spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lemahnya Tata Kelola Picu Tingginya Harga Produk Minyak Sawit di Indonesia

BOGOR – Harga minyak goreng beberapa waktu lalu sempat mengalami lonjakan harga yang cukup tinggi. Sehingga, tak dimungkiri menyusahkan masyarakat mengingat minyak dari sawit ini menjadi salah satu kebutuhan pokok.

Padahal, Indonesia sendiri merupakan salah satu negara produsen sawit terbesar di mana  total  produksi minyak sawit Indonesia mencapai 47,4 juta ton di tahun 2018, dengan komposisi ekspor mencapai angka 80,7 persen  dari total produksi komoditas ini. Bahkan, jika dilihat dari total luasan kebun sawit di Indonesia, kini telah mencapai 14,03 juta hektare dan telah meningkatkan penyerapan tenaga kerja menjadi lebih dari 16 juta orang.

Ketua Bidang Advokasi dan Hukum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Yunita Sidauruk mengungkapkan bahwa tingginya harga produk minyak sawit beberapa waktu lalu memang disebabkan tidak adanya ketegasan terkait regulasi  dan tata kelola perdagangan produk sawit.

“Kalau minyak goreng sampai mahal, kita semua tahu bahwa memang ada tata kelola yang tidak dipatuhi oleh pihak-pihak yang terlibat,” ungkap Yunita kepada wartawan dalam konferensi pers  FGD #SawitBaik di Swiss-Belhotel Bogor, Kamis (2/11/2023).

BACA JUGA :  Tanggapi Independensi Kekuasaan Kehakiman, Prabowo Janji Perbaiki Kualitas Hidup dan Gaji Hakim

Namun saat ini, Yunita menerangkan bahwa sudah ada ketentuan yang menetapkan pihak pengekspor Crude Palm Oil (CPO) harus atau wajib mengalokasikan sekian persen dari jumlah ekspornya untuk pasar domestik. “Misalnya, ada kebijakan ekspor CPO-nya 100 ton maka 20 ton harus di domestik,” sebutnya.

Dalam hal ini Yunita juga tak menampik jika masih banyaknya perusahaan yang lebih memilih mengekspor produk sawit ke luar negeri. Akan tetapi, menurutnya ada pula perusahaan yang tetap berkomitmen untuk menjual produk sawit hanya di pasar domestik.

“Itu kembali lagi kepada perusahaan. Karena perusahaan itu biasanya melihat kemungkinan-kemungkinan. Ada juga perusahaan di Indonesia yang lebih senang 100 persen produknya itu domestik. Karena mereka tidak mau menerima risiko perdagangan di luar. Sebut saja, proses asuransi yang ribet, perjalanan laut, kemungkinan dibajak di tengah laut, dan lain sebagainya. Jadi mereka lebih memilih menjual ke pasar domestik saja,” tuturnya.

Adapun melalui FGD ini, Yunita berharap bahwa sawit ke depannya dapat  terus memberikan kontribusi yang besar terhadap Indonesia.

BACA JUGA :  MK Tolak Gugatan Batas Usia Maksimal Capres-Cawapres 70 Tahun

Diketahui, berdasarkan data yang dipaparkan dalam FGD ini bahwa nilai ekspor kelapa sawit Indonesia secara keseluruhan (CPO dan produk turunannya, biodiesel, dan oleochemical) telah dibukukan mengalami kenaikan sekitar 8% atau dari 32,18 juta ton pada 2017. Angka ini meningkat menjadi 34,71 juta ton di 2018.

Peningkatan paling signifikan secara persentase dicatatkan oleh biodiesel Indonesia yaitu sekitar 851%, atau dari 164 ribu ton (2017) menjadi 1,56 juta ton (2018).

Pewarta : Nicha Ratnasari

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img