spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kontras Kritik Proses Revisi RUU TNI yang Tertutup dan Kecam Kriminalisasi Aktivis

JAKARTA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menanggapi pernyataan anggota DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, yang menyebut pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tidak dilakukan secara terburu-buru dan berlangsung secara terbuka.

Dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada Senin (17/3/2025), Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, menegaskan sejak awal pemerintah dan DPR tidak menyediakan ruang partisipasi publik yang berarti dalam revisi undang-undang ini.

Menurut Dimas, klaim KontraS bisa ikut serta dalam pembahasan hanya bentuk pengelakan dari kenyataan bahwa prosesnya berlangsung tertutup.

Ia mempertanyakan mengapa rapat Panitia Kerja (Panja) DPR dan pemerintah di Hotel Fairmont tidak disiarkan secara langsung atau dibuka bagi jurnalis.

“Kalau benar-benar ingin melibatkan masyarakat, kenapa pembahasannya tertutup? Mengapa tidak ada siaran langsung atau akses bagi media?” ujarnya.

Ia juga menilai pernyataan yang menyebut bahwa diskusi terbuka bagi masyarakat sipil hanyalah retorika belaka, karena faktanya sejak awal tidak ada upaya nyata untuk melibatkan publik secara bermakna.

“Pernyataan itu hanya sekadar menghindari kritik, seolah-olah ada ruang diskusi, padahal dari awal aksesnya sangat terbatas,” tegasnya.

Kontras juga menyoroti cepatnya proses revisi RUU TNI. Dimas menilai bahwa waktu yang diberikan bagi masyarakat sipil untuk memberikan masukan sangat singkat, yakni hanya dua hari, sehingga partisipasi publik yang substansial sulit terwujud.

“Bagaimana masyarakat bisa berpartisipasi secara efektif jika hanya diberi waktu dua hari untuk menanggapi revisi undang-undang yang sangat krusial ini?” katanya.

Ia juga mengungkapkan bahwa draft yang digunakan dalam pembahasan di Panja DPR berbeda dari draf yang sebelumnya dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Versi pemerintah mengandung sejumlah pasal tambahan yang tidak ada dalam draf lama, sehingga menimbulkan kebingungan dalam proses legislasi.

Lebih lanjut, Dimas juga menyoroti reaksi masyarakat yang semakin geram terhadap proses revisi RUU TNI.

Ia menilai bahwa ketertutupan serta ketidakberpihakan pemerintah dan DPR terhadap prinsip keadilan sosial dapat memicu gelombang perlawanan yang lebih luas.

“Kemarahan masyarakat saat ini sangat besar. Pertanyaannya bukan lagi apakah akan ada gerakan perlawanan, tetapi ini sudah menjadi keniscayaan,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa KontraS, bersama elemen masyarakat sipil lainnya, akan terus berjuang bersama warga yang menolak proses legislasi yang tidak demokratis dan tidak berpihak pada kepentingan publik.

“Kami akan tetap bersama masyarakat yang menolak kebijakan yang tidak adil dan tidak transparan,” tutupnya.

Dengan meningkatnya ketidakpuasan publik, revisi RUU TNI berpotensi memicu gerakan protes yang lebih besar jika pemerintah dan DPR tidak segera membuka ruang partisipasi yang lebih luas serta menghentikan kriminalisasi terhadap aktivis yang menyuarakan kritik.

Pewarta : M Adi Fajri
Editor : Nicha R

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

62.1k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img