Oleh: Elfrida Sentyana Siburian
(Mahasiswa Universitas Mulawarman, Program Studi Ilmu Komunikasi)
“Kecerdasan otak saja tidak berarti segala-galanya. Harus ada juga kecerdasan lain yang lebih tinggi, yang erat berhubungan dengan orang lain untuk mengantarkan orang ke arah yang ditujunya. Di samping otak, juga hati harus dibimbing, kalau tidak demikian peradaban tinggal permukaannya saja” RA Kartini.
21 April tentu hari yang paling bersejarah yang menandakan lahirnya sebuah gerakan baru. Gerakan yang mengingatkan kita untuk selalu mengenang dan meneladani perjuangan emansipasi yang dipelopori oleh pejuang perempuan ibu kita Kartini.
RA Kartini merupakan sosok pahlawan yang lahir di Jepara, 21 April 1879 yang mencetuskan lahirnya kesetaraan gender dan kesamaan kelas sosial dalam masyarakat Indonesia.
Menurut KBBI emansipasi adalah pembebasan dari perbudakan, persamaan hak dalam berbagai kehidupan masyarakat. Sementara emansipasi wanita adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan maju.
Terlepas dari kisah sejarah yang inspiratif membuat kita perlu meninjau kembali usaha yang sudah dia lakukan kepada perempuan Indonesia. Apakah kita masih mengenang jasanya? Atau masihkah usahanya yang dulu masih membekas? Kita sekarang berada di zaman yang serba canggih, budaya luar yang kerap kali kita serap sampai kita lupa akan kejadian beberapa tahun lalu.
Membicarakan pergerakan perempuan tak akan pernah habis sepanjang masa. Apalagi dengan berbagai keresahan yang terjadi saat ini. Ketidakadilan yang masih menjelma, berbagai pelecehan masih sangat ramai terjadi di berbagai daerah. Lantas masihkah itu akan terus terjadi?
Di era milenial sekarang kemajuan pendidikan perempuan mengalami kemajuan, posisi wanita dalam bangku politik semakin meningkat. Dari segi politik, pada hasil pemilu pemilihan presiden dan wakil presiden dan pemilihan legislatif, nama nama anggota DPR RI pada 2019-2024 ada 118 perempuan atau setara dengan 20,5%.
Tentu ini adalah pencapaian tertinggi yang pernah diraih Indonesia. Perempuan hari ini akan bebas berkarya, tentu inilah yang dirindukan oleh Ibu kita Kartini. Perempuan hari ini harus lebih dari sekedar membaca, karena tantangan akan semakin sulit ke depan. Tetapi perempuan hari ini harus tampil sebagai pemikir, penganalisa, pengambil keputusan, pembuat gerakan baru dan menakar kembali jiwa dan semangat RA Kartini.
Kitalah yang akan melanjutkan perjuangan Ibu kita Kartini. Kitalah Kartini milenial yang kreatif yang mampu menebarkan aura positif dan mampu menjadi terang dimanapun kita berada.
Kalau Kartini sudah tiada bukan berarti perjuangannya juga mati. Kitalah yang menyandang gelar itu sekarang. Milikilah jiwa seperti Kartini yang akan menumpas segala ketimpangan yang ada dan hapuskan segala stigma buruk di masa lalu.
Karena emansipasi wanita bukan bicara soal hak atau kesetaraan saja tapi bagaimana para wanita dapat berkembang dan maju dari waktu ke waktu tanpa menghilangkan jati dirinya.
Hari Kartini itu bukan hanya 21 April tetapi setiap hari, karena setiap hari kita berjuang dan bergerak.
Kartini tidak selalu bicara soal Kebaya ataupun lagi Ibu Kita Kartini tetapi itu bicara soal semangat perempuan untuk terus maju tanpa merisaukan gender. Maka berjuanglah para perempuanku. Habis gelap terbitlah terang. Kuucapkan selamat hari Kartini untuk para wanita di seluruh nusantara. Hidup Perempuan yang Berlawan. (**)
Referensi
• http://bandungkota.bawaslu.go.id/berita-semangat-kartini-di-era-milenial.html
• https://bemu.umm.ac.id/id/berita/kartini-masa-kini-mendobrak-stigma-perempuan-sebagai-strata-kedua-di-bumi-pertiwi.html
• https://nursing.ui.ac.id/memaknai-emansipasi-wanita-di-masa-kini/