BONTANG – Di Indonesia, mayoritas pasien kanker payudara baru mencari pengobatan ketika penyakitnya sudah mencapai stadium lanjut. Dokter Sub Spesialis Bedah Onkologi RSUD Bontang, dr. Johan Gomar Gama, Sp.B (K) Onk, mengungkapkan sekitar 70 persen pasien datang dalam kondisi stadium tiga atau empat, yang membuat penanganan menjadi lebih sulit.
“Pasien rata-rata datang dengan kondisi yang sudah sulit untuk ditangani dengan baik, sekitar 70 persen datang dengan kondisi itu,” ujarnya, Sabtu (8/3/2025).
Dr. Johan membandingkan kondisi ini dengan negara lain yang memiliki kesadaran lebih tinggi terhadap deteksi dini kanker payudara. Di luar negeri, hanya sekitar 20 – 30 persen pasien yang datang dalam kondisi terlambat. Karena pengobatan kanker sendiri akan makin maksimal jika dilakukan saat tingkat kanker masih sangat rendah.
“Semakin awal pengobatan, semakin cepat untuk ditangani,” pungkasnya.
Dr Johan menyebutkan beberapa faktor yang menjadikan masyarakat Indonesia terlambat melakukan pengobatan. Pertama, yakni kurang awas. Bisa jadi mereka tidak merasa dan tidak sadar bahwa terdapat benjolan di payudaranya, saat sudah satu atau dua tahun mereka baru sadar karena sudah membesar dan barulah datang ke dokter.
“Padahal benjolan tidak serta merta tiba-tiba besar,” katanya.
Kedua, rasa takut. Masyarakat kita masih takut untuk berobat, bahkan takut dinyatakan jika memiliki kanker, takut dioperasi, takut dikemoterapi.
“Mereka biasa dengar dari tetangga atau orang lain, jangan berobat ini itu, malah pengobatan alternatif yang lebih dipercaya, pas makin parah baru ke dokter,” pungkasnya.
Untuk itu, ia menjelaskan perhatian terhadap diri sendiri harus ditingkatkan, adapun ilmu-ilmu dasar soal kesehatan terutama pengecekan dini untuk kanker payudara bagi perempuan harus dipelajari. Karena semakin cepat menyadari bahwa kita memiliki suatu penyakit akan semakin mudah pula penyembuhannya.
Penulis: Syakurah
Editor: Nicha R