spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kisah Hidup Calon Rektor Unmul (3-Habis): Dr Abdunnur Rajin Bermalam di Kampus, Raih Master Ilmu Kelautan dengan IPK Sempurna 4,00

Mata pemuda yang masih berusia 19 tahun itu tidak pernah lepas dari sebuah kolam di depan Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman. Sejak pertama kali menginjak kampus pada 1986, Abdunnur Sabraniti, demikian namanya, selalu ingin memancing di danau buatan tersebut. Ia pun memiliki banyak kesempatan untuk memancing setelah menjadi mahasiswa. Memancing adalah kegiatan yang membawanya sering menginap di kampus.

Seperti pada malam itu, suatu hari pada 1989. Abdunnur yang lulus dari SMA 1 Samarinda sudah masuk semester lima. Ia datang dari arah Jalan Pramuka dengan memanggul tas berisi dua joran. Beberapa menit kemudian, Abdunnur sudah ‘melatih kesabaran’ di depan kolam. Ia bisa memancing sampai pagi jika sedang libur kuliah. Makanya, ia digelari ‘penunggu kampus’ oleh teman-temannya.

Malam itu, Abdunnur yang sedang memancing bersama seorang teman melihat sosok pria mencurigakan. Lelaki itu berjalan menuju pohon beringin yang berdiri di lingkungan kampus. Setelah itu, ia menyuguhkan sesajen di bawah pohon.

“Entah apa maksudnya. Kami curiga, dia mau menjemput ‘penunggu’ yang betulan. Memang dulu, beberapa titik di kampus dikenal angker,” terang Dr Abdunnur, kini calon rektor Universitas Mulawarman, kepada kaltimkece.id, jejaring mediakaltim.com. Setelah peristiwa itu, gelar ‘penunggu kampus’ yang disematkan kepadanya pun luruh.

Abdunnur lahir di Bulungan, waktu itu masih wilayah Kaltim, pada 8 Maret 1967. Ia tinggal di pesisir pantai. Laut adalah teman bermainnya. Ia pindah ke Samarinda ketika masuk SD. Ayahnya memberi dua pilihan selulus dari sekolah dasar. Masuk SMP negeri atau pesantren di Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Pilihan yang kedua sebenarnya tidak lepas dari pekerjaan ayahnya sebagai kepala Kantor Agama. Abdunnur memilih yang pertama. Ia masuk SMP 1 Samarinda kemudian SMA 1 Samarinda.

Kenangan masa kecil tentang laut adalah alasan utama Abdunnur memilih Fakultas Pertanian. Lagi pula, ketika masih SMA, Abdunnur baru saja membaca buku tentang industri rumput laut di Jepang. Keyakinannya masuk Fakultas Pertanian makin kuat meskipun jurusan itu tidak begitu diminati seperti hukum atau kedokteran.

“Saya sejak dulu berpikir, potensi perikanan di Kaltim sangat besar. Kalau bukan kita (yang mengelola), siapa lagi? Selain itu, saya memilih kuliah di Samarinda karena tidak ingin jauh dari ibu. Saya juga khawatir kehilangan ‘sense of belonging’ kalau kuliah di Pulau Jawa,” urainya.

Abdunnur akrab dengan banyak dosen ketika kuliah. Ia menjadi asisten dosen. Jalan ini yang mengantarkan Abdunnur menjadi akademikus. Setahun setelah sarjana pada 1991, ia diterima sebagai dosen di Program Studi Sumber Daya Perikanan, Fakultas Pertanian, Unmul.

Pada 1997, Abdunnur merengkuh gelar Master Ilmu Kelautan dari Institut Pertanian Bogor dengan predikat summa cum laude. Indeks prestasi kumulatifnya 4,00 atau sempurna. Studi S-2 itu diperoleh lewat Beasiswa Program Pascasarjana dari Kementerian Pendidikan. Ia satu-satunya alumnus Unmul yang menerima beasiswa tersebut.

Gelar doktor atau S-3 Abdunnur diterbitkan Nihon University, Jepang. Ia menjadi kekyuuseii atau research student. Kuliah Abdunnur tidak formal seperti mahasiswa doktoral umumnya. Ia mengajar sejumlah mata kuliah kepada mahasiswa Jepang menggunakan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Predikat doktor pun diraih pada 2010 melalui riset manajemen sumber daya hayati di Delta Mahakam, Kaltim, dengan fokus analisis rasio isotop stabil.

“Sederhananya, saya mengkaji efek perubahan lingkungan terhadap unsur karbon organik di Delta Mahakam,” terang Abdunnur.

Kembali ke kampus, Abdunnur menjadi salah seorang perintis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Dia menjabat ketua Program Studi Sumber Daya Perikanan (2000-2004), Manajemen Sumber Daya Perairan (2004-2008), dan wakil dekan II (2008-2012) di FPIK Unmul. Selanjutnya, Abdunnur menjadi dekan FPIK (2012-2014) sebelum diminta Rektor Unmul, Prof Masjaya, menduduki posisi wakil rektor Bidang Umum, SDM, dan Keuangan sejak 2018 hingga sekarang.

