SAMARINDA – Kedudukan surat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang memuat rekomendasi pembatalan pencalonan Edi Damansyah sebagai kandidat Bupati Kutai Kartanegara masih belum jelas. Hingga H+5 sejak tanggal diterbitkan, surat tersebut belum juga diterima Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kukar.
Lima hari lalu, atau pada Rabu, 11 November 2020, Bawaslu disebut menerbitkan surat bernomor 0705/K.Bawaslu/PM.06.00/XI/2020. Bawaslu meminta KPU RI memerintahkan KPU Kukar mencoret nama Edi Damansyah sebagai calon bupati Kukar. Keesokan harinya, pada Kamis malam, 12 November 2020, salinan dokumen itu tersebar luas.
Anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo, telah membenarkan penerbitan surat itu, sebagaimana dikutip dari kompas.com. Menurutnya, keputusan rekomendasi sudah berdasarkan kajian Bawaslu.
“Ya (ada rekomendasi pembatalan). Terkait pelanggaran pasal 71 ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2020,” kata Ratna, Kamis, 12 November 2020.
Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang 10/2016 berbunyi, “Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan wali kota dan wakil wali kota, dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.”
Namun demikian, lima hari setelah tanggal terbitnya, surat itu belum diterima KPU Kukar. Komisioner KPU Kukar, Muhammad Amin, menegaskan hal itu. Jika sudah menerima, kata Amin, KPU akan mengkajinya. Hasil kajian kemudian dijadikan acuan untuk mengambil keputusan; menjalankan rekomendasi Bawaslu atau tidak.
“Sejauh ini, (surat) belum kami terima. Kalau sudah, diadakan kajian yang akan menjadi dasar kami mengambil keputusan. Insya Allah, tidak ada intervensi di situ,” jelas Amin, Senin, 16 November 2020. Amin memaparkan, keputusan dari kajian KPU paling lambat tujuh hari setelah surat diterima.
“Karena tidak mungkin kami mengkaji hanya dua hari (jika dihitung dari tanggal penerbitan surat). Kami tetap berkoordinasi. Kalau sesuai aturan, hasil kajian itu yang menjadi acuan,” tegas Amin saat menerima peserta aksi di Tenggarong.
Pada Senin, 16 November 2020, ratusan orang yang menamakan diri Aliansi Rakyat Kutai Kartanegara berorasi di depan kantor KPU Kukar, Jalan Woltermonginsidi, Tenggarong. Menurut koordinator aksi, Al Komar, mereka berharap KPU Kukar melanjutkan tahapan pilkada. Saat ini, katanya, masyarakat Kukar ingin memilih pemimpin. Komar menambahkan, surat Bawaslu kepada KPU RI mengenai pemberitahuan tentang status laporan.
“Surat (Bawaslu) itu cacat hukum. Semoga Pilkada di Kukar tetap berlanjut,” terang Komar.
Sementara itu, Ketua DPC PDI Perjuangan Kukar, Solikin, sekaligus kuasa hukum pasangan tunggal di Pilkada Kukar, Edi Damansyah-Rendi Solihin, tidak memberikan tanggapan mengenai surat Bawaslu yang belum diterima KPU. “Akan tetapi, kami tetap menyiapkan langkah-langkah hukum yang akan kami tempuh jika memang surat rekomendasi itu ditindaklanjuti,” terangnya.
Dalam surat Bawaslu RI yang berisi rekomendasi pembatalan calon atas nama Edi Damansyah tersebut, tertulis nama Hendra Gunawan sebagai pelapor. Hendra telah membeberkan laporannya. Dari 8 laporan, poin yang menjadi sorotan dalam aduannya adalah dugaan pelanggaran administrasi penggunaan kewenangan, program, dan kegiatan, yang dilarang dilakukan petahana enam bulan sebelum penetapan pasangan calon. Salah satu dari laporan tersebut, petahana disebut berkampanye sebelum penetapan kampanye.
Pada saat meresmikan Jalan Oloy di Kecamatan Muara Muntai, lanjut Hendra, calon petahana sempat menyinggung elektabilitasnya. Petahana berkata, berdasarkan laporan tadi, ingin menang saat pilkada bukan hanya secara elektabilitas
Dalam keterangan tertulis yang telah disampaikan kepada media, Husni Thamrin selaku ketua tim pemenangan Edi-Rendi menanggapi laporan-laporan tersebut. Satu di antaranya, pokok perkara yang diduga dilakukan petahana sehubungan dengan program atau kegiatan pembagian laptop untuk RT. Jika merujuk pasal 71 ayat (3) tersebut, program dan kegiatan pembagian laptop untuk RT tersebut dilarang setelah 16 September 2020.
“Perlu kami sampaikan bahwa program satu RT satu laptop adalah program resmi yang masuk RPJMD 2016-2021. Proses pembagiannya sejak 2017 sampai sebelum 16 September 2020,” tulis tim pemenangan.
Sampai saat ini, tim hukum pasangan Edi-Rendi telah mengkaji untuk menyikapi rekomendasi Bawaslu RI tersebut. Pihak Edi-Rendi juga akan mengambil tindakan hukum lain yang dimungkinkan oleh undang-undang setelah semua informasi yang beredar dinyatakan jelas dan nyata. Termasuk jika ada keputusan yang merugikan paslon Edi-Rendi. (kk)