Beranda SAMARINDA Komunikasi Multikultural Dalam Pemanfaatan Teknologi di Era New Normal

Komunikasi Multikultural Dalam Pemanfaatan Teknologi di Era New Normal

0
Elfi Nurazizah dan Linda Ayu Lestari

Teknologi merupakan sarana yang tidak bisa lepas lagi dari kehidupan khalayak pada era ini. Penggunaan teknologi sangat diandalkan untuk keefektifan hidup masyarakat terlebih setelah mewabahnya pandemi Covid-19 dan berlakunya era normal baru atau yang lebih akrab disebut new normal.

Teknologi terutama dalam bidang komunikasi dan informasi memiliki peran yang sangatlah besar pada kehidupan khalayak. Seperti yang diketahui bahwa setelah Wabah covid-19 ini melanda dunia, masyarakat diharuskan untuk mengurangi waktunya di luar rumah agar terhindar dan mengurangi jumlah penularan virus.

Pekerjaan, Pendidikan, dan kegiatan yang lain yang seharusnya dilaksanakan di dalam wadah lembaga akhirnya harus dilaksanakan di rumah masing-masing secara daring. Keadaan ini berimbas pada pengguna teknologi informasi yang semakin meningkat dengan intensitas waktu penggunaan yang juga semakin meninggi.

Tercatat rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu untuk mengakses internet per harinya yaitu 8 jam 52 menit. Data yang dirilis dalam laporan berjudul “Digital 2021: The Latest Insights Inti The State of Digital” ini pun hanya mencakup ke media-media hiburan seperti YouTube, Instagram, dan sejenisnya. Data ini belum termasuk pada penggunaan aplikasi pertemuan virtual seperti Zoom Meeting dan sejenisnya.

Di samping itu, para ilmuwan juga terus bekerja keras mengembangkan teknologi yang setiap harinya terus terbaharui. Perkembangan teknologi yang pesat ini tentu memberi pengaruh pada pola hidup dan perilaku masyarakat di kehidupan sehari-hari.

Salah satu pola hidup dalam masyarakat yang ikut terpengaruh oleh teknologi yaitu kehidupan bersosial-budaya mereka. Perkembangan teknologi yang sangat pesat memungkinkan khalayak untuk mempelajari sesuatu jauh lebih cepat dari sebelumnya.

Contohnya seperti pola hidup khalayak dengan budaya yang berbeda. Di era sekarang ini khalayak bisa mengkesplor informasi dengan jangkauan yang hampir tidak terbatas. Seseorang bisa dengan mudah mempelajari suatu budaya hanya dengan mengetik beberapa karakter terkait budaya yang diinginkan.

Etika yang berlaku, bahasa yang digunakan, kebiasaan sehari-hari, tradisi tahunan, dan lain-lainnya bisa dipelajari dengan gamblang menggunakan akses teknologi informasi yang ada.

Pada satu sisi, pemanfaatan teknologi ini bisa menguntungkan karena semakin dikenal suatu budaya, maka budaya tersebut bisa semakin dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Tapi, di sisi lain hal ini juga dapat menimbulkan kerugian.

Seseorang yang sangat bersemangat mempelajari suatu budaya tentu akan menerapkannya di kehidupan sehari-harinya walau sekecil apapun. Hal ini akan merugikan apabila seseorang tersebut akhirnya lebih sering menggunakan budaya yang baru ia pelajari ketimbang budaya yang ia anut sebelumnya.

Akan ada kemungkinan budaya aslinya akan ditinggalkan akibat sudah terlalu condong kepada budaya yang baru. Kelompok budaya atau kultur pun harus berusaha jauh lebih keras untuk mempertahankan keaslian budayanya yang diterjang oleh arus perkembangan teknologi.

Perkembangan yang terlampau pesat ini dapat berimbas pada hilangnya batas-batas norma budaya yang bisa menyebabkan pertabrakan nilai antar-budaya. Setiap kultur tentu memiliki norma-norma tersendiri yang hanya dapat diterapkan oleh masyarakat penganut budaya tersebut. Jika norma tersebut beredar luas dan sampai pada kelompok kultur lain yang memiliki norma berlawanan, hal ini dapat mengakibatkan konflik.

