk kepentingan berbagai kegiatan pembangunan ditunda dulu. Anggarannya difokuskan dulu untuk kepentingan penanganan Covid.

Banyak ahli ekonomi menyebut pandemi Covid-19 menimbulkan resesi ekonomi yang dahsyat. Dan, baru saja akan pulih pada tahun 2022 ini, tahu-tahunya terjadi lagi perang Ukraina–Rusia yang membawa dampak baru. Pasokan energi dan pangan jadi tersendat, maka gelombang resesi global mulai melanda berbagai negara.

Srilanka sudah tumbang. Presidennya yang bernama Gotabaya Rajapaksa terpaksa kabur ke luar negeri. Ada yang bilang Pakistan bakal menyusul. Sementara Amerika dan Eropa juga mulai resah. Ribuan orang di negeri adidaya itu, tak berdaya melawan kenaikan harga energi dan pangan. Terpaksa mereka minta bantuan ke bank pangan sekadar untuk dapat makan.

Pemerintah dan Bank Indonesia meyakinkan bahwa Indonesia tidak akan jatuh separah  Srilanka. “Kalau ada yang bilang seperti itu, sakit jiwa itu,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Tapi dalam bahasa yang halus, Presiden Jokowi dalam berbagai pertemuan mengingatkan masyarakat untuk hati-hati. Sebab, kelangkaan kontainer, pangan, inflasi dan konflik Ukraina–Rusia memantik berbagai harga terutama BBM, LPG, dan pangan cenderung naik. “Hati-hati,” narasi yang kerap didengungkan Jokowi.

Meski Sri Mulyani, Luhut, Gubernur BI Perry Warjiyo, dan Miranda S Goeltom menyajikan angka-angka yang menunjukkan Indonesia memang bisa bertahan dalam menghadapi gelombang resesi global, toh keresahan rakyat di bawah tak cukup diredam dengan pernyataan itu. Sebab, setiap  masuk ke pasar wajah mereka cemberut.

“Amerika baru saja antrean. Tapi kita sudah lama antrean macam-macam,” kata emak-emak. Bahkan kesannya tak pernah berhenti. Jadi sudah seperti pemandangan sehari-hari kita antre. Mulai antre minyak goreng, LPG sampai antre BBM. “Sekarang antre solar subsidi sampai dua tiga hari,” kata seorang sopir truk besar di Km 15 Balikpapan-Samarinda.

Di tengah ancaman resesi global, kita juga mulai memasuki tahapan Pemilu serentak 2024. Sejak 1 – 7 Agustus mulai pendaftaran parpol. Lalu 14 Desember nanti penetapan parpol peserta Pemilu. Seperti kita ketahui  rilis dari Kemenkumham, ada 75 parpol yang telah berbadan hukum.

Apakah semua lolos verifikasi dari KPU? Kita tunggu saja. Tapi ada yang memperkirakan nantinya parpol peserta Pemilu 2024 tidak akan banyak bertambah dibanding Pemilu 2019, yang diikuti 16 parpol.

Yang kita perlu cermati dengan mata dibuka terang-terang adalah biaya Pemilu 2024. Yang sudah disepakati Pemerintah dan DPR, jumlahnya Rp 110,4 triliun terdiri Rp 76,6 triliun untuk KPU dan Rp 33,8 triliun untuk Bawaslu. Jumlah itu masih mungkin berkembang tergantung situasi lapangan. Belum lagi dana yang bakal dikeluarkan daerah, parpol, dan calon-calonnya.

Plt Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar mengungkapkan, biaya yang dikeluarkan paslon Pilkada antara 25 sampai 30 miliar untuk jabatan bupati. Kalau pemilihan gubernur bisa ratusan bahkan triliunan rupiah.

Pemilu dan Pilkada serentak 2024, akan dilaksanakan tanggal 14 Februari 2024 untuk pemilihan presiden dan wapres serta anggota legislatif (DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPD RI dan DPR RI). Sementara tanggal 27 November 2024 untuk pemilihan 514 bupati/wakil bupati serta wali kota/wakil wali kota  serta pemilihan 33 gubernur/wakil gubernur se-Indonesia.

