Menjadi lokasi habitat alami Pesut Mahakam, hewan endemik asli Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi tuah tersendiri bagi Desa Pela. Timbul keinginan Pemerintah Desa (Pemdes) Pela melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bekayuh Baumbai Bebudaya untuk melakukan konservasi sekaligus menawarkan pariwisata berbasis lingkungan. Karenanya, kini mulai melirik pengembangannya hingga bantuan pun datang silih berganti. Mulai dari Pemkab Kukar, Pemprov Kaltim, Yayasan Konservasi RASI hingga Pertamina Hulu Mahakam.
MUHAMMAD RAFI’I – MEDIA KALTIM
TENGGARONG – Ditemani dengan segelas kopi hitam panas, Alimin duduk santai di teras rumahnya. Sembari memasukkan sepotong kudapan hangat ke dalam mulutnya, tidak sekadar mengganjal perut, pun menambah tenaganya di pagi yang cerah itu.
Seperti biasa, dengan setelan kemeja dan celana kain favoritnya, Alimin pun segera bergegas menuju kantor Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Pela, sebelum berkeliling di perairan Danau Semayang. Ini sudah menjadi kegiatan rutinnya. Berkeliling sambil menyapa para nelayan yang ia temui.
Selain sebagai aparatur Desa Pela, pria berusia 47 ini, pun menjalani kesehariannya sebagai ketua Pokdarwis Bekayuh Baumbai Bebudaya. Pokdarwis ini yang berfokus pada pariwisata berbasis lingkungan hidup atau ekowisata.
Sebagai orang lahir dan tumbuh di Desa Pela, ia paling getol menjaga dan merawat kebersihan perairan dan keberadaan hayati di Desa Pela. Terutama Pesut Mahakam, hewan endemik asli Kalimantan Timur (Kaltim), yang hidup dan bermain di perairan Desa Pela. Karena memang Desa Pela menjadi habitat aslinya.
Namun sayangnya, mamalia air tawar dengan nama latin Orcaella Brevirostris ini, masuk kategori konservasi genting karena keberadaannya yang terancam punah. “Pesut Mahakam merupakan warisan dunia yang harus dijaga karena dititipkan di Kaltim, di Desa Pela, cuma ada di Kaltim,” tegas Alimin.
Untuk diketahui, Desa Pela berada di Kecamatan Kota Bangun. Perlu waktu sekitar 1 jam 30 menit, untuk menempuh jarak 82 kilometer (km) dari Kecamatan Tenggarong. Sesampainya di Desa Kota Bangun Ulu, kembali melanjutkan perjalanan lagi melewati jalur sungai sekitar 15-20 menit, dengan menggunakan perahu ketinting dari Dermaga Kota Bangun.
Melansir data dari Wikipedia, Desa Pela yang kini dipimpin oleh Supyan Noor, berada di pesisir Danau Semayang. Salah satu danau terbesar di Kukar. Desa Pela memiliki luas 4.023 km², dengan jumlah penduduk hampir mencapai 553 jiwa. Sebagian besar warganya berprofesi sebagai nelayan.
Alimin bercerita keinginan kuat dalam konservasi Pesut Mahakam, bermula pada 2017. Bersama Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), memulai perjalanan mereka dalam menjaga hewan endemik tersebut. Melalui Pokdarwis Bekayuh Baumbai Bebudaya inilah, memastikan konservasi bisa berjalan dengan baik. Kenapa diyakininya begitu, lantaran konservasi Pesut Mahakam, bisa berjalan beriringan dengan peningkatan ekowisata di Desa Pela.
Melalui konservasi Pesut Mahakam ini pula, diyakininya mampu menjaga keseimbangan alam di perairan Desa Pela. Memastikan para nelayan bisa mencari ikan dengan nyaman, dengan tidak menggangu keberadaan dan habitat Pesut Mahakam.