Dikutip dari Computer Weekly, dalam masa new normal ini juga terdapat dampak yang menyebabkan efek jangka pendek, menengah, dan panjang akibat pandemi Covid-19 terhadap penggunaan teknologi. Pada jangka pendek, inisiasi work from home (WFH) serta anak belajar dari rumah memberikan tekanan pada orang secara global unrtuk terbiasa menggunakan peralatan IT serta koneksi internet.

Terbukti pula banyak software yang mengalami peningkatan jumlah download untuk memudahkan pertemuan seperti Skype atau Zoom. Jika sebelumnya terdapat tekanan dalam menjalankan WFH atau e-learning, kini orang-orang sudah jauh lebih terbiasa melakukannya.

Sudah bukan jadi pemandangan aneh di mana orang pergi ke kantor hanya dua-tiga kali seminggu dalam jumlah jam kerja yang menurun drastis. Begitu juga pemanfaatan teleconferencing menjadi hal yang biasa bagi setiap segmen masyarakat.

Melihat dari tanda yang ada, sepertinya kita telah masuk pada tahap ini. Selanjutnya pada efek jangka panjang sadar dengan digitalisasi yang dipercepat dari koneksi new normal, kebutuhan koneksi yang cepat menjadi hal yang didambakan banyak orang.

Ini juga berpengaruh dalam sisi teknologi yang dimanfaatkan untuk berbagai industri khususnya kesehatan. Telemedicine semakin berkembang, data penelitian dan pengobatan pun lebih jelas tersimpan, serta munculnya aplikasi-aplikasi yang mendorong untuk gaya hidup sehat.

Belum lagi efisien pekerjaan yang dapat dipaksa atau ditekan, mau tak mau menimbulkan persaingan dalam mencari pekerjaan menjadi semakin sulit. Tapi, tak selamanya berarti buruk. New normal bisa menjadi peluang bagi mereka yang ingin membuka lapangan pekerjaan memanfaatkan teknologi yang semakin berkembang.

Lebih jauhnya, kita belum tahu pasti ke mana efek pandemi Covid-19 membawa kita. Yang jelas, sudah sangat jelas menunjukkan bahwa teknologi makin berperan di era sekarang.
Kita tentu tidak mampu menolak ataupun menahan perkembangan dari teknologi ini.

Era new normal memaksa masyarakat harus mampu beradaptasi dengan gaya hidup serba digital ini. Baik dan buruk dampak yang dibawa juga tidak bisa dihindarkan, namun alangkah baiknya jika kita memulai langkah kecil untuk setidaknya meminimalisir dampak buruk yang ada dan menciptakan kehidupan multikultural yang lebih baik. Hal yang bisa dilakukan ialah:

  1. Sebisa mungkin hindari xenosentrisme ataupun etnosentrisme. Setiap budaya memiliki kelebihan serta nilai yang tidak bisa dibandingkan satu sama lain.
  2. Tetap memegang teguh budaya asli yang dianut meskipun dibarengi dengan mempelajari budaya baru yang lain.
  3. Manfaatkan teknologi secara bijak. Berbangga dengan budaya yang dianut tanpa menjatuhkan budaya lain, komunikasikan pesan secara hati-hati apabila pesan tersebut terindikasi “sensitif” dari konflik.
  4. Tanamkan pikiran bahwa seluruh manusia memiliki budaya, pola pikir, serta gaya hidup yang berbeda-beda sehingga tidak ada alasan untuk terlalu memaksakan pendapat.
  5. Disamping mempelajari budaya baru, hendaklah dibarengi dengan memperdalam budaya sendiri juga sehingga budaya asli khalayak tetap lestari juga. (**)

Penulis: Elfi Nurazizah dan Linda Ayu Lestari; Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi, Universitas Mulawarman

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version