spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Menulis untuk Menjadi Bermanfaat

Catatan Penulis: Muthi’ Masfu’ah, AMd, CN NLp

(Direktur Yayasan Rumah Kreatif Salsabila, Ketua Komunitas Guru Kreatif Suka Menulis, Kampung Dongeng Bontang dan Koordinator ABI Literasi Kaltim)

Tahu kah kita bahwa menulis adalah tingkat literasi paling tinggi setelah mendengar, berbicara, dan membaca. Karena itu menulis memerlukan usaha ekstra untuk melakukannya. Meskipun menulis itu tidak mudah, ia tetap harus dilakukan oleh setiap orang sebagai bukti bahwa dia ikut memberikan sesuatu bagi peradaban.

Wajar donk, bila penulis itu seorang yang istimewa dalam pandangan umum. Bahkan, Pramoedya Ananta Toer mengatakan, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari sejarah.

Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Dalam tulisan lainnya, beliau juga menegaskan, “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari”. Tentu saja kita tidak ingin keberadaan kita di kehidupan ini hanya seperti numpang lewat saja – dilahirkan, lalu hidup kemudian dikebumikan. Alangkah ruginya jika saatnya tiba, jasad kita dikuburkan tanpa meninggalkan jejak-jejak keberadaan.

BACA JUGA :  Sosialisasi Wawasan Kebangsaan, Kadir Tappa : Tumbuhkan Rasa Semangat Kebangsaan

Nah, melalui tulisan dapat menjadi jalan terbukanya kebermanfaatan. Setiap kita tentu mendamba hidup yang bermakna, untuk diri kita, terlebih buat sesama. Melalui tulisan yang baik kita dapat mewujudkannya.

Karena hakikat hidup adalah tentang memberi, maka inilah arti kesuksesan yang sesungguhnya. “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”, sabda Nabi Muhammad SAW, diriwayatkan Thabrani dan Daruquthni. Tulisan yang dibaca dan dimanfaatkan membuat hidup penulisnya bermakna, bahkan ketika ia telah tiada.

Rasanya tak ada lagi alasan logis bagi kita untuk tidak menulis. Berperan sebagai profesi apa pun kita, sudah berapa saja usia kita, kita dapat membuat tulisan apa saja dan jenis tulisan apa saja, sesuai kemampuan kita. Seperti halnya buku kumpulan cerpen ini, yang pernah dimuat di Media Kaltim Online, bentuk cerpen yang saya pilih. Yakni buku Tragedi Aji Dewi dan Biar Rindu Menggores Langit yang merupakan buku ke 26 dan 27 karya saya. Mengupas sisi kehidupan manusia dalam banyak hal yang kita bisa petik banyak manfaatnya.

BACA JUGA :  Kehilangan BPKB Mobil

Nah,  sebagaimana layaknya kebiasaan banyak orang membuat resolusi di setiap awal tahun baru ini, saya mengajak semua membulatkan tekad membuat tulisan yang dibaca dan dimanfaatkan banyak orang, sekali lagi bentuk apapun tulisannya.

Sebagaimana imam Al Ghazali berpesan, “Jika kamu bukan anak raja juga bukan anak ulama besar, maka menulislah.”

Dan menulis memang butuh perjuangan, tapi itu bukan berarti sulit untuk dilakukan. Kita hanya butuh kemauan. Itu saja. Marilah kita mulai berbuat kebaikan dengan tulisan kita. Sekarang juga, berapa pun usia kita, tidaklah terlambat. Nah ada potongan puisi Wiji Thukul (1988) dalam bukunya Aku Ingin Jadi Peluru:

  • Jika tak ada mesin ketik
  • aku akan menulis dengan tangan
  • jika tak ada tinta hitam
  • aku akan menulis dengan arang
  • jika tak ada kertas
  • aku akan menulis pada dinding
  • jika aku menulis dilarang
  • aku akan menulis
  • dengan tetes darah!

Akhirnya, terima kasih Media Kaltim yang selalu memberi ruang saya untuk menulis dan bermanfaat, semoga menjadi amal kebaikan tersendiri. Aamiin.. (*)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img