BONTANG – Berburu mungkin olahraga yang tak banyak diminati orang. Tidak untuk Khoirul Anam. Berburu baginya bukan sekedar hobi pelepas penat, namun sudah menjelma jadi bisnis pendulang rupiah.
Sebuah etalase berdiri kokoh di teras rumah. Sekat-sekat alas di dalamnya tersusun rapi berbagai pernak pernik asesoris menembak. Stiker bertulis Bontang Army Shop terpampang gagah di depan pintu berwarna putih.
Nuansa militer menyapa wartawan Radarbontang.com, kala mengunjungi salahsatu petak rumah kontrakan di Jalan Mayjen D.I Panjaitan, Gang Piano 01 No 26 B itu.
Masuk ke dalamnya pemandangan ala-ala militer lebih kental terasa. Senapan angin laras panjang berbagai tipe berjajar rapi di ruangan berukuran sekira 3×5 meter itu. Di bagian kanan ruangan, temboknya dipenuhi gantungan rapi topi beragam model.
Sisi kiri dipenuhi jejeran seragam warna coklat corak khas tentara, tumpukan kotak-kotak sepatu dan tenda. Beragam jenis pisau untuk berburu ada, untuk kurban pun tersedia. Deretan kaleng peluru tersusun rapi di sudut bawah kanan etalase.
“Awalnya bukan peralatan berburu yang saya jual. Hanya perlengkapan taktikal seperti baju, tas, topi, hingga seragam-seragam institusi seperti polisi, Satpol PP, tentara, dan lain sebagainya,” ujar Irul mengawali kisahnya kepada media ini yang datang menyambangi tokonya persis di belakang ex gedung MTQ lama.
Di tahun 2013, ketika dirinya bertemu konsumen penghobi berburu, minatnya kepada kegiatan yang termasuk kategori olahraga menembak itu membuncah.
Sejak itu Ia mulai menekuni hobi menembak dan berburu. Kerap menembak di lapangan tembak. Berlatih menarget burung-burungan besi. Bahkan sering mengikuti event-event menembak. Lantaran tiap tahun di Bontang event menembak sering diadakan.
“Event hunting ceria sering saya ikuti. Kalau waktu-waktu senggang pun sering berburu sendiri. Kadang dapat burung belibis, tupai juga sering,” bebernya.
Di tahun 2014, Irul mulai melengkapi usahanya dengan menyediakan beragam perlengkapan berburu. Senjata laras panjang, peluru kaliber 4,5 milimeter, pisau bushcraft, teropong, dan beragam asesoris penunjang hobi berburu.
“Selain hobi saya lihat peluang juga. Waktu itu banyak peminat olahraga berburu mencari perlengkapannya di luar Bontang. Saya pikir kenapa tidak saya jual di sini,” ucapnya.
Seiring berjalannya waktu, usaha yang diberinya nama Bontang Army Shop itu mulai dikenal di kalangan penghobi berburu di Bontang maupun Sangatta. Tokonya kerap jadi referensi mencari segala perlengkapan berburu. Satu-satunya toko menjual perlengkapan berburu di Kota Taman. “Kalau senjata itu ada 2 tipe yang saya jual. Tipe uklik dan PCP,” singkatnya menjelaskan produk.
Tipe uklik menggunakan pompa manual. Tabung lebih kecil dan power menembak pun lebih ringan. Berbeda dengan PCP. Tabungnya lebih besar, sehingga dapat menampung angin lebih banyak. Alhasil, daya tembak jauh lebih kuat dibanding uklik.
Powernya bisa mencapai 900-1000 frame per second (fps). Sementara tipe uklik power tembakan hanya berkisar 600-700 fps saja.“Tipe PCP ada alat khusus pompanya. Kalau gak mau repot bisa ngisi di sini. Rp 30 ribu sekali pompa,” katanya.
Tipe PCP terbagi menjadi 2 jenis lagi. Senjata dengan tabung dural (tabung panjang) dan bocap (menyerupai botol kecap).
Tidak main-main hobi menembak ini. Jutaan rupiah harus dirogoh demi bisa memenuhi passion. Kisaran harga yang dijual Irul saja berkisar Rp 1,4 juta yang paling murah hingga mencapai Rp 12,5 juta.
Kata Irul, di tempat lain masih ada lagi harga yang jauh lebih tinggi. Bisa mencapai Rp 50 juta.
Sementara peluru harganya berkisar Rp 140 ribu – Rp 200 ribuan dengan isi 250-500 butir per kaleng. Pisau ada yang mencapai harga Rp 500 ribu dengan bahan dari baja.
Berdasarkan aturan yang ia pahami, menjual senjata angin diperbolehkan dengan syarat peluru yang digunakan kaliber maksimal 4,5 milimeter. Sedangkan kaliber di atas itu harus memiliki izin ke pihak kepolisian.
“Kaliber di atas 4,5 mm selain wajib izin, senjata pun harus ditaruh di kantor polisi. Boleh diambil saat dibutuhkan saja dan mendapat surat ijin dari pihak kepolisian,” bebernya.
Walaupun tidak wajib berijin, namun dirinya rutin mendapat peninjauan dari pihak kepolisian. Biasanya tiap 1,5 tahun sekali polisi datang mengecek usahanya. “Semua itu demi keamanan bersama,” ungkapnya. (*)