PPU – Ketua DPRD Penajam Paser Utara (PPU) Syahruddin M Noor meminta Pemkab PPU dapat memberikan sanksi terhadap pegawai yang terlibat penyalahgunaan narkotika. Ini juga sebagai bentuk ketegasan dalam mendukung lingkungan kerja yang bersih narkoba.
Ia mengaku prihatin terhadap 5 orang pegawai di lingkungan Pemkab PPU terindikasi positif narkoba setelah dilakukan tes urine. Syahruddin meminta pada Pj Bupati PPU Makmur Marbun untuk memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku terhadap oknum pegawai yang terindikasi positif narkoba tersebut.
“Ya kalau memang itu terbukti bahwa hasilnya positif, kan ada regulasi yang mengatur itu semua tinggal nanti Bupati memberikan sanksi, karena kita secara nasional memerangi namanya narkoba. Kalau sampai terindikasi saya kira itu kesalahan, tinggal menanti hasil tesnya seperti apa,” ujarnya, Jumat (24/11/2023).
Sanksi ini perlu diberikan mengingat yang bersangkutan merupakan seorang ASN, yang harusnya bekerja sebagai pelayan masyarakat. Jika tidak diberi sanksi, lanjutnya, maka akan berdampak buruk terhadap ASN di lingkungan Pemkab PPU.
“Kita kembalikan ke aturan yang ada kalau nanti sanksinya seperti apa, silakan dilakukan. Kami mau ASN itu bersih dari narkoba. Kalau tidak diberi sanksi malah berdampak ke yang lain, menjadi preseden buruk buat ASN yang lain, saya kira dilakukan saja tindakan tegas,” jelas Syahrudin.
Sesuai dengan Undang-Undang 5/2015 tentang ASN, keterlibatan PNS di dalam dunia narkoba masuk dalam pelanggaran berat. Sanksi yang diterapkan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 53/2010 tentang PNS dan mengacu Undang-Undang (UU) ASN 5/2014. Pelanggaran berat ini selain diberhentikan yaitu penurunan pangkat atau jabatan hingga dipenjara jika diketahui sebagai pengedar narkoba.
Lebih lanjut, adanya pelaksanaan tes urine di kalangan pegawai pemerintahan harus terus dilakukan. Untuk memastikan Pemkab PPU bersih dari narkoba dan menjamin pelayanan terbaik untuk masyarakat.
Mengenai berapa lama periode yang diperlukan untuk melakukan tes urine secara rutin pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada OPD terkait. “Saya interval waktunya tidak paham secara medis, ya harus dilakukan setiap saat kapan itu waktunya, Dinas Kesehatanlah yang mengatur, kalau kita maunya tiga bulan sekali atau enam bulan sekali,” tutupnya. (ADV/SBK)