Sebelum adanya konservasi Pesut Mahakam, praktik illegal fishing memang marak terjadi. Jalan pintas pun diambil nelayan, dengan memasang alat tangkap jaring ikan atau warga sekitar menyebutnya rengge yang membentang, alat tangkap jaring trawl, jaring yang dialiri listrik hingga bom ikan. Termasuk aktivitas transportasi sejenis speed boat di area berkumpulnya Pesut Mahakam. Tidak jarang “lumba-lumba” air tawar ini ditemukan mati terperangkap jaring rengge.
Berbekal Peraturan Desa (Perdes) Pela yang dikeluarkan pada 2017 silam, pun mulai membuahkan hasil. Di dalamnya mengatur larangan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan. Nelayan yang merupakan warga Desa Pela maupun dari luar Desa Pela tidak bisa lagi seenaknya mencari ikan dengan cara yang melanggar hukum.
Kerja mereka pun semakin “ringan” dan leluasa. Setelah Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kukar secara resmi mengadopsi Perdes tersebut menjadi Perbup Kukar, tentang Kelestarian Pesut Mahakam.
“Tantangannya, mengalami kesulitan dalam melakukan sosialisasi. Namun ketika ada Perdes dan Perbup, akhirnya berhasil meyakinkan para nelayan untuk bersama-sama dalam upaya konservasi Pesut Mahakam,” lanjut Alimin.
“Dengan banyaknya wisatawan dan tamu ke Desa Pela untuk melihat konservasi Pesut Mahakam, nelayan semakin kurang melakukan illegal fishing. Jadi pariwisata jalan, dan seiring waktu illegal fishing juga tidak ada dan dapat diredam,” timpalnya lagi.
Keinginan kuat konservasi Pesut Mahakam di Desa Pela pun, rupanya menarik perhatian Pertamina Hulu Mahakam. Dengan jeli melihat peluang dalam melakukan pelestarian lingkungan. Meski Desa Pela tidak menjadi perlintasan aktivitas pipa produksi mereka, namun dukungan pada Desa Pela sangatlah besar. Bahkan menjadikannya desa binaan.
Melalui program Konservasi Endemik Pesut Mahakam (Komik Pesut Mahakam), Pertamina Hulu Mahakam pun ikut serta dalam kegiatan Konservasi Satwa Terancam Punah di Desa Pela. Yakni kegiatan konservasi berbasis Community Based Ecotourism. Dengan melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan dan pengembangan kegiatan pariwisatanya.
“Ini bertujuan untuk pelestarian satwa endemik Pesut Mahakam dari ancaman kepunahan dan mendukung ekowisata Desa Pela dalam mewujudkan sustainability tourism. Sekaligus memaksimalkan potensi pengembangan desa wisata berbasis konservasi,” jelas Head Communication Relations and CID PHM, Frans Alexander A Hukom.
Frans pun mengatakan, inisiasi ini bermula pada tahun 2019-2020 lalu, dengan melakukan sejumlah hal. Dimulai dari melakukan survey kualitas air dan populasi Pesut Mahakam, melakukan kampanye lingkungan, melakukan revitalisasi stasiun pantau pesut dan membangun museum nelayan dan landmark desa.
Tak hanya itu, Pertamina Hulu Mahakam juga melakukan studi penggunaan Pinger Akustik, yakni alat yang dibagikan dan digunakan oleh nelayan di Desa Pela. Fungsinya untuk menjauhkan Pesut Mahakam dari alat tangkap jaring milik nelayan. Namun di sisi lain, memancing ikan-ikan untuk mendekat.
Pinger Akustik ini merupakan salah satu inovasi yang diciptakan oleh Pertamina Hulu Mahakam bersama Yayasan Konservasi RASI. Alat yang juga disebut Banana Pinger Akustik ini, merupakan perangkat elektronik kecil yang sudah dimodifikasi dari resonansi suara yang digunakan Pertamina Hulu Mahakam, dalam proses seismik.