Di saat tidak gampang mempertebal kantong pendapatan negara melalui pajak, devisa dan pinjaman, pada saat yang sama kita juga harus mengeluarkan anggaran ratusan triliun rupiah demi kepentingan Pemilu, yang memang harus kita laksanakan. Ini memang konsekuensi dalam melaksanakan demokrasi dan memilih pemimpin langsung dari rakyat. Karena itu, kata Dirjen Bahtiar, ada dampak positif jika Pilkada tidak dilaksanakan secara langsung.

Antrean minyak goreng di Teluk Bayur, Berau yg menyebabkan seorang ibu.meninggal dunia

“JANGAN PILIH YANG BAYAR”

Lalu apa yang mesti kita lakukan dalam menyambut HUT ke-77 Kemerdekaan ini? Seraya mendoakan para pahlawan bangsa, kita harus benar-benar melakukan berbagai hal sesuai tema HUT, “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.” Setidaknya ada 7 hal yang dapat kita lakukan.

Pertama, kita tetap harus konsisten melaksanakan protokol kesehatan atau prokes. Patuhi anjuran Pemerintah agar kita tetap melaksanakan vaksin booster 1 dan 2. Perilaku hidup bersih dan sehat tetap dibudayakan. Jangan sampai lengah. Apalagi muncul wabah lain, seperti cacar monyet (monkeypox), yang mulai meresahkan dunia.

Kedua,  perekonomian kita harus dijaga dan dijalankan dengan sehat. Spekulasi, manipulasi dan berbagai penyakit ekonomi jangan dibiarkan tumbuh subur. Utang kita jangan bocor, sebab jumlahnya sangat besar. Bayangkan Rp  7.000 triliun. Jadi harus benar-benar dimanfaatkan secara produktif.

Ketiga, Pemilu serentak harus berjalan lancar dan jurdil. Mereka yang terpilih adalah orang-orang yang berintegritas. Jangan terus dikembangkan semangat “pilih yang bayar.” Harusnya politik tanpa mahar. Sudah banyak pengalaman, belakangan kita menyesal gara-gara memilih karena “seratus atau dua ratus ribu rupiah.” Akibatnya, ada pemimpin yang merasa jadi raja. Soalnya dia bayar. Penggunaan anggaran harus hemat dan bersih. Jangan ada perpecahan. Karena mahal biaya pemulihannya.

Keempat, penyakit pembangunan lainnya harus dikikis. Jangan ada pemborosan dan manipulasi. Birokrasi harus berjalan bersih dan profesional. Tidak KKN, tidak berbelit-belit. Semua orang sakit hati, termasuk yang pernah diungkapkan Presiden Jokowi bagaimana rumitnya kalau berurusan soal  perizinan.

Kelima, harus kita rawat betul semangat persatuan dan kesatuan. Semangat bhineka tunggal ika harus benar-benar dipegang. Jangan hanya manis di bibir. Sebab, saat ini kita mudah sekali mencaci orang lain. Seakan negeri ini bebas dan tidak punya moral dan etika. Apalagi di zaman mudah main HP dan medsos.

Keenam,  kita jaga dan kawal betul anak cucu menjadi generasi penerus yang andal dan hebat. Zaman cepat sekali berubah dan menuntut orang-orang yang cerdas. Anak-anak kita kita jangan sekadar asyik di Citayam Fashion Week saja. Tapi harus juga bisa di Citayam Techno Week. Kemajuan teknologi sekarang bisa melebihi kemajuan berpikir manusia.

Ketujuh, jangan lupa terus berdoa dan berikhtiar. Sebagai umat beragama, kita meyakini doa kepada Tuhan Yang Mahakuasa bisa mengabulkan semua harapan kita. Tentu sambil berusaha semaksimal mungkin. Doa bisa menghindarkan kita dari berbagai marabahaya.

Mari kita merenung di Taman Makam Pahlawan. Jutaan syuhada terbaring di sana. “Aku yang terbaring di sini. Tak bisa bilang apa-apa. Tinggal kau yang memilihnya. Merdeka dan maju, atau terus dilanda Covid atau  Resesi.” (**)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti