SAMARINDA – Sejumlah perusahaan sawit di Kalimantan Timur (Kaltim) didesak untuk segera menunaikan kewajiban mereka memberikan 20 persen hak plasma kepada masyarakat sekitar wilayah operasi mereka. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Perkebunan.
Komisi III DPRD Kaltim, yang membidangi pertanian, perkebunan, dan kehutanan, mengungkapkan bahwa masih banyak permasalahan yang terjadi antara perusahaan sawit dan masyarakat terkait dengan pemberian hak plasma. Beberapa perusahaan sawit dinilai tidak menjalankan kewajiban mereka secara baik dan adil.
“Ada perusahaan yang memberikan plasma yang jauh dari lokasi kebun utama, ada yang tidak memberikan sama sekali, ada yang memberikan tidak sesuai dengan luas lahan yang dikuasai perusahaan. Ini sangat merugikan masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik sosial,” kata Muhammad Udin, anggota Komisi III DPRD Kaltim dari Fraksi Golkar.
Udin menegaskan bahwa pemberian hak plasma adalah kewajiban perusahaan berdasarkan regulasi soal perkebunan. Dia berharap, perusahaan sawit bisa menjadi mitra yang baik bagi masyarakat, bukan menjadi musuh yang merampas hak-hak mereka.
“Perusahaan sawit harus bertanggung jawab sosial kepada masyarakat sekitar kebun mereka, dengan memberikan hak plasma yang layak dan menguntungkan. Semoga masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari keberadaan perusahaan sawit di daerah mereka,” ujarnya.
Menurut Udin, pemberian hak plasma kepada masyarakat sekitar kebun sawit adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Dengan memiliki lahan plasma, masyarakat bisa mengelola lahan secara mandiri dan mendapatkan pendapatan dari hasil panen sawit.
“Kami akan terus mengawasi dan mengawal pelaksanaan kewajiban plasma ini, agar tidak ada lagi perusahaan sawit yang melanggar aturan dan merugikan masyarakat,” tegas Udin. (Eky/adv/dprdkaltim)