Alat ini mengeluarkan suara pulse atau ultrasonik, agar Pesut Mahakam tidak mendekat ke jaring nelayan. Karena secara alamiah, Pesut Mahakam memiliki kemampuan mendeteksi dan menghindari rintangan atau bahaya dengan menggunakan gelombang ultrasonik. Frekuensi sonar dari Pinger Akustik inilah yang akan didengar dan mencegah Pesut Mahakam mendekat ke jaring nelayan.
Dukungan Pertamina Hulu Mahakam dalam konservasi Pesut Mahakam di Desa Pela pun, direspon positif Ketua Yayasan Konservasi RASI, Danielle Kreb. Konsistensi Pertamina Hulu Mahakam sejak tahun 2019-2020, pun patut diacungi jempol. Karena membuahkan hasil dalam upaya pelestarian Pesut Mahakam di Desa Pela.
Pun kerja sama dalam pengembangan Pinger Akustik, antara pihaknya dan Pertamina Hulu Mahakam. Menjadi salah satu pemecahan masalah dan memberikan solusi terkait tingginya angka kematian Pesut Mahakam di Desa Pela.
“Saya lihat ini konsisten ya. Sudah bertahun-tahun mereka (Pertamina Hulu Mahakam) memang membantu sehingga konservasi dapat jalan dan berdampak langsung terhadap pesutnya,” beber Danielle.
TEKAN ANGKA KEMATIAN PESUT MAHAKAM
Secara perlahan, upaya konservasi Pesut Mahakam yang dilakukan Pokdarwis Bekayuh Baumbai Bebudaya, Yayasan Konservasi RASI dan Pertamina Hulu Mahakam mulai menuai hasil. Angka kematian pun bisa ditekan, diikuti angka kelahiran yang cukup signifikan.
Sebelum adanya Perdes Pela terkait pelestarian dan konservasi Pesut Mahakam, angka kematian Pesut Mahakam mencapai 4-5 ekor per tahun. Angka ini dianggap cukup mengkhawatirkan. Tepatnya sebelum tahun 2017, di mana upaya konservasi belum terfasilitasi dengan baik. Belum ada landasan hukum, hanya modal nekat demi kelangsungan Pesut Mahakam tetap lestari.
Progres konservasinya pun berjalan positif, angka kematian turun drastis. 2017-2018 hanya terdapat 1-2 ekor Pesut Mahakam saja yang dilaporkan mati. Pada rentang waktu 2022-2024, jumlah kematian menyentuh angka 0 persen. Diiringi kelahiran Pesut Mahakam yang mencapai 6 ekor di tahun yang sama. Berdasarkan data yang dihimpun dari Yayasan Konservasi RASI, kini jumlah Pesut Mahakam hingga akhir 2023, diperkirakan mencapai 67 ekor. Tersebar di sepanjang Sungai Mahakam.
Penggunaan alat tangkap ramah lingkungan yang diterapkan pun menjadi faktor penting pencapaian dalam konservasi Pesut Mahakam di Desa Pela. Larangan penggunaan bom ikan, alat tangkap trawl hingga jaring yang dialiri listrik tekanan rendah. Belum lagi bantuan Pinger Akustik dari Pertamina Hulu Mahakam yang dipasang di jaring milik nelayan.
Ini cukup mengurangi persentase penyebab kematian Pesut Mahakam menjadi 0 persen. Karena tercatat ada 66 persen kematian Pesut Mahakam karena terperangkap jaring rengge milik nelayan. Diikuti 10 persen mati karena tertabrak kapal. Kemudian 5 persen karena faktor usia, keracunan dan terkena jaring beraliran listrik. Sementara 9 persen sisanya disebabkan faktor lain.
“Sejumlah keperluan konservasi (Pesut Mahakam) pun dipenuhi melalui CSR dari Pertamina Hulu Mahakam,” kata Alimin.
TINGKATKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN
Inovasi Pinger Akustik cukup dirasakan manfaatnya bagi nelayan di Desa Pela. Hal ini dirasakan langsung oleh nelayan. Lantaran dengan keberadaan Pinger Akustik di jaring nelayan, hasil tangkapan lebih melimpah. Dibanding jaring atau rengge yang tidak menggunakan alat tersebut.
