SAMARINDA – Apabila dicermati benar-benar, Jembatan Mahkota II adalah satu-satunya jembatan di Sungai Mahakam dengan pilar utama di atas tanah. Pilar utama empat jembatan yang lain –Jembatan Mahakam, Mahkota IV, Kukar, dan Martadipura—, terpancang dengan pondasi di dasar sungai. Pilar-pilar tersebut dilengkapi pelindung beton yang disebut fender untuk menahan gerusan air maupun tertabrak kapal.
Jembatan Mahkota IV berbeda. Di sisi Palaran, pilar utama sekaligus kaki pylon-nya di daratan. Meskipun mustahil ditabrak kapal, posisi tersebut menyimpan risiko lain yakni abrasi. Celakanya, ancaman tersebut tidak ditangani sejak jembatan pertama kali dibangun.
Ketua Forum Jasa Konstruksi Kaltim, Samsul Tribuana, mengatakan bahwa pemerintah semestinya telah merancang pembangunan turap sedari awal. Tepian yang telah diturap dapat melindungi kaki jembatan. Samsul mengambil contoh Jembatan Kukar. Turap di bawah jembatan dibangun bersamaan dengan jembatan.
[irp posts=”13706″ name=”Longsor Kian Parah, Jalan Ambles dan Tanah Retak, Pylon Jembatan Mahkota II Bergeser”]
“Saat ada gelombang (dari kapal maupun arus sungai), risiko abrasi bisa dikurangi,” jelas ketua Dewan Pertimbangan Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia Kaltim tersebut kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Selasa (27/4/2021).
Samsul berharap, tim teknis yang menginvestigasi kondisi jembatan mewaspadai segala kemungkinan. Pemerintah harus awas agar tragedi jembatan ambruk seperti di Tenggarong pada 26 November 2011 tidak terulang. Jembatan harus diteliti dan dikaji sampai tuntas sebelum difungsikan kembali. “Jembatan itu, kalau bergeser 1 sentimeter saja, sudah berbahaya. Jembatan perlu keseimbangan jadi tak bisa sembarangan,” terangnya.
Pada Minggu (25/4/2021), abrasi telah menyebabkan bagian bawah pylon Jembatan Mahakam Kota II terpapar arus Sungai Mahakam. Pemeriksaan awal Pemkot Samarinda menemukan, pylon atau menara jembatan bergeser 40 milimeter. Persisnya, 7 milimeter ke kanan dan 33 milimeter ke bawah. Pemkot Samarinda mengambil langkah cepat. Lalu lintas di atas jembatan dihentikan.
Akademikus dari Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Dr Tiopan Henry Manto Gultom, memberikan penjelasan tambahan. Menurutnya, tanah yang ambles di kaki Jembatan Mahkota II turut disebabkan kondisi lahan yang kritis. Tidak ada tanaman pelindung abrasi di lahan sekitar pilar jembatan. Tanpa vegetasi tersebut, daya ikat tanah rendah sehingga menimbulkan keretakan. Ketika ditimpa air hujan maupun digerus arus sungai, abrasi pun terjadi.
“Saran saya, harus dibuat sheet pile (turap) atau ditanam vegetasi untuk melindungi pondasi. Kondisinya sepertinya semakin parah,” jelas dosen teknik sipil yang mengambil magister dari Institut Teknologi Bandung tersebut.
[irp posts=”13656″ name=”Walikota Andi Harun Putuskan Jembatan Mahkota II Ditutup, Inilah Alasannya”]
Sementara itu, abrasi di sekitar pilar utama Jembatan Mahkota II kian mengkhawatirkan. Dari pantauan media ini, sebagian tanah di halaman proyek Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kalhold telah tergerus. Jalan di depan proyek tersebut runtuh. Tanah longsor diperkirakan terjadi pada Senin dini hari setelah hujan deras.
Selain abrasi dan pylon yang bergeser, permukaan aspal di Jembatan Mahkota II mengalami keretakan. Akan tetapi, kondisi itu disebut bukan karena pergeseran struktur. Kepala Bidang Bina Marga, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Samarinda, Denny Alfian, menjelaskan bahwa retakan sudah muncul sebelum abrasi. Indikasinya, kata dia, celah di aspal terisi pasir dan batu. Jika retakan baru, celah seharusnya berwarna hitam gelap.
“Retakan di aspal wajar apalagi jika jalan sering digunakan,” terang Denny. Retakan juga tidak memengaruhi struktur utama jembatan. “Saya belum bisa jelaskan lebih detail karena saya harus laporan dulu kepada atasan,” sambungnya.
Wartawan kaltimkece.id, jejaring media kaltim, telah mengamati retakan tersebut pada Selasa (27/4/2021). Retakan memanjang sejauh puluhan meter ditemukan di marka jalan. Lebar celah sekitar 3 milimeter. Bagian dalam retakan berwarna terang, keputih-putihan seperti terisi pasir.
Keretakan di permukaan aspal, sebagaimana dicuplik dari Jurnal Teknik Sipil berjudul Analisa Faktor Penyebab Kerusakan Jalan (2014), disebabkan beberapa faktor. Mekanisme kompleks juga terlibat. Akan tetapi, secara teoritis, retak terjadi bila tegangan tarik di lapisan aspal melampaui tegangan tarik maksimum yang dapat ditahan oleh perkerasan (permukaan jalan) tersebut.
Retakan di permukaan aspal dibagi menurut bentuknya. Jika melihat ciri-ciri retak di Jembatan Mahkota II, jenis retakan yang paling mendekati adalah retak sambungan pelebaran jalan atau widening cracks. Retak ini berbentuk memanjang dan biasa ditemukan di sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan baru.
Retak sambungan disebabkan perbedaan daya dukung di bawah bagian baru dan bagian jalan lama. Bisa juga karena ikatan antara sambungan tidak baik (Identifikasi Jenis Kerusakan Jalan, Jurnal Universitas PGRI Semarang, 2017, hlm 19).
Jika tidak diperbaiki, masih menurut jurnal yang sama, air dapat meresap ke lapisan perkerasan melalui celah-celah. Merasuknya air ke aspal dapat melepas butir-butir sehingga retak bertambah besar. Menurut Dr Tiopan Gultom dari Unmul, keretakan di Jembatan Mahkota II diduga disebabkan deformasi perkerasan aspal. “Terlihat di daerah sambungan aspal,” ucapnya. Meskipun demikian, Gultom mengatakan, kondisi jembatan belum bisa dipastikan sebelum pelat di bawah jembatan diperiksa. “Bisa dilihat menggunakan drone,” ucapnya. (kk)