BATAM – Akhir Desember 2024, nama Ferry mencuat di media sosial. Pria asal Desa Bale Asri, Malang, Jawa Timur, yang kini dikenal sebagai pemilik usaha Bakso Gunung di Kota Batam, Kepulauan Riau, menjadi perbincangan lantaran aksi sosialnya membangun jalan di kampung halamannya.
Jalan sepanjang 1,5 kilometer dengan lebar enam meter yang dibangun secara gotong royong sejak 2017 itu didanai dari uang pribadi Ferry. Setiap tahun, pembangunan terus dikebut hingga jalan tersebut kini mulus seperti jalan tol, sesuai harapan warga.
Ferry, yang kini berusia 52 tahun, berencana melanjutkan pembangunan jalan hingga mencapai 5,5 kilometer. “Niatnya ibadah, lillahi ta’ala. Karena awalnya bingung, mau menyalurkan sedekah saya ke mana,” ungkap Ferry saat ditemui di rumahnya di Batam, awal Januari 2025.
Sejak 2016, jalan tersebut rusak dan belum beraspal, membuat warga kesulitan melintas. Dari keprihatinan itulah, Ferry tergerak untuk membangun kampung halaman yang telah ia tinggalkan sejak merantau di usia 16 tahun.
Namun, Ferry tidak hanya membangun jalan. Bersama istrinya, Sri Asmani (57), ia juga telah membangun masjid, lapangan sepak bola, dan fasilitas umum lainnya demi kenyamanan warga desa.
Pekerja Keras
Di mata Sri, yang dinikahinya 30 tahun silam, Ferry adalah sosok pekerja keras yang fokus pada tujuan hidupnya. “Dia selalu bekerja keras dan mengembangkan usahanya agar anak-anak kami kelak hidup lebih baik,” kata Sri.
Kini, Ferry memiliki delapan cabang Bakso Gunung di Batam. Dari delapan ruko yang dimilikinya, tujuh di antaranya adalah milik sendiri, sedangkan satu lainnya masih disewa. Ia berencana membuka cabang kesembilan tahun ini di Sekupang tanpa utang.
Perjalanan Ferry dimulai dari nol. Setelah hanya mengenyam pendidikan hingga SMP, ia bekerja sebagai buruh cangkul di kampung halaman dengan upah Rp700 per hari. Ketika diajak seorang teman, ia memulai pekerjaan sebagai penjual bakso pikul di Kuningan, Jawa Barat, dengan pendapatan Rp3.000 per hari—empat kali lipat dari penghasilannya sebagai buruh.
“Dari sana, saya belajar bahwa usaha kecil pun bisa menghasilkan banyak jika dijalani dengan tekun,” ujarnya.
Kesuksesannya berlanjut ketika ia merantau ke Bali untuk menjajakan bakso dengan gerobak. Selama dua tahun, ia mendorong gerobak sejauh 4 kilometer dari Jimbaran ke Nusa Dua, meraup pendapatan yang cukup untuk menabung modal usaha.
Pada 1992, Ferry memutuskan merantau ke Batam untuk membangun usahanya sendiri. Bermodal Rp900 ribu, ia memulai dengan dua gerobak bakso. “Dari dua gerobak, jadi empat gerobak. Saya ajak abang saya dan temannya dari kampung untuk bergabung,” katanya.
Syukur dan Ikhlas
Hingga menikah pada 1995, Ferry masih menjual bakso keliling. Namun, sedikit demi sedikit, ia mengembangkan usaha menjadi bakso rumahan dengan merek Bakso Gunung.
Bakso Gunung dikenal dengan inovasi bentuknya yang menyerupai gunung serta rasa khas yang gurih dan enak. Gerai ini tidak hanya menyajikan bakso, tetapi juga mie ayam, es teler, dan ayam penyet, yang merupakan resep istrinya.
Ferry dan Sri meyakini bahwa kesuksesan mereka adalah buah dari kerja keras, rasa syukur, dan keikhlasan. “Hidup kami tak selalu mulus. Ada pasang surut, tapi kami selalu bersyukur,” ujar Sri.
Kini, Ferry mempekerjakan 80 karyawan dan rutin bersedekah, termasuk dengan membangun fasilitas umum di kampung halamannya. “Keinginan saya sekarang sederhana, cukup hidup sehat dan bisa terus membantu orang lain,” katanya santai. (antara)
Penulis: Laily Rahmawaty
Editor: Agus S