BONTANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bontang mengumumkan peningkatan kasus stunting di wilayah tersebut pada Kamis (3/10/2024). Berdasarkan data aplikasi e-PPGBM, yang diakses secara real-time oleh kader posyandu, angka stunting di Bontang naik menjadi 20,6 persen pada Agustus 2024, setelah sebelumnya turun ke 18 persen pada Juli 2024.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Bontang, Bambang Sri Mulyono, menjelaskan bahwa pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap angka stunting. Sayangnya, kunjungan ke posyandu justru mengalami penurunan karena banyak orang tua khawatir anaknya divonis stunting.
“Mereka enggan datang ke posyandu karena takut anaknya tiba-tiba dikatakan stunting. Padahal, dengan rutin ke posyandu, anak bisa mendapatkan perawatan yang mencegah stunting itu sendiri,” ujar Bambang.
Ia juga menyebut bahwa banyak orang tua tidak terima saat anaknya dinyatakan stunting oleh kader posyandu, meski mereka merasa telah memberikan asupan gizi yang cukup. Bambang menegaskan bahwa pola asuh yang baik bukan hanya soal fisik anak yang sehat, tetapi juga mencakup perkembangan otak yang optimal.
“Anak mungkin tampak sehat, tetapi belum tentu kemampuan berpikirnya berkembang dengan baik. Nutrisi yang cukup penting tidak hanya untuk pertumbuhan fisik, tetapi juga untuk perkembangan otak,” tambahnya.
Bambang menekankan bahwa stunting merupakan masalah serius, termasuk di Bontang. Jika tidak ditangani, stunting dapat berdampak jangka panjang pada tumbuh kembang anak, baik secara fisik maupun akademis.
“Misalnya, anak yang pendek karena stunting akan sulit mencapai cita-cita seperti menjadi polisi. Masalahnya bukan hanya tinggi badan, tapi juga akademisnya yang bisa terganggu,” tuturnya.
Ia mengimbau orang tua untuk tidak menganggap stunting sebagai aib. Sebaliknya, mereka harus mendukung anak dengan memastikan asupan gizi yang tepat. “Jangan pernah menganggap stunting sebagai aib. Bagaimana anak bisa sembuh jika disembunyikan?” pesannya. (sya/adv)
Editor: Agus S