spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lindungi Tenaga Kerja Lokal, DPRD Kutim Kebut Raperda Ketenagakerjaan

SANGATTA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim telah menetapkan Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Inisiatif Dewan tentang Ketenagakerjaan.

Anggota DPRD Kutim asal Fraksi Amanat Keadilan Berkarya (AKB), Basti Sanggalangi ditetapkan sebagai Ketua Pansus. Basti menargetkan finalisasi perda tersebut harus selesai dalam waktu satu bulan kedepan.

Pasalnya, keberadaan Raperda Ketenagakerjaan dinilai sangat mendesak. Terlebih beberapa perusahaan besar yang mulai beroperasi di Kutim dan sistem penerimaan tenaga kerjanya harus lebih mengutamakan tenaga kerja lokal.

“Jangan sampai lagi nanti sistem penerimaan tenaga kerja orang luar yang diutamakan. Sementara kerja lokal kita yang ada di sini menjadi penonton. Sehingga perda ini dikebut
selesai dalam satu bulan agar tenaga lokal bisa dilindungi,” ucap Basti Sanggalangi, ditemui usai rapat pansus, Selasa (26/10/2021).

Foto: Rapat Pansus Ketenagakerjaan yang digelar di ruang hearing, Selasa (26/10/2021).

Dijelaskan, pihaknya membuat Raperda Ketenagakerjaan dikarenakan ada ratusan perusahaan, baik yang bergerak di pertambangan batu bara maupun perkebunan, selalu
memunculkan konflik antara pekerja dan pengusaha.

Untuk itu, pihaknya berinisiatif membuat raperda dengan harapan kelak masalah ketenagakerjaan tidak ada lagi di Kabupaten Kutai Timur.

“Dengan adanya raperda ini, nantinya akan kita sosialisasikan ke pengusaha, hingga ke pekerja. Agar hal ini bisa menjadi tolok ukur peraturan yang ada di Kutim. Jangan sampai lagi nanti ada muncul pendapat yang lain. Padahal sebelumnya sudah diatur dalam Perda yang tidak bertentangan dengan UU Cipta Kerja atau omnibus law,” jelasnya.

Karena itu, pihaknya berharap penyusunan raperda bisa berjalan lancar dan apa yang diusulkan sejumlah serikat pekerja maupun pengusaha, tidak menjadi persoalan.

“Poin-poin raperda ini nantinya adalah bagaimana agar sistem rekrutmen tenaga kerja jika memungkinkan dan tidak melanggar UU di atasnya. Paling tidak 80 persen tenaga kerja lokal (Kutim), dan 20 persen dari luar,” imbuhnya.

Selain itu, setiap perusahaan baik yang bergerak di pertambangan batu bara dan perkebunan harus memiliki kantor di Kutim (Sangatta).

“Kalau mereka datang berinvestasi di Kutim, paling tidak mereka wajib punya kantor. Sehingga lebih memudahkan komunikasi baik dengan pemerintah maupun denga pekerjanya,” bebernya.

Lebih lanjut, dalam raperda nantinya diatur bagaimana agar seluruh sistem penerimaan tenaga kerja melalui Dinas Tenaga Kerja.

“Karena itu tupoksi mereka, seperti proses lamaran kerja harus melalui Disnaker secara administrasi, setelah itu barulah dikirim ke perusahaan, sehingga Disnaker juga punya database,” tutupnya. (ref)

16.4k Pengikut
Mengikuti