spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Menepuk Air di Dulang

Oleh : Adi Supriadi
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Dulang atau nampan biasanya berbentuk lingkaran yang permukaannya datar dan biasanya berbibir pada tepinya, terbuat dari kayu atau kuningan, atau material yang lain. Pada masyarakat Jawa, dulang biasanya digunakan dalam proses memasak nasi, sebagai wadah mengaduk-aduk nasi yang baru matang sambil dikipas sebelum ditaruh dibakul. Di Minangkabau dulang selalu digunakan dalam upacara adat sebagai wadah untuk membawa makanan dalam piring-piring yang ditumpuk dan ditutup dengan kain.

Karena permukaannya yang datar sedikit saja air tumpah didalamnya maka akan tersebar merata ke seluruh permukaan. Dan jika kita menepuknya, sebagian percikan air akan mengarah ke muka kita, itu sebabnya ada peribahasa ‘menepuk air di dulang terpercik muka sendiri’. Peribahasa tersebut memiliki makna yang bervariasi, namun intinya segala sesuatu yang kita lakukan bisa kembali ke diri kita sendiri, baik hal baik maupun buruk.

Peribahasa tersebut relevan dengan kegiatan yang kami lakukan pada Selasa 11 Oktober 2022 lalu, di Gang Gotong Royong RT. 5 Kelurahan Gunung Panjang. Kegiatan tersebut dihadiri oleh 21 orang, 11 diantaranya perempuan. Kegiatan tersebut merupakan salah bentuk pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh Program Studi Pengelolaan Lingkungan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda yang berjudul ‘Pengelolaan Sampah Tanpa Bakar’.

BACA JUGA :  Peran Milenial Meminimalisir Sikap Intoleransi Dalam Multikultural di Masa Kini

Diawali dengan perkenalan, yang dilanjutkan dengan penyampaian materi terkait pengelolaan sampah tanpa bakar dan diskusi yang sangat aktif dengan fasilitator diskusi professional, peserta diskusi terlihat begitu bersemangat. Kegiatan diakhiri dengan pembagian souvenir berupa kaos dan makan siang bersama. Dengan maksud untuk melekatkan pesan utama kegiatan, di belakang kaos berwarna ungu yang dibagikan terdapat tulisan ‘Ayo Mulai Tidak Membakar Sampah’.

Pesan tersebut sejatinya bukan hanya untuk masyarakat Gang Gotong Royong, tetapi bagi kita semua yang masih sering menghilangkan sampah dengan membakar. Dan terutama sekali bagi Program Studi Pengelolaan Lingkungan yang hampir setiap hari petugas kebersihannya membakar sampah tidak jauh dari kelas-kelas tempat mahasiswa belajar mengolah sampah tanpa membakar.

Seiring perkembangan jaman dulang tak lagi popular. Sebagian besar masyarakat Jawa telah menggunakan rice cooker, di Minangkabau saya tidak begitu yakin, apakah masih cukup sering dilakukan upacara adat, dan kalaupun masih dilakukan, apakah dulang masih diperlukan. Barangkali dulang memang tak lagi popular, tetapi ‘menepuk air di dulang terpercik muka sendiri’ sepertinya akan abadi sepanjang jaman.

BACA JUGA :  Reorentasi Paradigma Pembelajaran di Era Digitalisasi

Kita bisa saksikan di berbagai media begitu relevannya peribahasa tersebut dengan kehidupan kita sehari-hari. Sudah banyak tokoh-tokoh publik yang mukanya terkena percikan karena kecerobohannya menepuk-nepuk air di dulang. Perkembangan teknologi semakin pesat yang pada akhirnya akan menghubungkan semua tempat dan semua umat manusia di Planet Bumi, sepertinya kita masih akan banyak melihat bagaimana wajah para tokoh public terpercik air dari dulang yang ditepuknya dengan kurang hati-hati. (**)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
Html code here! Replace this with any non empty raw html code and that's it.