BALIKPAPAN – Kisah Herman, tersangka pencuri ponsel di Balikpapan yang tewas di tangan oknum polisi, masih begitu samar. Jalannya penyidikan terkesan tertutup. Termasuk rekonstruksi kejadian yang berlangsung di luar pengetahuan keluarga.
Rekonstruksi digelar hampir sembilan jam, mulai pukul 09.00 Wita, Selasa (16/3/2021). Bertempat di Markas Kepolisian Resor Kota Balikpapan, tempat Herman dianiaya sejumlah oknum. Enam tersangka dihadirkan. Yakni AGS, RH, KKA, ASR, RSS, dan GSR. Keenamnya dulu petugas kepolisian di Polresta Balikpapan dan telah dipecat karena kasus tersebut.
Selain para tersangka dan petugas Polda Kaltim, rekonstruksi turut dihadiri jaksa serta sejumlah awak media. Namun kegiatan lanjutan penyidikan tersebut tak jauh berbeda dengan autopsi jenazah Herman, dua pekan lalu. Para pewarta masih dilarang petugas mendekati kegiatan untuk peliputan. Bahkan, pihak keluarga Herman tak diberi tahu adanya rekonstruksi.
Hasil rekonstruksi baru disampaikan Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum, Polda Kaltim, Ajun Komisaris Besar Polisi Roni Faisal Saiful Faton, selepas rekonstruksi berakhir. Dikatakannya bahwa ada 12 adegan utama dilakoni keenam tersangka. Dari 12 adegan, terdapat lagi 107 sub-adegan.
Meski demikian, Roni tak menjelaskan adegan-adegan apa saja yang dilakukan para tersangka. Ditanya penyebab kematian Herman, ia juga enggan menjawab. Roni hanya mengatakan jika hasil dari rekonstruksi tersebut akan dibeberkan kejaksaan pada persidangan nanti. “Nanti kita buktikan, ya, saat di pengadilan. Termasuk hasil visum nanti dibuka rekan-rekan kejaksaan di pengadilan,” tuturnya.
Meski belum diungkap secara terperinci, Roni memastikan Herman dianiaya keenam tersangka sebelum meninggal dunia. Ada empat alat yang digunakan para tersangka ketika menyiksa pria 39 tahun itu. Yakni selang, ekor ikan pari, tongkat T, dan staples.
“Eksekusinya di posko,” sebutnya. Adapun posko yang dimaksud adalah sebuah ruangan yang masih di lingkungan Markas Polresta Balikpapan. Persisnya ruangan di samping kantor Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Balikpapan.
Menurut Kepala Sub Direktorat III Kejahatan dan Kekerasan Ditreskrimum Polda Kaltim, Ajun Komisaris Besar Polisi Agus Puryadi, Herman tidak kooperatif saat diperiksa keenam tersangka atas dugaan pencurian ponsel. Hal itulah yang diduga menjadi penyebab para tersangka menganiaya Herman.
“Jadi tersangka ini mau mengembangkan kasus. Tapi dia (Herman) terkesan menutup-nutupi kasus. Jadilah tindakan itu (penganiayaan),” tambahnya.
Keenam tersangka kini ditahan di Markas Polda Kaltim untuk diproses hukum. Mereka dijerat Pasal 170 KUHP dan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan. Dengan ancaman hukuman sekitar 12 tahun penjara.
Kuasa hukum keluarga Herman, Fathul Huda Wiyashadi, mengeluhkan proses penyidikan yang disebutnya tidak transparan. Salah satu alasannya, keluarga sebagai pelapor beserta tim kuasa hukumannya tidak diberi undangan resmi terkait rekonstruksi penganiayaan Herman.
“Kami baru tahu dari rekan-rekan media. Jadi ini memperkuat prasangka kami, selaku tim kuasa hukum dari keluarga korban, bahwa ada yang ditutup-tutupi dari kasus ini,” katanya kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com melalui sambungan telepon.
Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Samarinda tersebut, juga menyesalkan ketidaktransparan pengusutan kasus tersebut sejak jenazah Herman diautopsi. Saat itu, autopsi sedianya dihelat 2 Maret 2021 dan ditunda jadi dua hari setelahnya. Itupun keluarga dan kuasa hukum hampir tidak tidak tahu karena tidak mendapat pemberitahuan resmi kepolisian. “Kalau pelapor enggak nanya, enggak diberitahu juga kalau ditunda,” tambahnya.
Yang juga jadi keluhan, hasil autopsi tersebut sampai saat ini diklaim belum dilaporkan kepada keluarga Herman maupun kuasa hukumnya. Padahal, saat berlangsungnya autopsi, keluarga Herman dijanjikan pejabat Polda Kaltim mendapat surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) kasus tersebut. “Tapi nyatanya sampai rekonstruksi ini kami juga tidak diberi SP2HP, dan rekonstruksi juga tidak diberi tahu,” tuturnya.
Yang paling disayangkan adalah pernyataan Kepala Polda Kaltim, Inspektur Jenderal Polisi Herry Rudolf Nahak, yang disebut pernah menyatakan kasus kematian Herman sarat akan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Namun dalam proses penyidikan dinilai tidak seperti adanya pelanggaran HAM. “Kalau pelanggaran HAM terbuka saja. Hak-haknya pelapor yang menginginkan keadilan dan penegakan hukum yang benar, jangan dihalang-halangi. Harus imbang,” kuncinya.
Dikonfirmasi mengenai hal tersebut, AKBP Agus Puryadi menjawab singkat. Dia mengatakan bahwa seluruh proses penyidikan kasus tersebut merupakan kegiatan internal Polda Kaltim. Sehingga tak harus dibuka untuk umum. “Ini internal kami,” singkatnya.
Diberitakan sebelumnya, Rabu (2/12/2020), Herman diringkus sejumlah terduga polisi di rumahnya di Balikpapan Utara atas tudingan pencurian handphone. Ia kemudian dibawa ke Markas Polresta Balikpapan untuk diperiksa lebih lanjut. Keesokan harinya pihak keluarga mendapat kabar Herman meninggal dunia.
Jenazah Herman baru dibawa pulang pada Jumat (4/12/2020). Saat itu pihak keluarga melihat luka di sekujur tubuh Herman. Dari sinilah isu Herman diduga tewas karena disiksa oknum polisi mencuat.
Dugaan semakin kuat setelah Polda Kaltim mengumumkan pencopotan enam polisi dari satuannya di Polresta Balikpapan. Keenamnya dicopot karena dugaan melanggar kode etik profesionalisme tugas kepolisian. Pada Selasa (9/12/2021), Divisi Humas Polri menyampaikan bahwa keenam oknum tersebut ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana penganiayaan Herman. (kk)