Menuju Kursi Rektor

“Posisi sebagai rektor akan memudahkan kita membangun Unmul bersama-sama,” tutur Abdunnur disinggung pemilihan rektor. Pada tahap penyaringan bakal calon, ia adalah peraih suara terbanyak dalam pemungutan suara senat.

Abdunnur mengusung konsep continuity-acceleration to achieve the great Unmul. Visinya melanjutkan roadmap Unmul sampai 2034. Menurutnya, Unmul lebih maju ketika bertumpu kepada pencapaian pemimpin sebelumnya. Misinya adalah meningkatkan daya saing, memperluas jejaring kerja sama, mendorong percepatan digitalisasi dengan konsep smart campus, dan menggali sumber keuangan tuisi dan non-tuisi dalam rangka kemandirian finansial untuk mengakselerasi pengembangan Unmul.

Abdunnur menjelaskan bahwa pencalonan dirinya sudah dimulai sejak pelantikan Rektor Prof Masjaya pada 2018. Kala itu, ia berdiskusi dengan sejumlah wakil rektor dan Prof Masjaya. Diskusi hendak berakhir ketika Prof Masjaya berkata ingin melihatnya menjadi pemimpin Unmul.

“Waktu itu, saya belum bisa memutuskan. Belum memantapkan diri. Tapi saya diyakinkan bahwa menjadi rektor itu proses pembelajaran. Tidak ada pemimpin yang sempurna. Jabatan bukan sesuatu yang perlu dibanggakan. Yang terutama adalah memikirkan cara mempercepat kemajuan kampus dengan modal sejumlah capaian yang sudah kita lakukan,” ucapnya. “Tidak mungkin membangun Unmul dari nol. Tidak akan efektif.”

Abdunnur kemudian menjawab segelintir isu yang sedang ramai dibahas di kampus. Pertama, keinginan Unmul cepat unggul. Menurutnya, kampus harus mengoptimalkan pengelolaan Badan Pengelola Usaha serta memperbaiki pengelolaan aset kampus seperti GOR 27 September. Fasilitas itu bisa dijadikan food court dan business center.

Unmul juga disebut harus mandiri secara finansial untuk menggapai status Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH). Dengan demikian, keuangan kampus tidak lagi bergantung uang kuliah mahasiswa. Langkah mendorong kemandirian finansial adalah dengan industri akademik. Ada berbagai produk potensial yang dihasilkan sejumlah fakultas. Contohnya forest industry dan agriculture industry.

Dari sisi akademik, Abdunnur mengaku, berfokus mengejar indikator kerja utama agar Unmul memiliki daya saing secara nasional. Baik secara peringkat, program, maupun status. Jika terpilih, Abdunnur mengatakan, akan membangun perpustakaan yang terbuka 24 jam. Berbagai sarana juga dilengkapi seperti food court agar perpustakaan menjadi pusat kegiatan seluruh civitas akademika. “Termasuk perpustakaan digital. Jadi semua terintegrasi,” bebernya.

Ia juga berencana membuka asrama bagi mahasiswa baru. Mereka akan diperbolehkan tinggal selama setahun. Mahasiswa baru itu kemudian diberi program pelatihan nilai-nilai kebangsaan serta dilatih mentalnya. Langkah itu tidak lepas dari kehadiran ibu kota negara Nusantara. Unmul harus berperan meningkatkan SDM lokal. “Sebelum itu, yang harus diperkuat adalah kelembagaan agar bisa maju bersama-sama,” urainya.

Isu yang lain adalah persoalan gaji atau remunerasi. Ia menilai, harus ada standar penilaian yang rata untuk pembagian gaji di Unmul. Masih banyak fakultas yang memiliki perbedaan remunerasi. Semua itu harus dilengkapi dengan transparansi melalui sistem yang online. Penilaiannya juga akan diubah dengan menitikberatkan kepada kinerja. Dalam 100 hari pertama jika terpilih menjadi rektor, Abdunnur akan mengevaluasi sistem, tim teknis, dan tim penilai remunerasi tersebut.

Tentang isu pelecehan dan kekerasan seksual, Abdunnur juga membahasnya. Ia menilai, kampus harus menekankan mitigasi. Aspek pencegahan harus dikedepankan. Konkretnya, melengkapi kampus dengan CCTV. Pertemuan antara dosen dan mahasiswa di luar jam kerja juga harus dibuat regulasinya. Untuk penuntasan kasus, ia akan memperkuat aturan sesuai pedoman kementerian. Jangan sampai kasus seperti itu terjadi di lingkungan kampus.

Sebagai calon rektor yang merupakan alumnus Unmul, Abdunnur mengakui dirinya menerima dukungan dari Gubernur Kaltim, Isran Noor. Gubernur yang alumnus Fakultas Pertanian Unmul itu juga ketua Pengurus Pusat Ikatan Alumni Unmul. Dukungan ini tidak lepas dari semangat alumni mendukung calon rektor jebolan Unmul. Ia menegaskan, dukungan tidak bersifat politis semata. Satu-satunya kesamaan adalah keinginan para alumni memajukan kampus.

“Makanya, komunikasi dari hati, bukan dari politik. Kalau dari politik, bisa berubah. Tetapi kalau dari hati, insya Allah komit memajukan Unmul,” tutupnya. (kk/habis)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti