Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multikultural memiliki keberagaman budaya hingga keberagaman bahasa yang digunakan, menjadikan keunikan bahkan tantangan tersendiri untuk bangsa Indonesia.
Perbedaan bahasa yang ada menjadikan bahasa Indonesia sebagai jembatan masyarakat dalam berkomunikasi, bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa nasional yang digunakan sebagai bahasa pemersatu. Namun pada era baru saat ini kian marak bermunculan istilah-istilah ataupun bahasa baru yang dikenal dengan bahasa gaul.
Bahasa gaul sebenarnya mulai hadir sejak dahulu kala, muncul di kalangan masyarakat pada tahun 1980an. Pada saat itu, bahasa gaul dikenal dengan sebutan bahasa prokem yang digunakan oleh kalangan pergaulan preman.
Penggunaan bahasa prokem ini dapat dikatakan sebagai kode yang digunakan oleh kelompok tertentu. Menurut pusat Bahasa dan Sastra (dalam hidayah 2010 : 2) Bahasa prokem biasa juga disebut sebagai bahasa sendi, yaitu bahasa yang dipakai dan digemari oleh kalangan remaja tertentu. Bahasa prokem bermula dari kota besar seperti Jakarta, lalu menyebar ke berbagai daerah lainnya walaupun memiliki perbedaan budaya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa gaul merupakan dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan.
Lebih lanjut, Sarwono (2004) mengatakan bahasa gaul adalah bahasa remaja yang khas atau dengan kata lain kata-kata yang sengaja dibah-ubah dengan sedemikian rupa, sehingga hanya mereka yang dapat mengerti dan dapat dipahami oleh hampir seluruh remaja yang terjangkau oleh media massa, padahal istilah itu terus berkembang, berubah bahkan bertambah hampir setiap hari.
Dalam hadirnya bahasa gaul ini tidak memandang gender, identik pada kalangan remaja sebagai sarana komunikasi untuk mengekspresikan diri dalam kehidupan sehari-hari dan dianggap wajar karena sesuai dengan tuntutan perkembangan nurani usia remaja.
Berbagai bahasa gaul biasanya berupa kata yang singkat, unik dan kreatif serta cenderung berbentuk akronim. Contohnya seperti ‘jamet’ atau jajal metal (seseorang yang ingin terlihat keren dengan menggunakan atribut metal), ‘ghosting’ yang berarti ditinggal tanpa penjelasan, ‘Uwu’ untuk mengomentari orang yang romantis.
Kemudian, ‘Bund/bunda’ yang berasal dari kata bunda namun diplesetkan untuk memanggil orang, ‘damage’ yang diartikan terpesona, adapun yang saat ini sedang booming-boomingnya diciptakan oleh salah satu warga Tiktok ‘TBL’ singkatan dari takut banget loh, lalu ‘ngab’ berasal dari kata bang atau panggilan untuk menyebut laki-laki yang dibalik penulisannya.
Ada juga sabi’ berasal dari kata bisa yang dibalik penulisannya, ‘pansos’ yang merupakan singkatan dari panjat sosial, ‘santuy’ plesetan dari kata santai, ‘halu’ merupakan singkatan kata yang berasal dari kata halusinasi, ‘CMIIW’ singkatan dari kalimat dalam bahasa Inggris correct me if i’m wrong yang berarti koreksi jika saya salah, ‘gabut’ merupakan singkatan dari kata gaji buta namun dapat digambarkan juga untuk menggambarkan ketika sedang tidak ada pekerjaan dan merasa bosan. Sejumlah kata ini sering kita jumpai pada media sosial seperti Tiktok, Facebook, Instagram, Whatsapp, dan Twitter.
Seiring perkembangan zaman menyebabkan perkembangan bahasa semakin pesat pula. Apalagi di Era Normal Baru yang interaksi dan komunikasi kerap kali dilakukan melalui media daring.
Informasi berupa istilah-istilah baru yang sedang hits mudah tersebar luas melalui media sosial, sehingga pada saat ini penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari perlahan tergantikan dengan adanya bahasa gaul.
Bahasa gaul Jika digunakan pada situasi nonformal akan mudah untuk dipahami, tetapi sangat tidak tepat bila penggunaan bahasa gaul ini digunakan pada situasi yang formal, dengan begitu kita bisa memperhatikan agar lebih tepat dan bijak dalam berbahasa.
Penggunaan bahasa gaul dikhawatirkan memberikan pengaruh ataupun dampak negatif yang kemudian dapat mempersulit penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar karena remaja sudah terbiasa dengan adanya bahasa gaul.
Bahasa gaul memang membuat kita lebih akrab ketika berkomunikasi dengan lawan bicara namun, hal itu akan membuat orang-orang lebih memilih untuk menggunakannya karena merasa nyaman maka penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pun dikhawatirkan akan bergeser secara perlahan.
Agar bahasa Indonesia tidak tertinggal maka tumbuhkanlah rasa cinta pada bahasa kita sendiri untuk mencegah adanya pengaruh dari budaya lain. Kedua, kita harus bangga dengan bahasa Indonesia, jika kita bangga maka akan mengembangkan bahasa kita.
Yang ketiga, harus adanya kesadaran terhadap bahasa Indonesia, agar kita menjadi cermat dan santun dalam berbahasa. Jika bahasa gaul masih dalam batas wajar atau positif boleh-boleh saja, misalnya seperti kosa kata dalam bahasa Indonesia dijadikan bahasa Inggris yang dibuat menjadi lebih gaul, hal itu justru menjadi lebih bagus karena dapat menambah kosa kata kita dalam berbahasa Inggris.
Namun, balik lagi kepada setiap individunya apakah ia sendiri sudah banyak mengetahui tentang kosa kata dari bahasa Indonesia sendiri. Setidaknya jangan sampai mengubah makna kita dalam berbahasa Indonesia. (**)