SAMARINDA – Dengan ditetapkannya Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim), Staf Ahli Gubernur Bidang Reformasi, Birokrasi, dan Keuangan Daerah, Drs. Didi Rusdiansyah, MM, menghimbau masyarakat asli daerah Kaltim untuk melestarikan bahasa asli Kaltim sebagai salah satu produk budaya asli Kaltim agar tidak punah.
Hal ini disampaikan oleh Didi saat menutup rangkaian acara penganugerahan lomba Pustakawanan dan Pengembangan Literasi masyarakat yang diadakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (DPKD) Kaltim beberapa waktu lalu di ruang serbaguna Pemerintah Provinsi Kaltim.
Didi memberikan contoh tentang budaya Betawi di Jakarta yang tergerus oleh kemajuan kota Jakarta, di mana banyak generasi muda yang meninggalkan budaya asli, termasuk cara bertutur bahasa Betawi.
“Kita sudah dipilih menjadi wilayah IKN, oleh karena itu kita harus mampu menjaga budaya kita, salah satunya adalah bahasa asli daerah Kaltim. Jangan sampai nanti anak cucu kita bertanya, bahasa asli Kaltim apa, kita tidak bisa menjawabnya,” ujarnya.
Menurut Didi, bahasa asli Kaltim meliputi Bahasa Kutai, Bahasa Paser, dan Bahasa Dayak. Namun, saat ini ketiga bahasa ini sudah banyak ditinggalkan oleh penuturnya, terutama karena homogenitas masyarakat Kaltim saat ini.
“Kita sebenarnya tidak kekurangan penuturnya, tetapi sekarang semakin sedikit yang menggunakannya, terutama dengan kedatangan suku-suku pendatang dari Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan Selatan, yang membuat masyarakat Kaltim semakin homogen,” ungkapnya.
Selain pengaruh dari pendatang, Didi juga mengatakan bahwa kemajuan teknologi, seperti media sosial yang populer di kalangan generasi muda, juga berkontribusi pada pengurangan penggunaan bahasa asli Kaltim. Meskipun hal ini tidak dapat dihindari, tetapi Didi berpendapat bahwa berbicara dalam bahasa asli daerah bukan berarti bersikap primordial atau etnosentris, melainkan lebih kepada upaya untuk melestarikan produk-produk budaya asli Kaltim yang telah ada sejak lama.
Salah satu langkah yang diambil oleh Pemerintah Provinsi Kaltim adalah mengadakan lomba bertutur, yang saat ini dikelola oleh DPKD Kaltim. Melalui lomba ini, cerita-cerita rakyat asli daerah Kaltim diangkat sebagai upaya untuk menjaga budaya Kaltim agar tetap hidup.
“Kedepannya, bukan hanya ceritanya saja yang harus kita pertahankan, tetapi jika memungkinkan, tutur kata juga perlu dilakukan dalam bahasa asli Kaltim,” pinta Didi.
Didi berharap masyarakat pribumi tetap mampu mempertahankan dan melestarikan bahasa asli Kaltim, dengan penetapan IKN di tengah wilayah Kaltim, sebagai karakter budaya asli Kaltim.
“Memelihara bahasa Kutai, Paser, dan Dayak adalah salah satu cara kami untuk menunjukkan eksistensi masyarakat pribumi Kaltim,” tutupnya. (Han/ADV)
Pewarta: Hanafi
Editor: Agus Susanto