“Tangkapan ikannya itu agak lebih lebih banyak daripada jaring yang dipasang alat Pinger Akustik,” ucap Sopyan Noor, kades Pela.
Tidak hanya tangkapan melimpah, kasus kematian Pesut Mahakam yang terjerat oleh jaring nelayan pun menurun drastis. Cenderung angka kematian karena terperangkap jaring nelayan tidak ada lagi selama 2022-2024.
“Kami juga berharap agar bantuan Pinger Akustik ini bisa ditambah jumlahnya. Harapannya kalau bisa satu nelayan itu bisa memiliki satu Pinger Akustik,” ujarnya lagi.
DUKUNG PENGEMBANGAN WISATA BERBASIS LINGKUNGAN
Meski konservasi Pesut Mahakam jadi tujuan utama, namun pengembangan pariwisata berbasis lingkungan pun dilakukan Pokdarwis Bekayuh Baumbai Bebudaya dan Pertamina Hulu Mahakam. Sejumlah bantuan pun disalurkan, sejak 2019 silam. Di antaranya, memberikan pelatihan pelaku wisata untuk warga Desa Pela, berupa pelatihan sebagai tour guide. Kini, tercatat ada 67 warga Desa Pela yang menjadi tour guide dengan kemampuan berbahasa Inggris.
Dukungan sarana dan prasarana (sapras) penunjang pariwisata pun diberikan. Mulai dari kapal wisata, pembangunan museum nelayan, peningkatan kapasitas homestay, dan penempatan tempat sampah di sejumlah titik. Bahkan mengucurkan beasiswa untuk program studi pariwisata bagi warga Desa Pela.
Sektor UMKM pun dikuatkan, sebagai penunjang pariwisata di Desa Pela. Dengan memberikan pelatihan dan penguatan pengelolaan hasil budidaya perikanan, pelatihan produk lokal olahan pesisir. Juga memberikan pelatihan lingkungan hidup guru pesisir
“Kemitraan strategis ini berujung pada Desa Pela menjadi destinasi wisata berbasis konservasi yang berkelanjutan,” ujar Frans Alexander A Hukom.
Bahkan kolaborasi ini mengantarkan Desa Pela meraih Juara 3 Nasional Desa Wisata Indonesia 2022, Best Tourism Village Upgrade Programme 2023 dan United Nations Best Tourism Organization ditahun yang sama.
BANJIR PENGHARGAAN NASIONAL DAN INTERNASIONAL
Kemampuan Desa Pela dalam mengembangkan Ekowisata Berbasis Konservasi Pesut Mahakam, pun diganjar penghargaan. Pada tahun 2022 Desa Pela diganjar penghargaan sebagai Juara 3 Desa Wisata Nasional dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI. Bahkan Desa Pela berkesempatan menjamu Menparekraf saat itu, Sandiaga Salahuddin Uno, tepatnya pada 25 Juli 2022.
Berselang setahun kemudian, tepatnya pada 2023, Pokdarwis Bekayuh Baumbai Bebudaya pun kembali meraih Kalpataru Kategori Penyelamat Lingkungan tingkat Kaltim. Saat itu, Alimin langsung menerima penghargaan dari gubernur Kaltim. Puncaknya pada tahun 2024, Pokdarwis Bekayuh Baumbai Bebudaya berhasil berbicara ditingkat nasional. Dengan meraih Penghargaan Kalpataru 2024 Kategori Penyelamat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
Kemudian penghargaan Wonderful Indonesia Outlook 24/25 Sustainable Thriving, Impactful Striving dari Kemenparekraf RI. Selanjutnya Juara 5 Desa Wisata Nusantara 2024 dari Kemendes PDTT RI. Terakhir, Juara 1 Pelopor Desa Wisata Inspiratif 2024, Kemendes PDTT RI.
Untuk tingkat internasional, Desa Pela meraih Best Tourism Village Upgrade Programme 2023 dari United Nations Best Tourism Organization. Dimana Desa Pela menjadi 1 dari 20 desa di seluruh dunia yang ikut serta dalam penilaian. Bersaing dengan sejumlah desa yang berasal dari Jepang, Spanyol, Maroko, Peru, Italia, Turki. Ditambah predikat Silver dan Bronze pada Tourism Entrepreneurial Marketing Award 2023 yang diselenggarakan oleh Mark Plus Indonesia.
“Dengan bantuan CSR Pertamina Hulu Mahakam, kita buktikan di nasional terkait konservasi Pesut di Desa Pela,” tegas Alimin.
Berbekal sejumlah penghargaan tingkat regional, nasional dan internasional. Pokdarwis Bekayuh Baumbai Bebudaya pun dipercaya menjadi narasumber di lebih dari 50 desa wisata dan konservasi satwa ditingkat nasional. Untuk di regional, melakukan pendampingan dan replikasi Desa Wisata di Desa Muara Siran (Kukar) dan Desa Batu Majang (Mahakam Ulu). Serta menjadi bagian tim pembina dan pendamping 24 tempat wisata di Kukar.
Konsistensi Pertamina Hulu Mahakam dalam mendukung konservasi Pesut Mahakam dan pariwisata di Desa Pela, turut mendapatkan apresiasi. Yakni berhasil mendapatkan Platinum Ajang Internasional The 15th Annual Global CSR Award 2023, yang diselenggarakan di Da Nang, Vietnam. Menjadi Top 10 Biodiversity Champion, dalam ajang Internasional Responsible Business Award 2023, yang diselenggarakan Reuters, United Kingdom.
Kemudian Great Practice pada ajang Global Corporate Sustainable Award, di Taiwan. Serta predikat Platinum dalam ajang Proving League E2S. Selain membuktikan konsistensi, pun dukungan terhadap konservasi Pesut Mahakam yang terbilang tepat sasaran.
DAMPAK EKONOMI BAGI DESA PELA
Selain memberikan pelatihan langsung kepada 80 nelayan yang kini mampu menggunakan Pinger Akustik. Pun berdampak positif langsung kepada warga Desa Pela. Di mana hingga Oktober 2024, tercatat sekitar 11.119 wisatawan yang datang langsung ke Desa Pela, hingga berdampak langsung pada perekonomian warganya. Tercatat rata-rata penghasilan warga dari homestay mencapai Rp 150 juta per tahun, sementara pendapatan kelompok pengelola wisata di Desa Pela mencapai Rp 342,6 juta per tahunnya.
Sementara dari aspek kemasyarakatan, selain 67 orang warga Desa Pela kini menjadi tour guide mancanegara. Desa Pela juga sudah memiliki 20 Relawan Ranger Pesut yang memiliki keterampilan dalam melakukan evakuasi dan monitor keberadaan Pesut Mahakam. Hingga hasil IKM Program 2023 Desa Pela yang berada diangka 3,49 (4,00) dan SROI 1:1.49.
Tentunya ini menjadi memberikan dampak yang sangat positif bagi Desa Pela. Bahkan Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kukar, Sunggono, mengatakan melalui kolaborasi dan sinergi Pemkab Kukar dan Pertamina Hulu Mahakam, saat ini mampu melindungi dan menjaga habitat Pesut Mahakam sebagai salah satu hewan endemik di Kaltim yang saat ini berstatus terancam punah.
“Paling utama kita mampu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kualitas lingkungan Pesut Mahakam, sebagai salah satu warisan generasi yang akan datang,” ujar Sunggono.
Desa Pela dengan ekowisatanya ini, pun dikatakan Sunggono, menjadi tujuan wisata utama. Baik itu wisatawan lokal hingga mancanegara. Terbukti jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Pela yang sudah mencapai 11 ribu lebih.
“Melalui upaya konservasi Pesut Mahakam berbasis ekowisata, Desa Pela kami yakini dapat menjaga dan melindungi keberadaan dan habitat Pesut Mahakam,” tutup Sunggono. (*)