JAKARTA – Meskipun saat ini Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim telah membatalkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT), berbagai pihak tetap menyoroti permasalahan ini.
Salah satunya, Pengamat Pendidikan, Indra Charismiadji yang mengungkapkan bahwa permasalahan kenaikan UKT tersebut menjadi salah satu bukti bahwa adanya kesalahan dalam tata kelola pendidikan di Indonesia, khususnya di jenjang pendidikan tinggi.
Menurutnya, lembaga pendidikan tinggi saat ini seakan-akan disulap menjadi suatu lembaga yang dikelola dengan mekanisme pasar.
“Yang jelas menterinya memang pebinsis. Seharusnya cara kelolanya (perguruan tinggi) sebagai sebuah institusi pendidikan yang non profit. Tetapi, dengan adanya pembentukan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) sama saja meminta kampus menjadi sebuah lembaga bisnis. Memanh biaya pendidikan mahal tetapi apakah harus demikian?,” tutur Indra Charismiadji, Rabu (29/5/2024).
Harus dipahami bahwa keberadaan PTN-BH pada perguruan tinggi seharusnya menjadi solusi bagi mutu pendidikan, pengelolaan, dan pendanaan. Namun sayangnya, saat ini justru PTN-BH turut membuka pintu lebar pada liberalisasi pendidikan yang mengancam idealisme ruang intelektual.
“Buat saya lembaga pendidikan sekarang ini tempat menghabiskan uang. Harusnya pemerintah menberikan dana untuk cerdaskan anak-anak kita. Mindset-nya harusnya seperti itu. Kalau mindsetnya tempat cari uang maka sekolah jadi marketplace. Seperti jualan seragam wisuda, study tour dan lainnya,” paparnya.
“PTN-BH menjadi kampus terkesan sebagai tempat jualan. Seharusnya kampus sebagai tempat pengembangan iptek, dorong riset. Jadi yang terjadi sekarang adalah salah kelola, sesat berpikir,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Indra menekankan agar pemerintah mengembalikan cara pandang bahwa lembaga pendidikan tidak bisa dijadikan tempat untuk mencari keuntungan.
“Di negara manapun pendidikan enggak dikelola dengan mekanisme pasar. Bahkan Amerika enggak kelola pendidikannya seperti itu. Mereka pastikan negara hadir. Nanti ketika kampus sudah mandiri, memiliki penghasilan baru dipajakkan. Siklusnya seperti itu,” pungkasnya.
Pewarta : Nicha R