Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan serangan stroke ringan. Ini terjadi begitu cepat. Bagaimana mengenalinya?
Menurut dr Dwiyanti, TIA menyerang selintas namun tetap sama dengan gejala stroke berat. Secara umum, stroke memiliki tiga penyebab yaitu pendarahan atau pecah pembulu darah, adanya sumbatan, dan sumbatan separuh atau disebut Ischemic.
Pada TIA terjadi penyumbatan di pembulu darah sehingga darah yang mengalir ke otak menjadi lemah. Gejalanya dimulai dengan kelumpuhan wajah separuh, kemudian terjadi kekakuan berbicara (pelo), kelumpuhan anggota gerak separuh baik di bagian kiri dan kanan yang tiba-tiba tidak dapat digerakkan, pandangan salah satu mata kabur, hingga kemudian pingsan dan muntah.
“Itu yang pingsan dan muntah stroke yang pendarahan tadi. Sebagian besar stroke menyebabkan pasiennya meninggal dunia,” jelas Kepala Puskemas Bontang Utara II ini, saat ditemui Sabtu (13/8/2022).
Walau gejalanya ringan, TIA tidak boleh dibiarkan. Dimana saat terserang TIA, ada periode waktu emas sekitar tiga jam, dimana pasien harus segera mendapat pertolongan ke rumah sakit.
“Jadi misalnya dari gejala yang dicurigai stroke, maka itu harus segera ke rumah sakit untuk mendapatkan tata laksana obat untuk mengencerkan sumbatan tadi (yang terjadi) yang dapat mengatasi kecacatan permanen,” kata Dwi.
Menurutnya, TIA terjadi dengan efek ringan yang menyerang satu anggota badan dan kemudian kembali normal dalam beberapa menit atau kurang dari dua jam.
“Kadang itu dianggap sepele. Menganggap tidak terjadi apa-apa. Seharusnya segera diperiksakan sebelum melewati periode emas, karena TIA akan dapat menyebabkan stroke yang lebih parah,” papar Dwi. TIA yang dipicu adanya sumbatan pada pembulu darah, biasanya mengakibatkan keluhan pusing.
Dalam stroke berat yang terjadi yakni pendarahan, mengakibatkan pusing hebat dan lumpuh anggota badan separuh yang terjadi pada lansia di waktu pagi hari.
“Biasanya terjadi pada pagi hari yang terjadi tiba-tiba pingsan atau mendadak jatuh,” kata Dwi. Dengan perbedaan TIA yang terjadi hanya dengan gejala tidak dapat menggerakkan anggota badan atau berbicara dengan tidak jelas.
Adapaun pencegahannya, kata Dwi, dapat dilakukan dengan melihat faktor risikonya, seperti hipertensi, diabetes, obesitas atau orang-orang dengan tingkat kolesterol tinggi.
“Bagaimana caranya? Kalau sudah mengetahui ada hipertesi, sebaiknya rutin memeriksakan tekanan darahnya setiap bulan. Minum obat sesuai dengan anjuran dan olahraga semampunya,” jelasnya.
Beberapa faktor risiko bisa dihindari seperti merokok, pembekuan darah, obesitas atau lemak tinggi dengan cara mengontrol penyebab terjadinya stroke.
“Sebenarnya pembekuan darah atau penyumbatan kalau di otak disebut stroke. Kalau di jantung disebut serangan jantung. Karena ini kita tidak bisa duga atau prediksi,” sebut Dwi.
Dia menyarankan untuk dapat mengetahui gejala-gejala yang terjadi pada TIA sehingga dapat mencegah stroke yang lebih berat.
“Sebenarnya yang perlu dipahami tanda-tanda gejala ringan yang terjadi,” kata Dwi. “Dalam TIA juga perlu evaluasi apakah kecacatannya permanen atau sementara dan stroke juga perlu rehabilitasi dan fisioterapi,” pungkas Dwi. (yah)